Minggu, 20 Oktober 2019

Tafsir AlBaghowi Al Baqarah ayat 30

Aku Berharap Dan Berdo'a Ummat Islam Segera Bersatu Dalam Satu Jama'ah Al Khilafah Bersama Kholifah Nya


( وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ )
البقرة (30)

قوله تعالى ( وإذ قال ربك ) أي وقال ربك وإذ زائدة وقيل معناه واذكر إذ قال ربك وكذلك كل ما ورد في القرآن
Firman Allah SWT:( (إذ قال ربك=   dan ingatlah ketika Robb-mu): yakni dan berkatalah robb-mu "Wa Idz Zaidah"... Dikatakan bahwa MAKNA NY adalah  Kata Perintah "ingatlah" Maka AYAT AYAT Yg Seperti demikian, MAKNANYA SAMA SEBAGAIMANA YANG DISEBUTKAN DALAM AL QUR'AN

 من هذا النحو فهذا سبيله وإذ وإذا حرفا توقيت إلا أن إذ للماضي وإذا للمستقبل وقد يوضع أحدهما موضع الآخر قال المبرد : إذا جاء ( إذ ) مع المستقبل كان معناه ماضيا كقوله تعالى " وإذ يمكر بك الذين " ( 30 - الأنفال ) يريد وإذ مكروا وإذا جاء ( إذا ) مع الماضي كان معناه مستقبلا
ADAPUN CONTOH AYAT AYAT SERUPA MAKNANYA DENGAN INI ADALAH SEBAGAI BERIKUT...
وإذ / وإذا =
Adalah Katabantu(Huruf) Yang Menerangkan Akan Waktu (Tauqiet)

Hanya saja Kata "Idz" mengandung Makna Waktu {Lampau/Telah Lalu}

Adapun (Idza) Untuk Menerangkan Bentuk Kerja Yg {Mustaqbal/Kerja Yg Akan terjadi}
Dan Terkadang Salahsatu  Dari Kedua Huruf Ini Memiliki Makna Lain

CONTOH: SEBAGAIMANA YG DI KATAKAN OLEH AL MUBRID:
إذا جاء
"Idz " Mustaqbal  Dengan Maksud Madhi Sebagai mana firman Allah SWT :

(وإذ يمكر بك الذين)
{Dan Ingatlah KETIKA Orang Orang Hendak Berbuat makar terhadap Engkau}

Al Anfal:30_____ Makna yang diinginkan adalah
يريد وإذ مكروا وإذا جاء

Ingatlah Bahwa Mereka Akan Berbuat makar, Dan Apabila Telah Datang.

Disini Kata
(إذا)
Bentu Madhi Dengan Makna Mustaqbal.

كقوله‌‌‌ : فإذا جاءت الطامة " ( 34 - النازعات ) "
Seperti firman Allah Dalam surat An_Nazi'at:34
فإذا جاءت الطامة الكبرى
Maka apabila Malapetaka BESAR TELAH DAATANG
 إذا جاء نصر الله " ( 1 - النصر )
APABILA TELAH DATANG PERTOLONGAN ALLAH
أي يجيء
= YAKNI AKAN DATANG


 ( للملائكة )

 جمع ملك وأصله مألك من المألكة والألوكة والألوك وهي الرسالة فقلبت فقيل ملأك ثم حذفت الهمزة طلبا للخفة لكثرة استعماله ونقلت حركتها إلى اللام فقيل ملك .
(Kepada Para Malaikat)
Bentuk Jamak Dari Malakun" ملكٌ"

Yg Bentuk Aslinya kata Itu "Ma-alakun Dari Yg Sebelumnya Adalah Al Mala-alakatu Dan Al aluukatu Dan Al Aluuka Yaitu Ar Risaalah Yg Kemudian Di Ubah , Dikatakan Menjadi Mala-aka , Kemudian Di hilangkan Huruf Hamzah: Dengan tujuan UNTUK MERINGANKAN PENGUCAPAN NYA , KARENA SEBAB TERLALU SERING DI GUNAKAN,DAN kemudian di Nukil harokatnya kepada Huruf LAM..

Maka Jadilah Malakun(مَلَكٌ).


 وأراد بهم الملائكة الذين كانوا في الأرض
Dan Mereka Para malaikat Itu Bermaksud , Atau Menginginkan Orang Orang Yang Dahulu Ada di bumi

وذلك أن الله تعالى خلق السماء والأرض وخلق الملائكة والجن فأسكن الملائكة السماء وأسكن الجن الأرض فغبروا فعبدوا دهرا طويلا في الأرض ثم ظهر فيهم الحسد والبغي فأفسدوا وقتلوا
Dan demikian bahwasanya Allah ta'ala telah menciptakan langit dan bumi dan menciptakan para malaikat dan Jin yang kemudian menempatkan mereka para malaikat itu di langit dan menempatkan jin di bumi maka merekapun untuk beribadah sepanjang waktu di bumi kemudian terlihat jelas di antara mereka kedengkian dan kesombongan lalu mereka berbuat kerusakan dan saling membunuh.

فبعث الله إليهم جندا من الملائكة
Maka Allah pun mengutus para tentara dari para malaikat.
يقال لهم الجن وهم خزان الجنان
Dikatakan kepada mereka para jin, sedang mereka dalam keadaan bersedih dan bahkan gila
 اشتق لهم من الجنة رأسهم إبليس
Maka iblis itu adalah jin Yg Di Keluarkan Dari Surga
 وكان رئيسهم ومرشدهم وأكثرهم علما فهبطوا إلى الأرض فطردوا الجن إلى شعوب الجبال
Dan Adalah iblis itu Yg Memimpin dan mengepalai mereka Sebsb iblis lah yg paling berpengetahuan kala itu Dan ialah yg menjadi sebab jin jin itu di buang Di Lembah lembah Gunung .
____________________________________
 ( وبطون الأودية )
Dan Di Tempat kan Di Perut perut Lembah.
 وجزائر البحور
Dan Di Tempat kan Di Dasar Laut

وسكنوا الأرض
Dan Ada Pula Yang Di Beri Tempat Tinggal Di Atas Bumi
 وخفف الله عنهم العبادة
Dan Kemudian Allah Ringan kan Bagi Mereka (Para Jin Jin Itu) Untuk Beribadah Kepada-Nya
 فأعطى الله إبليس ملك الأرض وملك السماء الدنيا وخزانة الجنة وكان يعبد الله تارة في الأرض وتارة في السماء وتارة في الجنة فدخله العجب
Lalu Allah SWT memberikan bagi Iblis ,Satu Malaikat Dari Bumi,satu malaikat di Langit Dunia (Langit Pertama Dunia),Dan MALAIKAT Penjaga Surga, Dan Adalah Ia Tetap Taat Beribadah KEPADA ALLAH YANG SESEKALI BERIBADAH DI BUMI, SESEKALI BERIBADAH DI LANGIT ,DAN SESEKALI BERIBADAH DI SURGA SAMPAI SIFAT Sombong Merasuki Dirinya.
ففي نفسه ما أعطاني الله هذا الملك إلا لأني أكرم الملائكة عليه فقال الله تعالى له ولجنده : ( إني جاعل ) خالق . ( في الأرض خليفة ) أي بدلا منكم ورافعكم إلي فكرهوا ذلك لأنهم كانوا أهون الملائكة عبادة
Ia Berbisik Pada Dirinya, Tidak lah Allah Memberikan Kepada Ku Kekuasaan Ini, Melainkan Aku Lebih Mulia Daripada Para Malaikat. Maka Allah Berfirman Kepada nya (Azazil) Dan Seluruh Tentara Nya(SESUNGGUHNYA AKU INGIN MENJADI KAN) =خالقٌ: Menciptakan
(Di Bumi Seorang KHOLIFAH) Maksudnya: Menciptakan Suatu Makhluk Yg Akan Menjadi Pengganti Kalian ,Dan Mengangkat Kedudukan Kalian Terhadap Ku,Maka Merekapun Merasa Takut Akan Demikian Itu , Sebab Para Malaikat Itu Merasa Lebih Baik Dalam Beribadah Kepada-Nya.
___________________________________
والمراد بالخليفة هاهنا آدم سماه خليفة لأنه خلف الجن أي جاء بعدهم وقيل لأنه يخلفه غيره والصحيح أنه خليفة الله في أرضه لإقامة أحكامه وتنفيذ وصاياه ( قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها ) بالمعاصي . ( ويسفك الدماء ) بغير حق أي كما فعل بنو الجان فقاسوا الشاهد على الغائب وإلا فهم ما كانوا يعلمون الغيب ( ونحن نسبح بحمدك ) قال الحسن : نقول سبحان الله وبحمده وهو صلاة الخلق وصلاة البهائم وغيرهما ( سوى الآدميين وعليها يرزقون .

Yang Di yang dimaksud dengan Khalifah dalam ayat ini adalah Adam alaihissalam Iya Allah Subhanahu Wa Ta'ala menyebutnya sebagai khalifah karena ia menggantikan posisi jin yakni Iya Adam alaihissalam datang setelahnya dan dikatakan pula bahwa Iya Adam alaihissalam menggantikan posisi yang lainnya (dalam mengemban amanah Allah SWT, yaitu memakmurkan bumi) dan yang lebih benar adalah dari maksud ayat ini ini bahwa sesungguhnya nya Ia (Adam Alaihissalam) adalah pengganti Allah Subhanahu Wa Ta'ala di muka bumi untuk menegakkan hukumnya dan menjalankan wasiat-wasiat -Nya.
(Mereka Para Malaikat  berkata: akankah engkau akan menjadikan Orang Yang Akan Berbuat kerusakan  di dalamnya)=Dengan Kemaksiatan
(dan menumpahkan darah)=menumpahkan darah bukan dengan jalan yang dibenarkan sebagaimana yang telah dilakukan oleh keturunan jin maka merekapun membuat persaksian tentang sesuatu yang tidak Mereka ketahui dan mereka sama sekali tidak akan mengetahui apapun dari yang ghaib itu(sedangkan kami selalu bertasbih dan memuji keagungan-mu)=Al Hasan berkata: yang dimaksud dengan bertasbih dan memuji disini ialah: "Ungkapan" Subhanallah Wabihamdih,Ini Adalah tata cara ibadah Jagad Raya Dan Hewan Hewan di muka bumi selain Adam Dan Seluruh Keturunan nya. Yang dengan bentuk peribadahan itulah mereka diberi Rizki.

أخبرنا إسماعيل بن عبد القاهر أنا عبد الغافر بن محمد أنا محمد بن عيسى أنا إبراهيم بن محمد بن سفيان أنا مسلم بن الحجاج أنا زهير بن حرب أنا حبان بن هلال أنا وهيب أنا سعيد الجريري عن أبي
 عبد الله الجسري

Telah mengabarkan kepadaku Ismail bin Abdul Qodir, saya Abdul ghofir bin Muhammad, saya Muhammad bin Isa saya Ibrahim bin Muhammad bin Sufyan, Saya muslim Bin al-hajjaj saya Zuhair bin Harb, saya hiban bin hilal saya Wahhaib, saya said Al jariri dari Abi Abdillah Al Jusriy
 عن عبادة بن الصامت عن أبي ذر أن رسول الله
صلى الله عليه وسلم سئل أي الكلام أفضل قال ما اصطفى الله لملائكته أو لعباده سبحان الله وبحمده وقيل ونحن نصلي بأمرك
Dari ubadah Bin shamit dari Abu Dzar bahwasannya Rasulullah shallallahu Alaihi Wasallam pernah ditanya berkenaan dengan ucapan yang paling utama maka Rasulullah shallallahu Alaihi Wasallam menjawab Adapun ucapan yang dipilih oleh Allah subhanahu wa ta'ala yang diperuntukkan untuk para malaikatnya dan hambanya untuk senantiasa diucapkan ialah Subhanallah wabihamdih dan dikatakan pula kami senantiasa bersholawat berdasarkan perintahmu.

، قال ابن عباس : كل ما في القرآن من التسبيح فالمراد منه الصلاة ( ونقدس لك ) أي نثني عليك بالقدس والطهارة وقيل ونطهر أنفسنا لطاعتك وقيل وننزهك
Ibnu Abbas berkata segala apapun yang ada di dalam al-quran adalah termasuk tasbih, maka yang dimaksud dengan salat di sini adalah
(Dan Kami Selalu Mensucikan Nama-Mu) Yakni: Kami Menyanjung Engkau Dengan Kesucian Dan Kebersihan,Dan Dikatakan Pula MAKNANYA Adalah,Kami Mensucikan Dirikami Dengan Cara Mentaati Engkau,Dan Dikatakan Pula Maksud nya Adalah Membersihkan Engkau (Dari Segala Bentuk Perserikatan)
. واللام صلة وقيل لم يكن هذا من الملائكة على طريق الاعتراض والعجب بالعمل بل على سبيل التعجب وطلب وجه الحكمة فيه

Dan (Lam Shilah"Penghubung antara Satu Kata Kepada Kata Yg Lainnya) di dalam Ayat Ini, MAKNANYA Dikatakan Bahwa ;"Kata Tersebut Bukan Terkait Ucapan Para Malaikat Itu, Berdasarkan Terkait Pengutaraan Pendapat Mereka Dan kesombongan Atas Amal Yg Telah Mereka Lakukan,Akan Tetapi Kalimat Itu Adalah Merupakan Bentuk Rasa Takjubnya Para Malaikat Itu,Dan Dengan nya (Pencipta-an Kholifah Adam) Mereka Berharap Mendapat Titik Terang Dan Suatu Hikmah Di Dalam Pencipta-an Kholifah

 قال ) الله)

(Berkata) Allah SWT


( إني أعلم ما لا تعلمون )


 المصلحة فيه ،( وقيل إني أعلم أن في ذريته من يطيعني ويعبدني من الأنبياء والأولياء والعلماء وقيل إني أعلم أن فيكم من يعصيني وهو إبليس وقيل إني أعلم أنهم يذنبون
وأناأغفر لهم

(Inni A'alamu Maa Laa Ta'lamuun) {Sesungguhnya Aku Lebih Mengetahui Apa Yang Tidak Kamu Ketahui} Tentang Kemashlahatan Terkait Pencipta-an Kholifah Adam, (Dan Dikatakan, Sesungguhnya Aku} Maksudnya Lebih Mengetahui Siapa Saja Yg Akan Mentaati ,Dan menyembah Ku Dari Dari Keturunan nya,Dari Para Nabi Dan Para Wali,Dan Para Ulama, Dan Dikatakan Pula BahwaSesungguhnya aku lebih mengetahui siapa yang Bermaksiat Dialah Iblis Dan di Katakan Pula Aku Lebih Mengetahui Siapa Yang Melakukan Dosa antara diantara Hamba Hamba Ku,Dan Akupun Mengampuni Bagi Mereka 



قرأ أهل الحجاز والبصرة إني أعلم بفتح الياء وكذلك كل ياء إضافة استقبلها ألف مفتوحة إلا في مواضع معدودة ويفتحون في بعض المواضع عند الألف المضمومة والمكسورة ( وعند غير الألف ) وبين القراء في تفصيله اختلاف..


تفسير البغوى ،سورة البقرة:٣٠

Ahlu Hijaz Dan Bashroh Membaca  إني أعلم Dengan Meng-Fathah-Kan "YA" ,Dan Demikian Juga Pada Setiap "YA IDHOFAH"  YANG MENERIMA ALIF YG BERHAROKAT FATHAH , KECUALI PADA TEMPAT YANG JUMLAH NYA CUKUP BANYAK,DAN MEMBERIKAN PELUANG MAKNA DI BERBAGAI TEMPAT DAN KONDISI SUATU KALIMAT, YANG TERHUBUNG DENGAN ALIF ,DHOMMAH ATAU.PUN KASROH(Dan "Ya" yang Terletak pada Selain Huruf Alif). adapun
Keterangan nya Menurut Ahli Qiro'ah  Dalam Menjelaskan nya Berbeda beda Atau Dengan Kata Lain Masih Ada Yg Berbeda Pendapat Tentang Hal itu.

Rabu, 09 Oktober 2019

Sabar Dan Ikhlas dalam Syariat Islam

Aku Berharap Dan Berdo'a Ummat Islam Segera Bersatu Dalam Satu Jama'ah Al Khilafah.


  1. Pentingnya Sabar dan Ikhlas dalam Hidup menurut al-quran dan hadits

Sabar dan ikhlas di rangkum menurut al-quran dan haditsSeluruh kata yang terdapat dalam kamus Islam, jika maknanya diambil dari al-Qur`an maka kita akan bisa memahami makna tersebut secara mendalam, yang dapat membantu kita dalam memahami Islam pada seluruh aspeknya, karena al-Qur`an adalah ajaran Islam itu sendiri.





Kata ikhlas -dalam tinjauan etimonologi- banyak sekali terdapat dalam al-Qur`an, di antaranya:


    Khaalish, yaitu bersih dan tidak dicampuri noda apapun. Seperti dalam firman Allah, “Ingatlah, hanya kepunyaaan Allah-lah agama yang bersih.” (QS. Az-Zumar [39]: 3)




    Khalashuu, yaitu memproteksi diri. Seperti dalam firman Allah, “Maka tatkala mereka berputus asa dari (putusan) Yusuf, mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik.” (QS. Yûsuf [12]: 80)




    Khaalishah, yaitu khusus untukmu, sebagaimana dalam firman Allah, “Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat.” (QS. Shâd [38]: 46)




    Mukhlishan, yaitu orang yang ikhlas memperjuangkan agamanya hanya untuk Allah semata, dan tidak ada cela sedikit pun. Kadangkala kata mukhlishan dipadukan dengan kata mukhlishin. Seperti dalam firman Allah, “Katakanlah, ‘Hanya Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku.’” (QS. Az-Zumar [39]: 14); 


“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama.’” (QS. Az-Zumar [39]: 11)



    Mukhlashan, kadangkala kata ini dipadukan dengan kata mukhalashin. Seperti dalam firman Allah, “Sesungguhnya dia adalah orang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi.” (QS. Maryam [19]: 51)

Setiap kata ikhlas dalam al-Qur`an pasti mengandung salah satu makna di atas.
Hakikat ikhlas -seperti yang akan kami bahas nanti- adalah berlepas diri dari segala sesuatu selain Allah Swt. Apabila kata ikhlas dihubungkan dengan kaum muslimin, maka mengandung makna bahwa mereka berlepas diri dari klaim Yahudi tentang tasybih (penyerupaan Uzair dengan Allah) dan klaim Nasrani tentang tatliist (trinitas).

Agar kami bisa memperjelas makna ikhlas seperti yang terdapat dalam al-Qur`an, maka kami akan memaparkan beberapa ayat al-Qur`an yang menyinggung kata ikhlas.

Pertama: Allah berfirman, “Katakanlah, ‘Tuhanku menyuruhku menjalankan keadilan.’ Dan (katakanlah), ‘Luruskanlah wajah kalian di setiap shalat dan sembahlah dengan mengikhlaskan ketaatan kalian kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kami pada permulaan (demikian pulalah) kalian akan kembali kepada-Nya).’” (QS. Al-A’râf [7]: 29)

Kata “al-Qisth” dalam ayat di atas berarti konsisten dan bijaksana. Makna ayat tersebut adalah, Allah memerintahkan kalian untuk beribadah hanya kepada-Nya di setiap waktu dan tempat. “Mengikhlaskan ketaatan kalian kepada-Nya.” Maksudnya, hendaknya kalian mengkihlaskan ketaatan kalian untuk mengharapkan keridhaan Allah.

Ibadah kepada Allah tidak dianggap benar kecuali sesuai dengan apa yang datang dari sisi Allah melalui sabda Nabi-Nya Rasulullah Saw., dan harus bersih dari segala bentuk penyekutuan.

Kedua: Allah Swt. berfirman, “Dan mereka yakin bahwa mereka telah (terkepung) bahaya, maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata), ‘Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.’” (QS. Yûnus [10]: 22)

Maksudnya tidak menyekutukan Allah dengan apapun. Karena saat itu mereka tidak berdoa kepada selain Allah seraya berkata, “Jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur,” yang tidak menyekutukan-Mu dengan siapa pun.

Ketiga:Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (al-Qur`an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih.” (QS. Az-Zumar [39]: 1-2)

Yakni Kami bersihkan agama ini dari syirik dan riya dengan tauhid dan mensucikan rahasia. Ajaklah manusia untuk melakukan hal itu dan beritahukanlah kepada mereka, bahwa ibadah tidak layak dipersembahkan kecuali kepada Allah. Tiada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu Allah berfirman, “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih,” yakni, Allah tidak menerima amal seseorang kecuali jika amal itu dipersembahkan hanya kepada-Nya. Tiada sekutu bagi-Nya.

Qatadah berkata, “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih.” Yakni kalimat syahadat, tiada Tuhan selain Allah.

Keempat:Allah Swt. berfirman, “Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).” (QS. Ghâfir [40]: 14)

Maksudnya, murnikanlah ibadah dan doa kepada Allah Swt. serta jauhilah perilaku dan aliran orang-orang musyrik.

Kelima:Allah Swt. berfirman, “Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (QS. Ghâfir [40]: 56)

Maksudnya, Dialah Dzat Yang Mahahidup selama-lamanya. Dialah Yang pertama dan Yang terakhir, Yang zahir dan Yang batin. “Tiada Tuhan selain Allah,” maksudnya tiada yang sanggup menandingi dan menyukutukan Allah. “Maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadah kepada-Nya,” maksudnya mengesakan Allah seraya berikrar bahwa tiada Tuhan selain Allah. “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

Ibnu Jarir ath-Thabari berkata, “Ada sekelompok kaum intelektual menyuruh orang yang berkata, “Tiada Tuhan selain Allah,” untuk mengiringinya dengan ucapan, “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” Sebagai manifestasi pengimplimentasian ayat di atas.

Keenam: Allah Swt. berfirman, “Maka apabila mereka naik kapal mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah). Agar mereka mengingkari nikmat yang telah Kami berikan kepada mereka dan agar mereka (hidup) bersenang-senang (dalam kekafiran). Kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatannya itu).” (QS. Al-‘Ankabût [29]: 65-66)

Menurut mufassirin (para ahli tafsir), yang dimaksud dengan ayat “Mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya,” adalah mereka tampak seperti orang yang memurnikan agama karena Allah semata, dia itu termasuk bagian dari orang-orang mukmin yang aktivitasnya hanya mengingat Allah, dan dia tidak pernah memohon kepada selain Allah. “Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat,” dan Allah menempatkan mereka di daratan, dengan seketika mereka beriman kepada Allah setelah mereka dihantui rasa takut yang amat sangat. “Tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” Yakni kembali melakukan kesyirikan. “Agar mereka mengingkari nikmat yang Kami berikan dan agar mereka (hidup) bersenang-senang dalam (kekafiran),” Yakni kembali kepada kekufuran dan mengingkari nikmat berupa keselamatan, yang semata-mata hanya untuk mendapatkan kesenangan dan kelezatan. Berbeda dengan keadaan orang-orang mukmin yang mensyukuri nikmat Allah, ketika diberikan keselamatan maka mereka jadikan nikmat itu sebagai pemacu untuk meningkatkan ketaatannya.

Ketujuh: Allah Swt. berfirman, “Katakanlah, ‘Apakah kalian memperdebatkan dengan Kami tentang Allah, padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian; bagi kami amalan kami, bagi kalian amalan kalian dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.'” (QS. Al-Baqarah [2]: 139)

Maksudnya, apakah kalian akan mendebat kami tentang Allah dan tentang terpilihnya Nabi dari Arab yang bukan dari golongan kalian, seraya kalian berkata, “Jika Allah menurunkan (wahyu) kepada seseorang, niscaya Dia juga menurunkan wahyu kepada kami.” Dia melihat bahwa kalian lebih berhak menyandang kenabian daripada kami. “Padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kalian.” Kita sama-sama hamba-Nya, Dia adalah Tuhan kita. Dia mencurahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada siapa saja yang Dia kehendaki. “Bagi kami amalan kami, bagi kalian amalan kalian.” Maksudnya, amal itu merupakan asas daripada perintah. Jika kalian memiliki amalan, kami juga demikian. “Dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati.” Yakni kami hanya mengesakan dan beriman kepada Allah, sedang kalian menyekutukan-Nya. Orang-orang yang ikhlas lebih patut mendapat kemuliaan dan lebih berhak mendapat cap kenabian daripada yang lainnya.

Kedelapan: Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (di tempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolong pun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itulah adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (QS. An-Nisâ` [4]: 146-147)

Maksudnya, orang-orang munafik akan mendapatkan balasan atas kekafiran mereka yang busuk pada hari kiamat kelak. Mereka akan di tempatkan di bagian bawah Neraka Jahannam. Tidak ada seorang pun yang bisa menyelamatkan mereka, dan tidak ada yang sanggup mengeluarkan mereka dari azab yang pedih. Namun demikian, barangsiapa yang bertaubat ketika berada di dunia, niscaya Allah akan menerima taubat dan penyesalannya, selama taubat yang dia lakukan benar-benar ikhlas dan dia memperbaiki amalnya. “Berpegang teguh kepada Allah dalam semua urusannya.” Yakni, mereka mengubah sikap riya menjadi sikap ikhlas sehingga dicatat sebagai amal shaleh, meskipun hanya sedikit.

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Mu’az bin Jabal r.a., dia berkata, “Bahwa Rasulullah pernah bersabda, ‘Hendaknya kamu tulus ikhlas dalam mengerjakan agamamu. Itu sudah cukup bagimu meskipun hanya sedikit.'”

Ada juga lafadz ikhlas dalam al-Qur`an yang tidak menggunakan kata ikhlas, akan tetapi mempunyai makna ikhlas. Yang demikian itu banyak terdapat dalam al-Qur`an. Di antaranya yang tercantum di berbagai surat berikut ini:

    Surat Al-An’aam [6]: 163
    Surat Al-Israa` [17]: 111
    Surat Al-Furqaan [25]: 2
    Surat An-Nisaa` [4]: 125
    Surat Al-Kahfi [18]: 125

Dan surat-surat yang lainnya dalam al-Qur`an.

Semua ayat-ayat dalam al-Qur`an yang menyinggung kata ikhlas, maka itulah yang akan dijadikan acuan oleh kita dalam menjelaskan pengertian ikhlas serta menjabarkannya sedetail mungkin. Ayat-ayat tersebut yang akan memberikan pemahaman yang tepat, seperti yang diinginkan oleh Islam terhadap lafadz dan musytaq kalimat ikhlas, sebagaimana yang telah saya paparkan di atas.

Sumber: Ruknul Ikhlas: Fii Majaalaati al-‘Amaal al-Islaami, karya Dr. Ali Abdul Halim Mahmud. Diterjemahkan oleh Hidayatullah dan Imam (Kuwais).


Pentingnya Ikhlas dan sabar

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji kalian; siapakah di antara kalian orang yang terbaik amalnya.” (QS. al-Mulk : 2).


al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah menafsirkan makna ‘yang terbaik amalnya’ yaitu ‘yang paling ikhlas dan paling benar’. Apabila amal itu ikhlas namun tidak benar, maka tidak akan diterima. Begitu pula apabila benar tapi tidak ikhlas, maka juga tidak diterima. Ikhlas yaitu apabila dikerjakan karena Allah. Benar yaitu apabila di atas sunnah/tuntunan (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyat al-Auliya’ [8/95] sebagaimana dinukil dalam Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al-A’mal, hal. 50. Lihat pula Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)


Pada suatu saat sampai berita kepada Abu Bakar tentang pujian orang-orang terhadap dirinya. Maka beliau pun berdoa kepada Allah, ”Ya Allah. Engkau lah yang lebih mengetahui diriku daripada aku sendiri. Dan aku lebih mengetahui diriku daripada mereka. Oleh sebab itu ya Allah, jadikanlah aku lebih baik daripada yang mereka kira. Dan janganlah Kau siksa aku karena akibat ucapan mereka. Dan ampunilah aku dengan kasih sayang-Mu atas segala sesuatu yang tidak mereka ketahui.” (Kitab Az Zuhd Nu’aim bin Hamad, dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 119)


Mutharrif bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Baiknya hati dengan baiknya amalan, sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat.” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19).

Ibnu al-Mubarak rahimahullah mengatakan, “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)


Seorang ulama yang mulia dan sangat wara’ (berhati-hati) Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata, ”Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih sulit daripada niatku.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 19)


Pada suatu ketika sampai berita kepada Imam Ahmad bahwa orang-orang mendoakan kebaikan untuknya, maka beliau berkata, ”Semoga saja, ini bukanlah bentuk istidraj (yang membuatku lupa diri).” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)


Begitu pula ketika salah seorang muridnya mengabarkan pujian orang-orang kepada beliau, maka Imam Ahmad mengatakan kepada si murid, ”Wahai Abu Bakar. Apabila seseorang telah mengenali hakikat dirinya sendiri maka ucapan orang tidak akan berguna baginya.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)


Ad Daruquthni rahimahullah mengatakan, ”Pada awalnya kami menuntut ilmu bukan semata-mata karena Allah, akan tetapi ternyata ilmu enggan sehingga menyeret kami untuk ikhlas dalam belajar karena Allah.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)


Asy Syathibi rahimahullah mengatakan, ”Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati orang-orang salih adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri.” (Al I’tisham, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)


Di dalam biografi Ayyub As Sikhtiyani disebutkan oleh Syu’bah bahwa Ayyub mengatakan, ”Aku sering disebut orang, namun aku tidak senang disebut-sebut.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)


Seorang ulama mengatakan, ”Orang yang benar-benar berakal adalah yang mengenali hakikat dirinya sendiri serta tidak terpedaya oleh pujian orang-orang yang tidak mengerti hakikat dirinya” (Dzail Thabaqat Hanabilah, dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 118)


Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, ”Tahun ibarat sebatang pohon sedangkan bulan-bulan adalah cabang-cabangnya, jam-jam adalah daun-daunnya dan hembusan nafas adalah buah-buahannya. Barang siapa yang pohonnya tumbuh di atas kemaksiatan maka buah yang dihasilkannya adalah hanzhal (buah yang pahit dan tidak enak dipandang, pent) sedangkan masa untuk memanen itu semua adalah ketika datangnya Yaumul Ma’aad (kari kiamat). Ketika dipanen barulah akan tampak dengan jelas buah yang manis dengan buah yang pahit. Ikhlas dan tauhid adalah ‘sebatang pohon’ di dalam hati yang cabang-cabangnya adalah amal-amal sedangkan buah-buahannya adalah baiknya kehidupan dunia dan surga yang penuh dengan kenikmatan di akherat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan tidak terlarang untuk dipetik maka buah dari tauhid dan keikhlasan di dunia pun seperti itu. Adapun syirik, kedustaan, dan riya’ adalah pohon yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia adalah berupa rasa takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya hati, dan buahnya di akherat nanti adalah berupa buah Zaqqum dan siksaan yang terus menerus. Allah telah menceritakan kedua macam pohon ini di dalam surat Ibrahim.” (Al Fawa’id, hal. 158).


Syaikh Prof. Dr. Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan, “Ikhlas dalam beramal karena Allah ta’ala merupakan rukun paling mendasar bagi setiap amal salih. Ia merupakan pondasi yang melandasi keabsahan dan diterimanya amal di sisi Allah ta’ala, sebagaimana halnya mutaba’ah (mengikuti tuntunan) dalam melakukan amal merupakan rukun kedua untuk semua amal salih yang diterima di sisi Allah.” (Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al-A’mal, hal. 49)
  
baca juga :
semoga bermanfaat artikel Pentingnya Sabar dan Ikhlas dalam Hidup menurut al-quran dan hadits

Adab Penuntut Ilmu Dalam Islam

Aku Berharap Dan Berdo'a Ummat Islam Segera Bersatu Dalam Satu Jama'ah Al Khilafah.

Dapat Dari Blog Sebelah
Makna adab
Adab secara bahasa artinya menerapakan akhlak mulia. Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar menyebutkan:
وَالْأَدَبُ اسْتِعْمَالُ مَا يُحْمَدُ قَوْلًا وَفِعْلًا وَعَبَّرَ بَعْضُهُمْ عَنْهُ بِأَنَّهُ الْأَخْذُ بِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ
“Al adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinsikan, adab adalah menerapkan akhlak-akhlak yang mulia” (Fathul Bari, 10/400).
Dalil wajibnya menerapkan adab dalam menuntut ilmu
Dalil-dalil dalam bab ini ada mencakup:
1. Dalil-dalil tentang perintah untuk berakhlak mulia
Diantaranya:
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أكملُ المؤمنين إيمانًا أحسنُهم خُلقًا
“Kaum Mu’minin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya” (HR. Tirmidzi no. 1162, ia berkata: “hasan shahih”).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إنَّما بعثتُ لأتمِّمَ مَكارِمَ الأخلاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR. Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, no. 45).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إنَّ أثقَلَ ما وُضِع في ميزانِ المؤمِنِ يومَ القيامةِ خُلُقٌ حسَنٌ وإنَّ اللهَ يُبغِضُ الفاحشَ البذيءَ
“Sesungguhnya perkara yang lebih berat di timbangan amal bagi seorang Mu’min adalah akhlak yang baik. Dan Allah tidak menyukai orang yang berbicara keji dan kotor” (HR. At Tirmidzi no. 2002, ia berkata: “hasan shahih”).
2. Dalil-dalil tentang perintah untuk memuliakan ilmu dan ulama
Diantaranya:
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ
“Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya” (QS. Al Hajj: 30).
Allah Ta’ala berfirman:
وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS. Al Hajj: 32).
Allah Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” (QS. Al Ahzab: 58).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إنَّ اللهَ قال : من عادَى لي وليًّا فقد آذنتُه بالحربِ
“Sesungguhnya Allah berfirman: barangsiapa yang menentang wali-Ku, ia telah menyatakan perang terhadap-Ku” (HR. Bukhari no. 6502).
Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan:
إن لم يكن الفقهاء العاملون أولياء الله فليس لله ولي
“Jika para fuqaha (ulama) yang mengamalkan ilmu mereka tidak disebut wali Allah, maka Allah tidak punya wali” (diriwayatkan Al Baihaqi dalam Manaqib Asy Syafi’i, dinukil dari Al Mu’lim hal. 21).
Urgensi adab penuntut ilmu
1. Adab dalam menuntut ilmu adalah sebab yang menolong mendapatkan ilmu
Abu Zakariya An Anbari rahimahullah mengatakan:
علم بلا أدب كنار بلا حطب، و أدب بلا علم كروح بلا جسد
“Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh” (Adabul Imla’ wal Istimla’ [2], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [10]).
Yusuf bin Al Husain rahimahullah mengatakan:
بالأدب تفهم العلم
“Dengan adab, engkau akan memahami ilmu” (Iqtidhaul Ilmi Al ‘Amal [31], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [17]).
Sehingga belajar ada sangat penting bagi orang yang mau menuntut ilmu syar’i. Oleh karena itulah Imam Malik rahimahullah mengatakan:
تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم
“Belajarlah adab sebelum belajar ilmu” (Hilyatul Auliya [6/330], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [17])
2. Adab dalam menuntut ilmu adalah sebab yang menolong berkahnya ilmu
Dengan adab dalam menuntut ilmu, maka ilmu menjadi berkah, yaitu ilmu terus bertambah dan mendatangkan manfaat.
Imam Al Ajurri rahimahullah setelah menjelaskan beberapa adab penuntut ilmu beliau mengatakan:
حتى يتعلم ما يزداد به عند الله فهما في دينه
“(hendaknya amalkan semua adab ini) hingga Allah menambahkan kepadanya pemahaman tentang agamanya” (Akhlaqul Ulama [45], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [12]).
3. Adab merupakan ilmu dan amal
Adab dalam menuntut ilmu merupakan bagian dari ilmu, karena bersumber dari dalil-dalil. Dan para ulama juga membuat kitab-kitab dan bab tersendiri tentang adab menuntut ilmu. Adab dalam menuntut ilmu juga sesuatu yang mesti diamalkan tidak hanya diilmui. Sehingga perkara ini mencakup ilmu dan amal.
Oleh karena itu Al Laits bin Sa’ad rahimahullah mengatakan:
أنتم إلى يسير الأدب احوج منكم إلى كثير من العلم
“Kalian lebih membutuhkan adab yang sedikit, dari pada ilmu yang banyak” (Syarafu Ash-habil Hadits [122], dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi [17]).
4. Adab terhadap ilmu merupakan adab kepada Allah dan Rasul-Nya
Sebagaimana dalil-dalil tentang memuliakan ilmu dan ulama yang telah kami sebutkan.
5. Adab yang baik merupakan tanda diterimanya amalan
Seorang yang beradab ketika menuntut ilmu, bisa jadi ini merupakan tanda amalan ia menuntut ilmu diterima oleh Allah dan mendapatkan keberkahan. Sebagian salaf mengatakan:
الأدب في العمل علامة قبول العمل
“Adab dalam amalan merupakan tanda diterimanya amalan” (Nudhratun Na’im fi Makarimi Akhlaqir Rasul Al Karim, 2/169).
60 adab penuntut ilmu syar’i
Berikut ini 60 adab-adab bagi penuntut ilmu syar’i yang kami sarikan dari kitab Al Mu’lim fi Adabil Mu’allim wal Muta’allim karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdil Lathif Alu Asy Syaikh rahimahullah.
  1. Mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu. Semata-mata hanya mengharap wajah Allah Ta’ala, bukan tujuan duniawi. Seorang yang menuntut ilmu dengan tujuan duniawi diancam dengan adzab neraka Jahannam.
  2. Hendaknya memiliki percaya diri yang kuat.
  3. Senantiasa menjaga syiar-syiar Islam dan hukum-hukum Islam yang zahir. Seperti shalat berjamaah di masjid, menebarkan salam kepada yang dikenal maupun tidak dikenal, amar ma’ruf nahi mungkar, dan bersabar ketika mendapatkan gangguan dalam dakwah
  4. Berakhlak dengan akhlak yang mulia sebagaimana yang dianjurkan dalam nash-nash syariat. Yaitu hendaknya penuntut ilmu itu: zuhud terhadap dunia, dermawan, berwajah cerah (tidak masam), bisa menahan marah, bisa menahan gangguan dari masyarakat, sabar, menjaga muru’ah, menjauhkan diri dari penghasilan yang rendahan, senantiasa wara, khusyuk, tenang, berwibawa, tawadhu’, sering memberikan makanan, iitsar (mendahulukan orang lain dalam perkara dunia) namun tidak minta didahulukan, bersikap adil, banyak bersyukur, mudah membantu hajat orang lain, mudah memanfaatkan kedudukannya dalam kebaikan, lemah lembut terhadap orang miskin, akrab dengan tetangga
  5. Senantiasa menunjukkan pengaruh rasa takut kepada Allah dalam gerak-geriknya, pakaiannya dan seluruh cara hidupnya
  6. Senantiasa merutinkan adab-adab Islam dalam perkataan dan perbuatan, baik yang nampak maupun tersembunyi. Seperti tilawah Al Qur’an, berdzikir, doa pagi dan petang, ibadah-ibadah sunnah, dan senantiasa memperbanyak shalawat
  7. Membersihkan dirinya dari akhlak-akhlak tercela, seperti: hasad (dengki), riya, ujub (kagum pada diri sendiri), meremehkan orang lain, dendam dan benci, marah bukan karena Allah, berbuat curang, sum’ah (ingin didengar kebaikannya), pelit, bicaranya kotor, sombong enggan menerima kebenaran, tamak, angkuh, merasa tinggi, berlomba-lomba dalam perkara duniawi, mudahanah (diam dan ridha terhadap kemungkaran demi maslahat dunia), menampakkan diri seolah-olah baik di hadapan orang-orang, cinta pujian, buta terhadap aib diri, sibuk mengurusi aib orang lain, fanatik golongan, takut dan harap selain kepada Allah, ghibah, namimah (adu domba), memfitnah orang, berdusta, berkata jorok.
  8. Menjauhkan diri dari segala hal yang rawan mendatangkan tuduhan serta tidak melakukan hal-hal yang menjatuhkan muru’ah.
  9. Zuhud terhadap dunia dan menganggap dunia itu kecil, tidak terlalu bersedih dengan yang luput dari dunia, sederhana dalam makanannya, pakaiannya, perabotannya, rumahnya.
  10. Menjaga jarak dengan para penguasa dan hamba-hamba dunia, dalam rangka menjaga kemuliaan ilmu. Sebagaimana dilakukan para salaf terdahulu. Jika memang ada kebutuhan untuk itu maka hendaknya ketika ada maslahat yang besar disertai niat yang lurus.
  11. Sangat-sangat menjauhkan diri dari perkara-perkara bid’ah, walaupun sudah menjadi kebiasaan mayoritas orang.
  12. Perhatian dan fokus utamanya adalah mendapatkan ilmu yang bermanfaat untuk akhiratnya. Menjauhkan diri dari ilmu yang tidak bermanfaat.
  13. Mempelajari apa saja yang bisa merusak amalan, kemudian menjauhinya.
  14. Makan makanan dengan kadar yang sedikit saja, dari makanan yang halal dan jauh dari syubhat. Ini sangat membantu seseorang untuk memahami agama dengan baik.
  15. Banyaknya makan menyebabkan kantuk, lemah akal, tubuh loyo, dan malas.
  16. Mempersedikit makan makanan yang bisa menyebabkan lemah akal dan memperbanyak makanan yang menguatkan akal seperti susu, mushtoka, kismis dan lainnya.
  17. Mempersedikit waktu tidurnya, selama tidak membahayakan tubuhnya. Hendaknya tidur sehari tidak lebih dari 8 jam. Tidak mengapa penuntut ilmu merelaksasikan jiwa, hati, pikiran dan pandangannya jika merasa lelah (dalam aktifitas belajar) atau merasa lemah untuk melanjutkan. Dengan melakukan refreshing dan rekreasi sehingga ia bisa kembali fit dalam menjalankan aktifitasnya lagi. Namun tidak boleh membuang-buang waktunya untuk itu (liburan).
  18. Senantiasa bersungguh-sungguh untuk menyibukkan diri dengan ilmu, baik dengan membaca, menelaah, menghafal, mengulang pelajaran dan aktifitas lainnya
  19. Aktifitas-aktifitas yang lain dan juga sakit yang ringan, hendaknya tidak membuat seorang penuntut ilmu bolos menghadiri kajian atau lalai dari membaca dan mengulang pelajaran.
  20. Bersungguh-sungguh untuk bersuci dari hadats dan najis ketika menghadiri kajian, badan dan pakaiannya dalam keadaan bersih serta wangi. Menggunakan pakaiannya yang terbaik, dalam rangka untuk mengagungkan ilmu.
  21. Bersungguh-sungguh untuk menjauhkan diri dari sikap minta-minta kepada orang lain walaupun dalam kondisi sulit
  22. Mempersiapkan diri, memikirkan dan merenungkan hal yang ingin disampaikan sebelum diucapkan agar tidak terjatuh dalam kesalahan. Terlebih jika ada orang yang hasad kepadanya atau orang yang memusuhinya yang akan menjadikan ketergelincirannya sebagai senjata.
  23. Tidak bersikap sombong dengan enggan mengambil ilmu dan faidah dari orang yang lebih rendah kedudukannya atau lebih muda usianya atau lebih rendah nasabnya atau kurang populer atau lebih rendah ilmunya dari kita
  24. Tidak malu bertanya tentang masalah yang belum diketahui
  25. Taat kepada kebenaran dan rujuk kepada kebenaran ketika keliru, walaupun yang mengoreksi kita adalah penuntut ilmu pemula
  26. Meninggalkan debat kusir dan adu argumen
  27. Membersihkan hatinya dari kotoran-kotoran hati, agar hatinya bisa menerima ilmu dengan baik
  28. Memanfaatkan dengan baik waktu-waktu senggang dan waktu-waktu ketika badan fit. Juga memanfaatkan dengan baik waktu muda dan otak masih cemerlang.
  29. Memutuskan dan menghilangkan hal-hal yang menyibukkan sehingga lalai dari menuntut ilmu, atau penghalang-penghalang yang membuat menuntut ilmu tidak maksimal
  30. Senantiasa mengedepankan sikap wara (meninggalkan yang haram, makruh dan syubhat) dalam semua hal. Memilih makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal yang dipastikan halalnya.
  31. Mengurangi sikap terlalu banyak bergaul, terutama dengan orang-orang yang banyak main-mainnya dan sedikit seriusnya. Hendaknya ia tidak bergaul kecuali dengan orang-orang yang bisa ia berikan manfaat atau bisa mendapatkan manfaat dari mereka.
  32. Bersikap hilm (tenang) dan anah (hati-hati dalam bersikap) serta senantiasa sabar
  33. Hendaknya senantiasa bersemangat dalam menuntut ilmu dan menjadikan aktifitas menuntut ilmu sebagai rutinitasnya di setiap waktunya, baik ketika tidak safat ataupun ketika safar
  34. Hendaknya memiliki cita-cita yang tinggi untuk akhirat. Tidak hanya puas dengan sesuatu yang sedikit jika masih mampu menggapai yang lebih. Dan tidak menunda-nunda dalam belajar, bersemangat mencari faidah ilmu walaupun sedikit
  35. Tidak berpindah ke kitab yang lain sebelum menyelesaikan dan menguasai kitab yang sedang dipelajari
  36. Tidak mempelajari pelajaran yang belum dimampui. Belajar dari yang sesuai dengan kadar kemampuannya
  37. Selektif dalam memilih guru. Carilah guru yang mapan ilmunya, terjaga wibawanya, dikenal keistiqamahannya, bagus pengajarannya.
  38. Memandang gurunya dengan penuh pemuliaan dan penghormatan
  39. Memahami hak-hak gurunya, senantiasa ingat akan keutamaan gurunya, dan bersikap tawadhu’ di hadapan gurunya
  40. Senantiasa mencari keridhaan gurunya, merendahkan diri ketika ingin mengkritik gurunya, tidak mendahului gurunya dalam berpendapat, mengkonsultasikan semua masalah dengan gurunya, dan tidak keluar dari arahan-arahannya
  41. Memuji ceramah dan jawaban-jawaban gurunya baik ketika ada gurunya atau ketika sedang tidak ada
  42. Menghormati gurunya dengan penuh pengagungan, senantiasa mengikuti arahannya, baik ketia beliau masih hidup ataupun ketika beliau sudah wafat. Senantiasa mendoakan beliau. Dan membantah orang yang meng-ghibah beliau.
  43. Berterima kasih kepada gurunya atas ilmu dan arahannya
  44. Bersabar dengan sikap keras dari gurunya atau terhadap akhlak buruknya. Dan hal-hal ini hendaknya tidak membuatnya berpaling dari belajar ilmu dan akidah yang lurus dari gurunya tersebut.
  45. Bersegera untuk menghadiri majlis ilmu sebelum gurunya hadir
  46. Tidak menghadiri majlis sang guru di luar majelis ilmu yang diampunya, kecuali atas seizin beliau
  47. Hendaknya menemui gurunya dalam keadaan penampilan yang sempurna, hatinya tidak sibuk dengan hal-hal lain, jiwanya lapang, pikiran juga jernih. Bukan ketika sedang mengantuk, sedang marah, sedang lapar, haus atau semisalnya
  48. Tidak meminta gurunya untuk mengajarkan kitab di waktu-waktu yang menyulitkan beliau
  49. Tidak belajar kepada guru di waktu-waktu sang guru sedang sibuk, bosan, sedang kantuk, atau semisalnya yang membuat beliau kesulitan memberikan syarah (penjelasan) yang sempurna
  50. Jika menghadiri majelis ilmu, namun gurunya belum datang, maka tunggulah
  51. Duduk di majelis ilmu dengan penuh ada, penuh tawadhu, dan khusyuk
  52. Duduk di majelis ilmu dalam keadaan tidak bersandar pada tembok atau pada tiang.
  53. Memfokuskan dirinya untuk memandang gurunya dan mendengarkan perkataan gurunya, memikirkannya benar-benar sehingga gurunya tidak perlu mengulangnya.
  54. Tidak menengok ke arah lain kecuali darurat, dan tidak menghiraukan suara-suara lain kecuali darurat. Tidak meluruskan kakinya. Tidak menutup mulutnya. Tidak memangku dagunya. Tidak terlalu banyak menguap. Tidak membunyikan dahaknya sebisa mungkin. Tidak banyak bergerak-gerak, hendaknya berusaha tenang. Jika bersih hendaknya merendahkan suaranya atau menutupnya dengan sapu tangan
  55. Tidak meninggikan suaranya tanpa kebutuhan dan tidak berbicara kecuali darurat. Tidak tertawa-tawa kecuali ketika kagum jika tidak kuat menahan tawa hendaknya tersenyum saja.
  56. Ketika berbicara kepada gurunya hendaknya menghindarkan diri dari gaya bicara yang biasa digunakan kepada orang secara umum
  57. Jika gurunya terpeleset lisannya, atau gurunya menjelaskan perkara yang agak vulgar, jangan menertawakannya atau mencelanya
  58. Tidak mendahului gurunya dalam menjelaskan suatu masalah atau dalam menjawab pertanyaan
  59. Tidak memotong perkataan gurunya atau mendahuluinya dalam berbicara, dalam pembicaraan apapun
  60. Jika ia mendengar gurunya menjelaskan suatu faidah atau suatu pelajaran yang ia sudah ketahui, maka dengarkanlah dengan penuh gembira, belum pernah mengetahuinya sebelumnya
  61. Hendaknya tidak bertanya yang di luar konteks bahasan
    Tidak malu untuk bertanya kepada gurunya atau meminta penjelasan tentang hal yang belum ia pahami
Demikian paparan singkat mengenai adab menuntut ilmu. Semoga Allah Ta’ala memberikan kita hidayah untuk mengamalkannya.
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
Penulis: Yulian Purnama
Artikel: Muslim.or.id

BUKAN NEGARA ISLAM YANG MENJADI TUJUAN, KHILAFAH ADALAH BUKTI PENGAGUNGAN MANUSIA KEPADA ALLAH

BAI'AT UMMAT ISLAM YG BERSEDIA TUNDUK DAN PATUH PADA AL JAMAA'AH KHILAFATUL MUSLIMIN

<< 48:11 Surat Al-Fath Ayat 10 (48:10) 48:9 >>  اِنَّ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْنَكَ اِنَّمَا يُبَايِعُوْنَ اللّٰهَ ۗيَدُ اللّٰهِ فَ...