Jumat, 23 Agustus 2019

Metode Takhrij Hadits

 Pengertian Takhrij al-Hadis. Kata takhrij berasal dari kata berasal dari kata "kharaja" yang artinya nampak dari tempatnya, atau keadaannya, dan terpisah, dan kelihatan. Demikian juga kata "alikhraj" yang artinya menampakkan dan memperlihatkannya. Dan "al-makhraj" artinya artinya tempat keluar; dan akhrajal-hadis wa kharrajahu artinya menampakkan dan memperlihatkan hadis kepada orang dengan menjelaskan tempat keluarnya (asal-usulnya). Para ahli hadis memaknai takhrij dengan: 1. Mengemukakan hadis kepada orang lain dengan menyebutkan sumbernya, yakni orang-orang yang menjadi mata rantai hadis tersebut. Sebagai contoh: "akhraju al-Bukhari”, artinya: al-Bukhari meriwayatkan hadis itu dengan menyebutkan sumbernya. 2. Takhrij terkadang digunakan untuk arti mengeluarkan hadis dan meriwayatkannya dari beberapa kitab. 3. Takhrij terkadang juga disebut al-dalalah, yaitu menunjukkan dan menisbatkan hadis ke dalam (kitab) sumber-sumber hadis, dengan menyebutkan nama penulisnya. Sedangkan secara terminologi, takhrij berarti : “Mengembalikan (menelusuri kembali ke asalnya) hadis-hadis yang terdapat di dalam berbagai kitab yang tidak memakai sanad kepada kitab-kitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan tentang status hadis-hadis tersebut dari segi sahih atau daif, ditolak atau diterima, dan penjelasan tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekadar mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumbernya)nya.” Mahmud at ̣-Tahhan memaknai takhrij dengan: “Menunjukkan materi hadis di dalam sumber-sumber pokok yang dikemukakan berikut transmisinya, dan menjelaskan kualifikasinya bila diperlukan.” Syuhudi Ismail mendefinisikan takhrij dengan “penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.”  Bila merujuk pada pemaknaan yang disampaikan oleh para ahli hadis, bolehlah didefinisikan secara sederhana bahwa takhrij adalah kegiatan atau usaha mempertemukan matan hadis dengan sanadnya. Adapun terkait dengan penjelasan kualifikasi hadis bukanlah tugas pokok kerja takhrij. B. Tujuan dan Manfaat Takhrij Hadis. Pengetahuan tentang ilmu takhrij merupakan bagian dari ilmu agama yang harus mendapat perhatian serius karena di dalamnya membicarakan berbagai kaidah untuk mengetahui sumber hadis itu berasal. Di samping itu, di dalamnya ditemukan banyak kegunaan dan hasil yang diperoleh, khususnya dalam menentukan kualitas sanad suatu hadis. Penguasaan tentang ilmu takhrij merupakan suatu keharusan bagi setiap ilmuwan yang berkecimpung di bidang ilmu-ilmu kasyariahan, khususnya yang menekuni bidang hadis dan ilmu hadis. Dengan mempelajari kaidah-kaidah dan metode takhrij, seseorang akan dapat mengetahui bagaimana cara untuk sampai kepada suatu hadis di dalam sumbersumbernya yang asli yang pertama kali disusun oleh para ulama pengkodifikasi hadis. Dengan mengetahui hadis dari sumber aslinya, maka akan dapat diketahui sanadsanadnya. Dan hal ini akan memudahkan untuk melakukan penelitian sanad dalamrangka untuk mengetahui status dan kualitasnya. Dalam kegiatan penelitian hadis, takhrij merupakan kegiatan penting yang tidak dapat diabaikan. Tanpa melakukan kegiatan takhrij, seorang peneliti hadis akan kehilangan wawasan untuk mengetahui eksistensi hadis dari berbagai sisi. Sisi-sisi penting yang perlu diperhatikan oleh seorang peneliti hadis dalam hubungannya dengan takhrij ini meliputi kajian asal-usul riwayat suatu hadis, berbagai riwayat yang meriwayatkan hadis tersebut, ada atau tidaknya syahid dan muttabi’ dalam sanad hadis yang diteliti. Dengan demikian Takhrij hadis bertujuan mengetahui sumber asal hadis yang ditakhrij. Tujuan lainnya adalah mengetahui ditolak atau diterimanya hadis-hadis tersebut. Dengan cara ini, kita akan mengetahui hadis-hadis yang pengutipannya memperhatikan kaidah-kaidah ’ulum al-hadis yang berlaku. Sehingga hadis tersebut menjadi jelas, baik asal-usul maupun kualitasnya. Sedangkan manfaat takhrij hadis antara lain sebagai berikut: 1. Dapat diketahui banyak sedikitnya jalur periwayatan suatu hadis yang sedang menjadi topik kajian. 2. Dapat diketahui status hadis sahih li zatihi atau sahih li gairihi, hasan li zatihi, atau hasan li gairihi. Demikian pula akan dapat diketahui istilah hadis mutawatir, masyhur, aziz, dan gharibnya. 3. Memperjelas hukum hadis dengan banyaknya riwayatnya, seperti hadis dha`if melalui satu riwayat. Maka dengan takhrij kemungkinan akan didapati riwayat lain yang dapat mengangkat status hadis tersebut kepada derajat yang lebih tinggi. 4. Memperjelas perawi yang samar, karena dengan adanya takhrij, dapat diketahui nama perawi yang sebenarnya secara lengkap. 5. Dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat. 6. Memperjelas perawi hadis yang tidak diketahui namanya melalui perbandingan di antara sanad-sanadnya. 7. Dapat membatasi nama perawi yang sebenarnya. Hal ini karena mungkin saja ada perawi-perawi yang mempunyai kesamaan gelar. Dengan adanya sanad yang lain, maka nama perawi itu akan menjadi jelas. 8. Dapat menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadis melalui perbandingan sanad-sanad yang ada. 9. Dapat mengungkap kemungkinan terjadinya kesalahan cetak melalui perbandinganperbandingan sanad yang ada. 10. Memberikan kemudahan bagi orang yang hendak mengamalkan setelah mengetahui bahwa hadis tersebut adalah maqbul (dapat diterima). Sebaliknya, orang tidak akan mengamalkannya apabila mengetahui bahwa hadis tersebut mardud (ditolak). 11. Menguatkan keyakinan bahwa suatu hadis adalah benar-benar berasal dari Rasulullah Saw yang harus diikuti karena adanya bukti-bukti yang kuat tentang kebenaran hadis tersebut, baik dari segi sanad maupun matan. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian takhrij al-hadis, tujuan takhrij al-hadis dan manfaat takhrij hadis. Sumber buku Siswa Hadits Ilmu Hadits Kelas X MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2014. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin. Share This: NEWER ARTICLE Sejarah Takhrij Hadis OLDER ARTICLE Kitab Hadis | Pengertian Kitab Al-Mu’jam Dan Contoh Kitab Al-Mu’jam NO COMMENTS: CARI SEPUTAR IBADAH widget @ surfing-waves.com FIND ME ON FACEBOOK LABELS AKHLAK AKIDAH AL QURAN CERITA ISLAMI FIQIH HADITS HIKMAH DAN KEAJAIBAN HUKUM TAJWID KISAH ISLAMI KISAH NABI KISAH SAHABAT NABI KUMPULAN SOAL PUASA SEJARAH ISLAM USHUL FIQIH JADWAL SHOLAT Diberdayakan oleh Terjemahan KUMPULAN SOAL SD SMP SMA SMK Kumpulan Soal Ulangan dan Semester Kirim Pesan Name Email * Message * Halaman About Us Contact Me Sitemap Popular Posts Kandungan Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran Ayat 190-191 Tentang Potensi Akal dan Ilmu Isi Kandungan Al-Qur’an Surat Luqman Ayat 13-14 Pengertian Takdir Muallaq, Takdir Mubram dan Contoh Takdir Muallaq, Takdir Mubram 6 Isi Pokok Kandungan Al-Qur’an Pengertian Demokrasi, Syura dan Persamaan Demokrasi dan Syura Crafted with by TemplatesYard | Distributed by Gooyaabi Templates

Disalin dari : https://www.bacaanmadani.com/2018/04/pengertian-takhrij-al-hadis-tujuan-dan.html?m=1
Terima kasih sudah berkunjung.

Islamavobia

Aku Berharap Dan Berdo'a Ummat Islam Segera Bersatu Dalam Satu Jama'ah Al Khilafah

*ADA ALASANNYA MENGAPA MUSLIM BISA BENCI ISLAM*

Oleh Ustadz *Fatih Karim*

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokaatuh

Sahabat cinta Qur'an yang dirahmati Allah, tidak ada duka, tidak ada bencana, tidak ada kesedihan yang mendalam kecuali satu :
*SEORANG MUSLIM TAKUT KEPADA AGAMANYA SENDIRI*.
Seorang muslim *ALERGI* terhadap syari'ah,
seorang muslim takut terhadap *KHILAFAH*,
seorang muslim bahkan sampai pada level *BENCI KEPADA AGAMANYA SENDIRI*.

Kepedihan yang mendalam ini tentu beralasan karena :
- Yang pertama, memang ada upaya menakut-nakuti ummat agar takut kepada agamanya sendiri ;
- Yang ke dua, karena memang ummat Islam enggan belajar Islam.

Semakin parah lah kondisi, semakin lengkap lah penderitaan, karena :
- pertama, memang ada upaya dari pihak EKSTERNAL untuk menakut-nakuti Islam, menakut-nakuti kaum muslimin untuk ber-Islam ;
- ke-dua ditambah lagi : Umat Islam tidak mau belajar Islam, Umat Islam tidak mau mengkaji Islam, sehingga hari ini kita lihat dimana-mana :
 *UMAT ISLAM YANG MENENTANG SYARI'AH,*
*UMAT ISLAM YANG MENOLAK KHILAFAH,*
*UMAT ISLAM YANG TIDAK MENGENAL PANJI-PANJI ISLAM,*
*UMAT ISLAM YANG MENOLAK HUKUM-HUKUM YANG BERASAL DARI ALLAH SUBHANAHU WA TA'ALA*.

*Umat Islam tidak terima dengan hukum waris,*
*Umat Islam menolak hukum poligami,*
*Umat Islam sendiri yang kemudian menolak hukum yang terkait dengan persaksian wanita dan pria,*
*Umat Islam sendiri yang tidak setuju terhadap larangan presiden wanita, dan seterusnya.*

Siapa yang menolak syari'ah ?
Tentu umat Islam sendiri.
Dua faktor yang saya sebutkan tadi terjadi ditengah-tengah kita.

Yang pertama : Barat (orang-orang kafir) memang telah berupaya pagi dan siang, juga malam, untuk menakut-nakuti kaum muslimin agar kaum muslimin *TIDAK MAU MENGAMBIL ISLAM*.

Maka didengungkan :
*"Kalau mengambil Islam berarti terjadi lah kemunduran"* ;
*"Kalau mengambil Islam terjadi ketertinggalan"* ;
*"Kalau mengambil Islam kembali ke jaman batu"* ;
*"Kalau mengambil Islam maka terjadi lah kesengsaraan"* ,
ini yang terus di campaign,
ini yang terus diopinikan oleh barat *AGAR KAUM MUSLIM TAKUT TERHADAP ISLAM*.

Yang ke-dua : Umat Islam rendah kesadaran untuk belajar Islam secara mendalam. Andai saja umat Islam mau belajar Islam. Lalu mereka takut dengan syari'ah. Apa yang akan mereka takutkan dengan syari'ah ?
*Bukankah syari'ah itu adalah aturan yang Maha Sempurna dari yang Maha Sempurna Allah Subhanahu wa ta'ala untuk mengatur diri kita ?*

Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

  اَ لْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَـكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَ تْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَـكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًا

*Hari ini telah Aku turunkan Islam sebagai agama yang sempurna untuk kalian, sebagai syari'ah yang sempurna untuk kalian, dan Aku cukupkan nikmat itu dan telah Aku ridhoi Islam menjadi agama kalian.*

Maka apa yang salah ?

Mengapa kemudian umat Islam *TAKUT* terhadap syari'ah ?

Mengapa umat Islam *TAKUT*, umat Islam *PHOBI* terhadap syari'ah ?

Mengapa umat Islam malah menjadi pemimpin garda terdepan terhadap *penentangan agama* untuk *agamanya sendiri* ?

Oleh karena itu sahabat cinta Qur'an yang dirahmati Allah.

Tentu dua syarat tadi, tentu dua sebab tadi,
Yang pertama : adanya upaya, Yang ke-dua ditambah : enggannya umat Islam belajar Islam.

Bayangkan, kondisi Islam di Indonesia pada saat ini, *58%* umat Islam nya tidak bisa baca Qur'an.
Ini adalah sebuah fakta, nyata, data bahwa umat Islam tidak mau, enggan untuk belajar Al-Quran yang merupakan sumber hukum syari'ah yang diturunkan Allah Subhanahu wa ta'ala untuk umat Islam.

Ini merupakan bukti, oleh karena itu sahabat cinta Qur'an yang dirahmati Allah.
Tidak ada lagi yang bisa *menghambat*, *menakut-nakuti* umat Islam jika memang kita sendiri telah memiliki anti bodi yang kuat, memiliki daya tahan tubuh yang kuat, dan, yakin jika kita belajar Islam secara benar maka *OPINI APAPUN* yang masuk kepada kita tentu akan otomatis tertolak karena kita sudah sepenuhnya memahami *agama yang sempurna ini*.

Maka sahabat cinta Qur'an yang dirahmati Allah, *SANGAT TIDAK PANTAS* seorang mukmin *TAKUT* terhadap syari'ahnya sendiri.

*SANGAT TIDAK LUMRAH*, bahkan tidak bisa dimaklumi seorang muslim sampai berani menentang hukum Allah, bahkan sampai mengatakan :
*"Kami adalah orang yang pertama kali akan menentang jika syari'at Islam diwujudkan".*

Bahkan..
nama mereka Ahmad,
nama mereka Muhammad,
nama mereka Ulil,
nama mereka Gunawan Muhammad,
nama mereka Lutfi Saukani,
nama mereka *nama-nama muslim* ..
akan tetapi mereka adalah justru orang yang *terdepan menghalangi diterapkannya hukum-hukum Allah* untuk mengatur kehidupan manusia.

Maka sahabat cinta Qur'an yang dirahmati Allah, tidak ada pilihan bagi kita :
- Pertama, untuk terus menerus belajar Islam lebih dalam, lebih semangat dan terus mengkajinya semakin tekun, semakin dalam dan semakin bersemangat ;
- Kedua, menyadari bahwa hukum-hukum Islam itu adalah sumber kebaikan, dan jika tidak diterapkan akan menimbulkan keburukan ;

Allah Subhanahu wa ta'ala menegaskan,
_wa ma arsalnaka illa rahmatan lil 'alamin_, Kami turunkan Islam ini kepadamu wahai manusia, kepadamu wahai Muhammad untuk menjadi Rahmat atas segala alam.

Maka bagaimana ISLAM mau menjadi Rahmat ?
Jika untuk diterapkan pun *penentangnya* adalah *umat Islam sendiri*.
Na'udzubillah min dzalik.
Tentu ini kesedihan yang mendalam bagi saya, kita, anak cucu kita nanti tentunya.

Semoga Allah Subhanahu wa ta'ala memberikan kekuatan, kesabaran agar kita terus, terus, dan terus mendalami dan mencintai ISLAM dan merindukan hidup dalam naungan ISLAM.

Salam cinta Qur'an,
Assalamu 'alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Kamis, 22 Agustus 2019

10 Hikmah Dari Mumy Fir'aun

Aku Berharap Dan Berdo'a Ummat Islam Segera Bersatu Dalam Satu Jama'ah Al Khilafah
Oleh Ustadz: Zulkifli Rahman Al_Khathib


MUMMY FIR'AUN

Seseorang datang ke Mesir kemudian dia mengunjungi  Piramida dan ketika sampai ke mummy Fir'aun di hadapan mummy tersebut dia mendengar seseorang yang sedang berbicara kepada mummy tersebut dengan kalimat yang penuh hikmah.
" Wahai Fir'aun jasadmu telah di abadikan oleh Allah dan aku belajar darimu 10 Hikmah ".

Pertama :
Aku belajar darimu bahwa taqdir Allah pasti akan terjadi tiada yang dapat menghalangi. Engkau telah membunuh ribuan bayi agar bayi yang kau takutkan tidak datang kepadamu tetapi ketika Musa datang justru engkau mengasuhnya di rumahmu.

Ke dua :
Aku belajar darimu bahwa hati seseorang ada ditangan Allah tidak ditangan manusia maka ketika engkau jauhkan Musa dari hati ibunya, Allah lunakkan untuknya hati istrimu. Engkaulah yang menyebabkan dia terpisah dari ibunya maka Allah memberinya ibu yang lain yang di atas ibunya.

Ke tiga :
Aku belajar darimu bahwa seseorang tidaklah dapat dirusak imannya begitu saja. Di dalam istana yang kau banggakan sampai-sampai engkau mengatakan  akulah Tuhan kalian yang maha tinggi, sementara di kamar sebelahnya seorang Asyiah berbisik ke dalam sujudnya "Maha Suci Engkau Rabb-ku Yang Maha Tinggi".

Ke empat :
Aku belajar darimu bahwa rumah mempunyai rahasianya sendiri dimana 2 insan meskipun tinggal 1 atap menyimpan imannya masing-masing. Maha Suci Allah yang meskipun orang sudah menjadi suami istri tetap memiliki hati & imannya sendiri-sendiri.

Ke lima :
Aku belajar darimu bahwa sebuah pasukan tempur yang lengkap & hebat tidak dapat memalingkan iman seseorang. Maka para tukang sihir tidak dibuat takut oleh hebatnya tentara mu tidak pula Masyitoh menjadi gentar oleh minyak mu yang mendidih.

Ke enam :
Aku belajar darimu bahwa darah tidak bisa menjadi air dan ketika Fir'aun kesusahan mencari orang yang menyusui bayinya justru saudara perempuan Musa lah yang menunjukinya. Dan bahwa saudara laki-laki Musa lebih fasih lisannya darinya.

Ke tujuh  :
Aku belajar darimu bahwa budak sekalipun tidak tunduk kepada tuannya kecuali dalam keterpaksaan.

Ke delapan :
Aku belajar darimu bahwa jika Allah berkehendak untuk menolong hambanya ternyata cukup dengan sebuah tongkat sederhana yang tadinya hanya untuk bertelekan dan untuk mengembala kambingnya dan jika Allah berkehendak mengalahkan seseorang maka Allah akan kalahkan begitu saja dia meskipun sedang berada di tengah bala tentaranya yang kuat. 

Ke sembilan :
Darimu aku belajar bahwa hukum sebab akibat yang terjadi di muka bumi hanya berlaku untuk manusia saja dan tidak berlaku untuk Allah dimana sungai yang mestinya menenggelamkan seorang bayi justru menjadi kurir yang membawanya kepada tujuan, sementara laut yang seyogyanya hanya bisa di seberangi dengan perahu/ bahtera ketika Allah kehendaki mengeringlah dia dan dapat di seberangi dengan berjalan kaki.

Ke sepuluh :
Aku belajar darimu bahwa ternyata semua yang ada di bumi adalah tentara Allah, dan bahwasanya Allah lah sendiri yang memilih senjatanya dalam peperangan. Ketika engkau wahai Fir'aun datang dengan tentaramu yang hebat meskipun Allah mampu mendatangkan tentara yang sebanding dengannya justru Allah menghinakanmu dengan menjadikan air sebagai senjata untuk membunuhmu padahal dari air itu Allah menghidupkan segala sesuatu.

Catatan : Disadur dari berbagai sumber dan diterjemahkan langsung oleh Ustadz Zulkifli Rahman Al Khateeb .

Rabu, 21 Agustus 2019

MAKLUMAT KHILAFATUL MUSLIMIN

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم و رحمة الله وبركاته

Pertama tama
Aku Berharap Dan Berdo'a Ummat Islam Segera Bersatu Dalam Satu Jama'ah Al Khilafah

“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama  dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (Qs As-Syuraa 13)

MA’LUMAT
Diumumkan kepada seluruh kaum muslimin/muslimat dan segenap ummat manusia bahwa pada hari Jum’at, 13 Rabiul Awwal 1418 H bertepatan dengan 18 Juli 1997 M, telah terbentuk sebuah organisasi Islam sebagai wadah ummat Islam dalam berjama’ah melalui sistim kekhalifahan dan disebut KEKHALIFAHAN KAUM MUSLIMIN (KHILAFATUL MUSLIMIN) yang dipimpin oleh seorang Khalifah/Amirul Mu’minin dan insya Allah akan mendirikan perwakilannya di seluruh dunia di bawah kepemimpinan seorang Amir bagi tiap-tiap Wilayah ataupun Negara.
Jama’ah/Khilafatul Muslimin ini berasaskan Islam dan Kemerdekaan, bertujuan memakmurkan bumi dan mensejahterakan ummat manusia melalui pelaksanaan ajaran Allah dan Rasul-Nya bersama kebebasan penerapan ajaran semua agama sebagai pinsip dasar Jama’ah, tanpa memperkenankan seorang warganya membuat suatu ketentuan/aturan/norma-norma yang bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri.
Jama’ah/Khilafatul Muslimin ini hanya akan memutuskan suatu perkara atau urusan yang menyangkut kepentingan ummat melalui MUSYAWARAH KEKHALIFAHAN secara transparan/penuh keterbukaan dan kebebasan berlandaskan al-akhlaqul karimah.
Jama’ah/Khilafatul Muslimin ini akan berusaha maksimal untuk mewujudkan kerja sama antar ummat manusia sesuai ajaran Islam demi keadilan dan kesejahteraan mereka serta kelestarian alam semesta/rahmatan lil ‘alamin.
Jama’ah/Khilafatul Muslimin ini cinta akan kedamaian dan tidak akan melancarkan permusuhan apalagi peperangan terhadap golongan manapun, kecuali hanya berkewajiban membela diri dari serangan kelompok/golongan yang memeranginya.
KHALIFAH/AMIRUL MU’MININ dan para AMIR serta warganya akan berupaya membangun segala sarana kemanusiaan dan bergerak di segala bidang, di berbagai aspek kehidupan yang memungkinkan.
Setiap Amir dalam suatu wilayah perwakilan/negara harus bersedia bila dicalonkan sebagai pemimpin di negerinya sendiri dengan tetap mempertahankan prinsip dasar JAMA’AH dan pelestarian norma-norma/hukum yang tidak bertentangan dengan ajaran agama.
WARGA Jama’ah/Khilafatul Muslimin ini adalah para pendaftar yang telah mendapatkan kartu tanda anggota warga Khilafatul Muslimin yang terdiri dari:
  1. Muslim/muslimah tanpa diskriminasi rasial, golongan, kebangsaan maupun jabatan, dan berkewajiban menyerahkan infaq dan zakatnya kepada BAITUL-MAAL KEKHALIFAHAN ISLAM.
  2. Non Muslim yang mendambakan keadilan dan kesejahteraan ummat serta bersedia patuh terhadap KHALIFAH/AMIRUL MU’MININ sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran agama yang diyakininya dan rela menyerahkan SUMBANGAN menurut kemampuannya kepada BAITUL-MAAL KEKHALIFAHAN ISLAM, demi kesejahteraan bersama lahir & batin.
JAMA’AH/KHILAFATUL MUSLIMIN ini telah menunjuk seorang figur sebagai KHALIFAH/AMIRUL MU’MININ untuk sementara;
AL-USTAD ABDUL QADIR HASAN BARAJA
sampai saat terselenggaranya MUSYAWARAH di tingkat INTERNASIONAL yang akan diikuti Insya  Allah oleh para AMIR dan CENDEKIAWAN MUSLIM warga KHILAFATUL MUSLIMIN untuk memilih dan menetapkan KHALIFAH/AMIRUL MU’MININ bagi segenap Ummat Islam secara konvensional.
Diharapkan kepada seluruh cendekiawan muslim dan para pakar serta ummat Islam dimanapun berada, baik secara pribadi ataupun atas nama golongan/kelompok untuk dapat kiranya berpartisipasi dan menyampaikan tanggapannya ke alamat kantor pusat Kekhalifahan Islam (Khilafatul Muslimin) di:
Masjid Kekhalifahan Islam
Jl. WR. Supratman Bumi Waras, Teluk Betung, Bandar Lampung – Indonesia.
Telp./Fax. +62 721 474926 – 480093
Website: www.khilafatulmuslimin.com   e-mail: contact@khilafatulmuslimin.com
“Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka” (Qs. Ar-Rum [30]: 31-32)

Minggu, 18 Agustus 2019

تكون فيكم نبوٌة ثمّ خلافة




السلام عليكم ورحمة الله وبركاته .



سؤالي هو :

ما صحة هذا الحديث.

عن حذيفة رضي الله عنه قال :قال رسول الله 
(تكون النبوة فيكم ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء شاء الله أن يرفعها ثم تكون ملكا عاضا فيكون ما شاء الله أن يكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها إذا ثم تكون ملكا جبرية فتكون ما شاء الله أن تكون ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها ثم تكون خلافة على منهاج النبوة ثم سكت).


وما هو الملك العضوض ؟؟

وما هو الملك الجبري ؟؟


وما الفرق بين الملك العضوض والملك الجبري ؟؟
وهل من أمثلة على الملك العضوض.
والملك الجبري خصوصاً ..

وجزاكم الله خيراً ..

لملك العضوض والملك الجبري


المجيب د. عبد الله بن وكيل الشيخ
عضو هيئة التدريس بجامعة الإمام محمد بن سعود الإسلامية
التصنيف الفهرسة/ السنة النبوية وعلومها/شروح حديثية
التاريخ 14/4/1424هـ
السؤال
فضيلة الشيخ: حفظه الله آمل من فضيلتكم شرح الحديث الآتي: تكون النبوة فيكم ما شاء الله أن تكون، ثم يرفعها الله إذا شاء أن يرفعها، ثم تكون خلافة على منهاج النبوة، فتكون ما شاء الله أن تكون، ثم يرفعها الله إذا شاء أن يرفعها، ثم تكون ملكاً عاضاً، فيكون ما شاء الله أن تكون، ثم يرفعها الله إذا شاء أن يرفعها، ثم يكون ملكاً جبرياً، فتكون ما شاء الله أن تكون، ثم يرفعها إذا شاء أن يرفعها، ثم تكون خلافة على منهاج النبوة، ثم سكت. رواه أحمد 273/4: ثنا سليمان بن داود الطيالسي: ثنا داود بن إبراهيم الواسطي : ثنا حبيب بن سالم عن النعمان بن بشير قال: كنا قعوداً في المسجد _ وكان بشير رجلاً يكف حديثه _ فجاء أبو ثعلبة الخشني، فقال: يا بشير بن سعد! أتحفظ حديث رسول الله - صلى الله عليه وسلم - في الأمراء؟ فقال حذيفة: أنا أحفظ خطبته. فجلس أبو ثعلبة، فقال حذيفة: (فذكره مرفوعاً). قال حبيب: فلما قام عمر بن عبد العزيز - وكان يزيد بن النعمان بن بشير في صحابته - فكتبت إليه بهذا الحديث أذكره إياه، فقلت له: إني أرجو أن يكون أمير المؤمنين - يعني : عمر - بعد الملك العاض والجبرية. فأدخل كتابي على عمر بن عبد العزيز، فسر به وأعجبه. (والحديث حسن على أقل الأحوال إن شاء الله تعالى) ، (ومن البعيد عندي حمل الحديث على عمر بن العزيز؛ لأن خلافته كانت قريبة العهد بالخلافة الراشدة، ولم يكن بعد ملكان: ملك عاض وملك جبرية والله أعلم. ملاحظة: أرجو بيان معنى كلمة ملكاً عاضاً وجبرياً.

الجواب
هذا الحديث حسن أخرجه أحمد (30/355 حديث 18406)، والبزار والطبراني في الأوسط (6577) وسند أحمد حسن فيه داود بن إبراهيم الواسطي روى عنه الطيالسي ووثقه وذكره ابن حبان في الثقات [يراجع تحقيق المسند طبعة الرسالة (30/355)].
وهذا الحديث خبر منه - صلى الله عليه وسلم - عن أمر أمته وأنها تمر بخمس أحوال:
الحالة الأولى: حال النبوة وهو أكمل أحوالها حيث يوجد نبيها - عليه السلام - ويتنزل الوحي إليه، ويرشد الأمة إلى الحق والخير.

والحالة الثانية: خلافة على منهاج النبوة، وهي تلك الفترة الذهبية من عمر هذه الأمة، وقد جاء تحديدها في الحديث الذي رواه سفينة مولى رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قال: سمعت رسول - صلى الله عليه وسلم - يقول: الخلافة ثلاثون عاماً ثم يكون بعد ذلك الملك، قال سفينة: أمسك؛ خلافة أبي بكر سنتين ، وخلافة عمر عشر سنين، وخلافة عثمان اثنتي عشرة سنة وخلافة علي ست سنين" رواه أحمد (حديث 21919) وأبو داود (4647)، والترمذي (2226) وابن حبان (6943) وغيرهم، وقال الترمذي : هذا حديث حسن، وإنما سميت هذه الفترة بالخلافة كما في بعض الروايات، وبخلافة النبوة في روايات أخرى، لأن الخلفاء صدقوا هذا الاسم بأعمالهم، وتمسكوا بسنة نبيهم - صلى الله عليه وسلم -، والتزموا الشرع في أحكامهم، كما قاله حميد بن زنجوية فيما نقله عنه البغوي في شرح السنة .

الحالة الثالثة : الملك العضوض وهو الذي يصيب الرعية فيه عسف وظلم، كأنه معضوض فيه عضاً، ويقال عضوض بضم العين وأعضاد جمع عض وهو الخبيث الشرس.

الحالة الرابعة الملك الجبري وهو الذي يكون فيه عتو وقهر.

الحالة الخامسة: خلافة على منهاج النبوة وقد سبق بيان معنى كونها على منهاج النبوة.

وهذا الحديث وما في معناه يبين فضل الخلافة على الملك لما في الملك من النقص من بعض الوجوه، ولذا لما خير الله نبيه - عليه السلام - بين أن يكون ملكاً أو يكون عبداً رسولاً اختار - صلى الله عليه وسلم - أن يكون عبداً رسولاً؛ كما جاء ذلك في حديث أبي هريرة - رضي الله عنه - الذي أخرجه أحمد (7160)، وابن حبان في صحيحه (6365)[السلسة الصحيحة حديث رقم 1002]، وقد روى ابن سعد أن عمر بن الخطاب - رضي الله عنه - سأل سلمان - رضي الله عنه عن الفرق بين الخليفة والملك؟ فقال سلمان - رضي الله عنه- إن أنت جبيت من أرض المسلمين درهماً أو أقل أو أكثر ثم وضعته في غير حقه فأنت ملك، أما الخليفة فهو الذي يعدل في الرعية، ويقسم بينهم بالسوية ويشفق عليهم شفقة الرجل على أهل بيته، والوالد على ولده، ويقضي بينهم بكتاب الله " [الطبقات الكبرى 3/306].
على أنه مما ينبغي أن ينتبه له أن هذه الأحكام في الملك إنما هي في الجملة وإلا فقد يحصل من بعض الملوك من اتباع السنة ونشر الشريعة والجهاد في سبيل الله مثل ما يحصل في زمن الخلفاء، كما كان في عهد عمر بن عبد العزيز وبعض الملوك من بعده، ثم إنه يجوز إطلاق الخليفة على الملوك من بعد الخلفاء الراشدين - رضي الله عنهم-، وإنما اختص الخلفاء الراشدون -رضي الله عنهم- بكمال الخلافة، فقد روى الشيخان من حديث أبي هريرة - رضي الله عنه - مرفوعا " كانت بنو إسرائيل تسوسهم الأنبياء كلما هلك نبي خلفه نبي وإنه لا نبي بعدي، وستكون خلفاء فيكثرون، قالوا: فما تأمرنا؟ قال: فُوا ببيعة الأول فالأول، وأعطوهم حقهم، فإن الله سائلهم عما استرعاهم [البخاري (3455) - الفتح 6/495، مسلم حديث رقم 1842]، وعلى كل ففي الحديث بشارة لهذه الأمة أنه سيكون في آخرها خلافة النبوة، فيعز الإسلام وتعلو رايته وينتشر دين الله في الأرض، فعلى المسلم أن يثق بهذا الوعد الكريم، وأن يحدث نفسه بالجد في أن يكون من أسباب تحقق هذا الوعد.
وما ذكره السائل من استبعاد أن يكون عمر بن عبد العزيز من الخلفاء بعد فترة الملكين حق، خاصة وأن الخلافة الأخيرة التي على منهاج النبوة هي خاتمة هذه الأمة أو قرب خاتمتها، فلعل سروره - رضي الله عنه - لما ستكون عليه خاتمة الأمة.
للتوسع [مجموع الفتاوى 35/18 وما بعدها ، تحفة الأحوذي 9/70 وما بعدها، عون المعبود 13/397).
__________________
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إذْ هَدَ يتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إنَّكَ أنْتَ الْوَهَّابُ
رد مع اقتباس
  #6  
قديم 09-12-08, 01:12 AM
وفقه الله
 
تاريخ التسجيل: 11-06-05
المشاركات: 611
افتراضي

النبوات (19/16):

... وواضح أن الدورين الأولين والثاني( النبوة والخلافة الراشدة) انتهيا بزوال الخلافة الراشدة ، وأن الدور الثالث( الملك العاض) استمر حتى زوال الدولة العثمانية ، وأن الدور الرابع( الملك الجبري) هو الذي نحن فيه ،وأن الدور الخامس( الخلافة على منهاج النبوة) قادم بإذن الله .ا.هـ
__________________
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إذْ هَدَ يتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إنَّكَ أنْتَ الْوَهَّابُ
رد مع اقتباس
  #7  
قديم 09-12-08, 01:22 AM
وفقه الله
 
تاريخ التسجيل: 11-06-05
المشاركات: 611
افتراضي

رقم الفتوى 36833
حديث "ثم تكون خلافة على منهاج النبوة" رتبته ومعناه

تاريخ الفتوى : 05 رجب 1424
السؤال
السلام عليكم في مسند الإمام أحمد أول مسند الكوفيين حديث النعمان بن بشير عن تقسيم الرسول صلى الله عليه وسلم الزمان إلى نبوة ثم خلافه راشده ثم ملكاً عاضاً ثم ملكا جبريا ثم تعود خلافة راشدة ثم سكت عليه السلام. ما صحة الحديث وما هو شرحه وهل تحقق بالكامل أم نحن في أحد أزمانه وأيها وما معنى ضا وجبريا وعلى أي شيء يدل قوله ثم سكت؟ جزاكم الله خيراً.

الفتوى

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:
فقد روى الإمام أحمد عن النعمان بن بشير رضي الله عنه الله، قال: كنا جلوساً في المسجد فجاء أبو ثعلبة الخشني فقال: يا بشير بن سعد أتحفظ حديث رسول الله صلى الله عليه وسلم في الأمراء، فقال حذيفة: أنا أحفظ خطبته. فجلس أبو ثعلبة.
فقال حذيفة: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: تكون النبوة فيكم ما شاء الله أن تكون، ثم يرفعها الله إذا شاء أن يرفعها، ثم تكون خلافة على منهاج النبوة فتكون ما شاء الله أن تكون، ثم يرفعها الله إذا شاء أن يرفعها، ثم تكون ملكًا عاضًا فيكون ما شاء الله أن يكون، ثم يرفعها إذا شاء الله أن يرفعها، ثم تكون ملكًا جبرية فتكون ما شاء الله أن تكون، ثم يرفعها الله إذا شاء أن يرفعها، ثم تكون خلافة على منهاج النبوة، ثم سكت. قال حبيب: فلما قام عمر بن عبد العزيز، وكان يزيد بن النعمان بن بشير في صحابته، فكتبت إليه بهذا الحديث أذكره إياه. فقلت له: إني أرجو أن يكون أمير المؤمنين - يعني عمر - بعد الملك العاض والجبرية، فأدخل كتابي على عمر بن عبد العزيز فَسُرَّ به وأعجبه.
وروى الحديث أيضًا الطيالسي والبيهقي في منهاج النبوة، والطبري ، والحديث صححه الألباني في السلسلة الصحيحة، وحسنه الأرناؤوط.
وللحديث شاهد عن سَفِينَةُ رضي الله عنه، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الْخِلاَفَةُ فِي أُمّتِي ثَلاَثُونَ سَنَةً، ثُمّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ. ثُمّ قَالَ سَفِينَةُ: امْسِكْ عَلَيْكَ خِلاَفَةَ أَبي بَكْرٍ، ثُمّ قَالَ: وَخِلاَفةَ عُمَرَ وَخِلاَفَةَ عُثْمانَ، ثُمّ قَالَ لي: امسِكْ خِلاَفَةَ عَلِيّ قال: فَوَجَدْنَاهَا ثَلاَثِينَ سَنَةً. رواه أحمد وحسنه الأرناؤوط.
وروى الإمام أحمد عن حذيفة رضي الله عنه أنه قال: ذهبت النبوة فكانت الخلافة على منهاج النبوة. وصححه الأرناؤوط.
أما عن معنى الحديث: فالخلافة على منهاج النبوة هي خلافة أبي بكر وعمر وعثمان وعلي ، كما هو ظاهر الروايات. أما الملك العضوض، فالمراد به التعسف والظلم. قال ابن الأثير في النهاية: (ثم يكون ملك عضوض) أي يصيب الرعية فيه عسْفٌ وظُلْم، كأنَّهم يُعَضُّون فيه عَضًّا. والعَضُوضُ: من أبْنية المُبالغة. وفي رواية (ثم يكون مُلك عُضُوض) وهو جمع عِضٍّ بالكسر، وهو الخَبيثُ الشَّرِسُ. ومن الأول حديث أبي بكر (وسَتَرَون بَعْدي مُلْكا عَضُوضاً). اهـ
وأما الملك الجبري، فالمراد به الملك بالقهر والجبر. قال ابن الأثير في النهاية: ثم يكون مُلك وجَبَرُوت> أي عُتُوّ وقَهْر. يقال: جَبَّار بَيّن الجَبَرُوّة، والجَبريَّة، والْجَبَرُوت. اهـ
أما عن تحقق ما في الحديث، فقد تقدم أن من السلف من جعله قد تحقق في جميع مراحله، وأن الخلافة الأخرى التي على منهاج النبوة، هي خلافة عمر بن عبد العزيز. لكن قال الألباني في السلسلة الصحيحة: ومن البعيد عندي جعل الحديث على عمر بن عبد العزيز؛ لأن خلافته كانت قريبة العهد بالخلافة الراشدة، ولم يكن بعد ملكان ملك عاض وملك جبري. والله أعلم. اهـ
فالظاهر -والله أعلم- أننا الآن في الملك الجبري، ويدل على ذلك ما رواه الطبراني عن حاصل الصدفي عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: سيكون بعدي خلفاء، ومن بعد الخلفاء أمراء، ومن بعد الأمراء ملوك، ومن بعد الملوك جبابرة، ثم يخرج رجل من أهل بيتي، يملأ الأرض عدلاً كما ملئت جورًا، ثم يؤمر بعده القحطاني. فوالذي بعثني بالحق ما هو بدونه.
ففيه أن المهدي يخرج بعد الجبابرة، فخلافته هي الخلافة الأخرى التي هي على منهاج النبوة، لكن الحديث ضعفه الألباني ، في السلسلة.
أما قول السائل: على أي شيء يدل قوله: ثم سكت ؟ فالظاهر أنه يدل على تمام الحديث وانتهائه.
والله أعلم.
المفتي: مركز الفتوى بإشراف د.عبدالله الفقيه


== يتبع بإذن الله تعالى ==
__________________
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إذْ هَدَ يتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إنَّكَ أنْتَ الْوَهَّابُ
رد مع اقتباس
  #8  
قديم 09-12-08, 01:32 AM
وفقه الله
 
تاريخ التسجيل: 11-06-05
المشاركات: 611
افتراضي

* شرح الأربعين النووية للشيخ صالح بن عبد العزيز آل الشيخ (1/218):

قال: ( وإن تأمر عليكم عبد )

"وإن تأمر عليكم عبد" في قوله: "تأمر" معنى تغلب، ( وإن تأمر عليكم عبد ) يعني: غلب عبد على الإمارة، فدعا لمبياعته أو دعا لأن يسمع له ويطاع، فهنا يجب أن يسمع له ويطاع؛ فلهذا قال العلماء: الولايات الشرعية العامة تكون بإحدى طريقين:

الطريق الأول:
طريق الاختيار: أن يختار الإمام العام، أو أن يختار الأمير، والاختيار، ولاية الاختيار لها شروطها إذا كانت لأهل الحل والعقد، فإنهم يختارون من اجتمعت فيه الشروط الشرعية التى جاءت في الأحاديث، ومنها:

أن يكون الإمام قرشيا، ومنها أن يكون عالما، ومنها أن يكون يحسن سياسة الأمور، وأشباه ذلك مما اشترطه أهل العلم في ولاية الاختيار.

والقسم الثاني: ولاية التغلب: وهو أن يغلب الإمام، أن يغلب أحد أميرٌ أو غيره ممن لا تتوفر فيه الشروط، أو بعض الشروط، أو تكون تتوفر فيه لكنه غلب إماما آخر قبله فإنه هنا إذا غلبه فيبايع، ويسمع له، ويطاع؛ لأن البيعة هنا أصبحت بيعة تغلب، والولاية ولاية غلبة وسيف.

فهذا كما أوصى هنا -عليه الصلاة والسلام- أن يسمع ويطاع لمن لم تتوفر فيه الشروط التي تكون في ولاية الاختيار؛ حيث قال هنا -عليه الصلاة والسلام-: ( وإن تأمر ) ونفهم من التأمر أنه لم يكن ثم اختيار، فهذه ولاية التغلب، وقال: ( إن تأمر عليكم عبد) ومعلوم أن العبد لا يختار بيدي أمور المسلمين.
فدل هذا على أن ولاية الغلبة يجب لمن غلب فتولى، يجب له السمع والطاعة، كما تجب للإمام الذى يختار اختيارا، لا فرق بينهما في حقوق البيعة والسمع والطاعة؛ وذلك لأجل المصلحة العامة من المسلمين.
وأهل السنة والجماعة أجمعوا لما صنفوا عقائدهم من القرن الثاني إلى زماننا هذا -على أن البيعة منعقدة لمن تغلب، ودعا الناس إلى إمامته، مع أن الذى يشترط للإمام غير متوفر فيه أو هو متوفر فيه، فالأمر سيان من جهة حقوقه، حقوق الطاعة والسمع والبيعة، وما يترتب على ذلك من الجهاد معه والتجميع عليه، وعدم التنفير عنه، وسائر الحقوق التي جاءت في الأئمة والأمراء.
قال هنا -عليه الصلاة والسلام-: ( وإن تأمر عليكم عبد ) فإن الفاء هذه تعليلية ( فإنه من يعش منكم فسيرى اختلافا كثيرا ) يعني: سيرى اختلافا على الأمراء، فوصيته -عليه الصلاة والسلام- له أنه من عاش فرأى الاختلاف، فعليه بالسمع والطاعة وإن تأمر عليه عبد.ا.هـ
__________________
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إذْ هَدَ يتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إنَّكَ أنْتَ الْوَهَّابُ
رد مع اقتباس

BUKAN NEGARA ISLAM YANG MENJADI TUJUAN, KHILAFAH ADALAH BUKTI PENGAGUNGAN MANUSIA KEPADA ALLAH

BAI'AT UMMAT ISLAM YG BERSEDIA TUNDUK DAN PATUH PADA AL JAMAA'AH KHILAFATUL MUSLIMIN

<< 48:11 Surat Al-Fath Ayat 10 (48:10) 48:9 >>  اِنَّ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْنَكَ اِنَّمَا يُبَايِعُوْنَ اللّٰهَ ۗيَدُ اللّٰهِ فَ...