Jumat, 08 November 2019

Mengapa Musti Muhammad Shalallahu Alaihi wasallam

Aku Berharap Dan Berdo'a Ummat Islam Segera Bersatu Dalam Satu Jama'ah Al Khilafah Bersama Khalifah Nya


Andai dia tak mengasingkan diri di atas gunung, barangkali anda akan mengatakan tak ada pertanda mengenai sesuatu yang tak biasa dalam dirinya. Sumber-sumber paling awal menggambarkan dirinya dengan kesamaran yang menyebalkan bagi sebagian dari kita yang membutuhkan gambaran jelas.

"Dia tidak tinggi, juga tidak pendek," kata sumber-sumber itu.

" Tidak berkulit gelap, juga tidak terang,"

"Tidak kurus, juga tidak gemuk," namun, di sana sini, detail-detail menyeruak; dan ketika itu terjadi, berbagai rincian itu menghadirkan kejutan.

Pastinya,sosok laki-laki yang menghabiskan malam demi malam dalam perenungan Solitaire itu akan menjadi kurus , mirip pertapa.

namun jauh dari sosok yang pucat dan lesu dia justru memiliki pipi bulat kemerahan dan raut wajah yang merah berseri. Dia berbadan tegap , hampir berdada bidang,yang barangkali turut menjelaskan gaya berjalannya yang khas, selalu"sedikit agak membungkuk ke depan seolah dia sedang terburu-buru menuju sesuatu."

Dan dia pastinya memiliki leher yang kaku,karena orang-orang akan mengingat bahwa ketika dia berpaling untuk melihat anda dia memutar seluruh tubuhnya, bukan hanya kepalanya. Satu-satunya hal yang membuat dia termasuk sosok yang tampan dalam pengertian umum adalah raut mukanya: hidung paruh elang yang melengkung sudah sejak lama dianggap sebagai tanda kebangsawanan di timur Tengah.

Di permukaan,anda mungkin menyimpulkan bahwa dia adalah seorang penduduk Mekah biasa. Pada usia 40 tahun putra dari seorang ayah yang belum pernah dia lihat,dia berhasil membuat kehidupan yang jauh lebih baik dari apa yang mungkin dia bayangkan. sang anak yang lahir sebagai orang luar dalam masyarakatnya sendiri itu akhirnya berhasil meraih penerimaan dan mengukir kehidupan yang sejahtera meski semua kendala menghalangi jalannya.


dia hidup nyaman seorang duta niaga yang menikah dengan bahagia dan dihormati oleh rekan-rekannya. Kalaupun dia bukan salah satu orang berpengaruh di kota yang makmur ini,persis Hal itulah yang menjadi alasan mengapa orang-orang mempercayainya untuk mewakili kepentingan mereka. Mereka melihat dirinya sebagai sesosok lelaki yang tidak memiliki kepentingan sendiri untuk diperjuangkan,seorang lelaki yang akan mempertimbangkan Sebuah tawaran atau sebuah perselisihan berdasarkan manfaatnya dan membuat keputusan atas dasar hal itu. Dia telah menemukan ceruk nyaman dalam kehidupannya, dan di usia paruh baya Iya sangat berhak untuk duduk santai dan menikmati kehidupannya yang menanjak menuju kemuliaan. Jadi, Apa yang dia lakukan sendirian di atas sana, di salah satu pegunungan yang mengelilingi kota yang terlelap di bawahnya? Mengapa apa seorang lelaki yang bahagia dengan pernikahannya mengisolasi dirinya sendiri dengan cara seperti ini, merenung sepanjang malam???

Barangkali, ada sebuah petunjuk dalam pakaian yang dia kenakan. Pada saat itu dia pastinya sudah mampu memiliki pakaian sutra berbordir rumit yang lazim digunakan kalangan kaya, tetapi yang dia kenakan adalah pakaian sederhana. Sandal yang dipakainya sudah lusuh, terbuat dari kulit yang disamak dan sudah memudar pucat melebihi kulitnya sendiri. Jubah kasar yang dikenakannya sudah tipis dan hampir koyak jika tidak ditambal dengan cermat,dan cukup sulit untuk melindunginya dari dinginnya malam yang menusuk tulang di tengah gurun pasir. Namun, sesuatu dalam caranya berdiri di lereng pegunungan itu membuat hawa dingin tidak lagi penting. Sedikit condong ke depan sekolah bersandar pada angin, cara berdirinya nampak seperti seseorang yang berjarak dari bumi.


Tentu saja, seseorang dapat melihat dunia dengan cara yang berbeda dari atas sini. Dia dapat menemukan kedamaian dalam keheningan, hanya berteman angin di sela-sela bebatuan,jauh dari segala permusuhan dan desas-desus kehidupan kota dengan segala perselisihan nya memperebutkan uang dan kekuasaan. Di sini,seorang manusia hanyalah sebuah noktah di tengah landscape pegunungan, benaknya beban untuk berfikir dan merenung, dan menyerahkan diri sepenuhnya pada keluasan semesta.


Lihatlah lebih dekat dan anda mungkin mendapati bayangan kesepian di sudut matanya, sesuatu mendekam di sana, jejak dari dirinya yang dulu sebagai orang luar, seolah dia sedang dihantui oleh kesadaran bahwa setiap saat segala sesuatu yang sudah susah payah dan begitu lama dia perjuangkan bisa saja terenggut. anda mungkin melihat kilasan perpaduan yang sama antara kerentanan dan keteguhan dimulutnya, bibir nan penuh yang sedikit terbuka saat dia berbisik pada kegelapan. Dan kemudian mungkin anda akan bertanya mengapa rasa puas saja tidaklah cukup. apakah kenyataan bahwa rasa itu diraihnya dengan usaha yang begitu keras membuatnya tak bisa menerima perasaan itu begitu saja, membuatnya tak pernah tentram akan haknya atas rasa itu???

Namun kalau begitu, apa yang akan membuatnya tenang? Apa yang sedang dia cari? Barangkali, sejenis kedamaian tertentu dalam batinnya? Atau apakah yang dicarinya adalah sesuatu yang lebih___ sebuah kilasan, atau mungkin hanya sebuah isyarat, akan sesuatu yang lebih besar? Satu hal yang pasti: berdasarkan penuturan Muhammad sendiri,dia benar-benar tidak siap menghadapi kebesaran sesuatu yang akan dialami tepat pada malam itu, pada 610 Masehi.

Seorang manusia berjumpa Tuhan: bagi kaum rasionalis, ini bukanlah fakta melainkan fiksi yang dibuat-buat. Jadi,seandainya Muhammad bersikap dengan cara seperti yang biasa kita duga setelah perjumpaan pertamanya di gua Hira akan masuk akal lah jika kita menyebut ceritanya itu demikian: sebuah fabel yang diramu dari keshalehan atau keimanan.

Namun, dia tidak bersikap begitu.

Dia tidak melayang menuruni gunung seolah berjalan di udara. Dia tidak berlari turun sembari berseru "HALELUYA" DAN "TERPUJILAH TUHAN".
DIA TIDAK MEMANCARKAN CAHAYA DAN KEGEMBIRAAN.

Tak ada paduan suara malaikat, tak ada musik surgawi. Tak ada sukacita meluap-luap, tak ada ekstase, tak ada aura keemasan mengitarinya. Tidak ada kesan perihal perannya yang mutlak, sudah ditakdirkan, dan tak bisa disangsikan sebagai utusan Tuhan.

Bahkan keseluruhan Alquran belum seutuhnya diwahyukan, hanya beberapa ayat pendek.  Singkatnya,Muhammad tidak melakukan apapun yang barangkali tampak sangat penting bagi legenda Tentang Seseorang yang baru saja melakukan hal yang mustahil dan menyeberangi perbatasan antara dunia ini Dan Dunia Lain___Tak ada hal yang bisa jadi membuat kita mudah untuk mencerca, untuk menuduh keseluruhan kisahnya itu sebagai sebuah karangan, sebuah samaran untuk menutupi sesuatu yang bersifat duniawi seperti delusi atau ambisi pribadi.

Sebaliknya: dia meyakini bahwa apa yang baru saja dia alami itu tidak mungkin nyata. Paling banter, itu pastilah sebuah halusinasi: tipuan mata atau telinga, atau pikirannya sendiri yang telah mengelabui nya. Paling buruk, itu adalah kerasukan, dan dirinya telah dirasuki oleh sesosok jin jahat, roh gentayangan yang hendak memperdayainya, bahkan hendak merenggut jiwanya. Bahkan, dia begitu yakin bahwa dirinya hanyalah seorang majnun, yang secara harfiah berarti dirasuki jin, sehingga ketika dia mendapati dirinya masih hidup, naluri pertamanya adalah endak membereskan sendiri urusannya,melompat dari tebing tinggi dan melarikan diri dari kengerian yang baru saja di alami dengan mengakhiri seluruh pengalaman hidupnya.

Maka, lelaki yang melarikan diri dari gua Hira itu gemetar bukan dengan sukacita melainkan dengan penuh ketakutan yang purba dan amat sangat. Dia dikuasai bukan oleh keyakinan melainkan oleh kebingungan dan kebimbangan. Dia hanya yakin akan satu hal : apapun Yang Terjadi, hal itu bukan ditakdirkan untuk terjadi pada.  Bukan kepada seorang laki-laki paruh baya yang paling banter mengharapkan sebuah momen anugerah yang sederhana, bukannya beban Wahyu yang luarbiasa menyilaukan.

Kalaupun dia tidak lagi mengkhawatirkan jiwanya, dia pasti menghawatirkan kewarasannya,karena dia sangat menyadari bahwa terlalu banyak menghabiskan malam merenung sendiri mungkin saja telah mendorongnya melewati ambang kewarasan.


Apapun yang terjadi di gua Hira di atas sana, reaksi Muhammad yang benar-benar manusiawi itu barangkali merupakan argumen paling kuat bagi kebenaran historis peristiwa tersebut. entah anda berpikir bahwa kata-kata yang didengarnya berasal dari dalam dirinya atau dari luar, jelas bahwa Muhammad benar-benar mengalaminya,dan dengan sebuah kekuatan yang akan menghancurkan kesadaran tentang diri dan dunianya. Rasa ngeri adalah satu-satunya tanggapan yang waras. Pengertian dan penyangkalan. Dan Jika reaksi ini bagi kita sekarang terlihat sebagai sesuatu yang tak terduga, bahkan sangat tidak terduga,itu hanyalah cerminan betapa kita telah disesatkan oleh gambaran umum mengenai kebahagiaan mistik yang meluap-luap.


Kesampingkan gagasan praduga semacam itu untuk sejenak, dan anda mungkin akan melihat bahwa kengerian Muhammad mengungkapkan pengalaman yang nyata. Kedengarannya sangat manusiawi--terlalu manusiawi bagi sebagian orang,seperti para teolog muslim konservatif yang berpendapat bahwa riwayat mengenai percobaan bunuh dirinya Bahkan tak boleh disebut-sebut meskipun nyatanya hal itu tercantum dalam karya-karya Biografi Islam paling awal. Mereka bersikeras bahwa dia tidak pernah ragu sedikitpun apa lagi putus asa. Karena menuntut kesempurnaan,mereka tidak dapat menoleransi ketidak sempurnaan manusiawi.

barangkali inilah alasan mengapa bisa begitu sulit untuk melihat siapa sosok Muhammad sesungguhnya. Kemurnian kesempurnaan menafikan kompleksitas kehidupan. Bagi umat muslim di seluruh dunia, Muhammad adalah manusia ideal, sang nabi, utusan Tuhan; dan meskipun dia berkali-kali dalam Alquran diperintahkan untuk mengatakan

 " aku hanyalah salah satu dari kalian semua"

___hanya manusia biasa__rasa takzim dan cinta tak bisa melawan hasrat untuk, seolah-olah, mengenakan jubah emas dan perak kepadanya.

Ada perasaan memiliki terhadap dirinya,sikap melindungi yang sengit semakin menguat ketika Islam itu sendiri berada di bawah pengamatan yang intens di dunia barat.

Namun berlakulah hukum konsekuensi yang tak dikehendaki. Mengidealkan seseorang, dalam arti tertentu juga berarti menghilangkan kemanusiawian nya; karena itu meski jutaan jika bukan miliaran kata yang ditulis tentang Muhammad,bisa jadi sulit untuk mendapatkan kesan sebenarnya mengenai sosok sang manusia itu sendiri. Semakin banyak Anda membaca,semakin besar kemungkinan Anda diliputi perasaan bahwa sementara anda mungkin tahu banyak tentang Muhammad, anda masih tidak mengenal siapa dia sesungguh nya. Seolah-olah dia telah terselubungi oleh timbunan kata-kata itu.


Meski legenda-legenda pengagungan mengenai dirinya seringkali luar biasa, mereka berfungsi seperti semua legenda lainnya: menghamburkan lebih banyak hal ketimbang yang mereka singkapkan,dan Muhammad menjadi lebih merupakan sebuah simbol ketimbang sesosok manusia. Bahkan pada saat Islam dengan pesat menyusul Kristen sebagai agama terbesar dunia kita hanya memiliki sedikit pemahaman yang nyata mengenai seorang lelaki yang dalam Alquran diperintahkan sebanyak 3 kali untuk menyebut dirinya

*Muslim pertama*

tak diragukan lagi hidupnya merupakan salah satu kehidupan paling berpengaruh yang pernah dijalani, namun dengan segala kekuatan ikonik yang terkandung dalam namanya saja - atau barangkali karena hal itulah-hidupnya adalah kehidupan yang masih perlu digali.

Bagaimana lelaki ini yang semasa kanak-kanak nya tersisih ke pinggiran masyarakatnya sendiri ("seorang yang tidak penting," demikian musuh-musuhnya memanggil dirinya dalam Alquran)

Berhasil merevolusi dunianya?

bagaimana sang bayi yang dijauhkan dari keluarganya itu tumbuh dewasa untuk mengubah seluruh konsep keluarga dan suku menjadi sesuatu yang jauh lebih besar: umat, kaum atau masyarakat Islam? Bagaimana seorang saudagar menjadi seorang pemikir radikal baik mengenai Tuhan maupun masyarakat, menantang secara langsung tatanan sosial dan politik yang sudah mapan? Bagaimana laki-laki yang terusir dari Mekah mengubah pengasingan menjadi awal yang baru dan penuh kemenangan, untuk disambut kembali hanya 8 tahun kemudian sebagai pahlawan? Bagaimana dia berhasil menghadapi segala rintangan itu?

untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi kita perlu menggunakan hak istimewa sekaligus tujuan sejenis penulis biografi, yang tidak sekedar menelusuri apa yang terjadi tetapi mengungkap makna dan relevansi yang terkandung dalam hiruk piruk peristiwa. Ini berarti menganyam berbagai unsur kehidupan Muhammad yang kompleks, dan sembari mengembangkannya, menciptakan potret tiga dimensi yang tidak begitu bertentangan dengan gambaran versi "Resmi".

Dalam The Idea Of History, filsuf dan sejarawan besar Inggris R.G. COLLINGWOOD menyatakan bahwa untuk menulis sosok historis dengan baik kita membutuhkan empati sekaligus imajinasi. dengan hal ini dia tidak memaksudkan mengarang-ngarang cerita dari khayalan belaka tetapi mengambil apa yang sudah diketahui dan memeriksanya dalam konteks ruang dan waktu secara utuh menelusuri nelayan-nelayan cerita sampai semuanya mulai terjalin dan membentuk anyaman realitas yang rapat.

Jika kita ingin mendalami dinamika dari apa yang hanya bisa digambarkan, dengan banyak penyederhanaan, sebagai kehidupan yang luar biasa---kehidupan yang secara radikal akan mengubah dunianya dan masih membentuk dunia kita-kita harus membiarkan Muhammad menyatu dengan realitas dan memandang dirinya secara utuh.

kisahnya merupakan sebuah penyatuan yang luar biasa dari manusia zaman dan budaya dan hal itu menimbulkan sebuah pertanyaan kelihatannya sederhana:

( "kenapa harus dia???)

Kenapa mesti Muhammad pada abad ke-7 di jazirah Arab???

Memikirkan pendekatan itu saja sudah menarik sekaligus menggetarkan. di satu sisi pertanyaan-pertanyaan ini pengaruh langsung menuju ladang ranjau virtual berupa keyakinan yang Teguh prasangka yang tak disadari dan berbagai asumsi budaya.

Di sisi lain, Ia memungkinkan kita untuk memandang Muhammad dengan jernih,dan memahami bagaimana dia menuntaskan perjalanannya dari ketidakberdayaan menuju kekuasaan, dari bukan siapa-siapa menjadi orang ternama,dari sosok yang remeh menjadi sosok yang berpengaruh sepanjang masa.

Pemandu tetap dalam menelusuri kehidupan Muhammad adalah 2 karya sejarah Islam awal:biografi panjang dirinya yang ditulis pada abad ke-8 di damaskus oleh Ibnu Ishaq yang setidaknya diklaim menjadi dasar bagi setiap penulisan biografi berikutnya, dan sejarah awal Islam yang lebih fokus secara politik karya Ath-Thobari, ditulis pada penghujung abad ke-9 di baghdad, sebuah karya agung yang hadir dalam 39 volume terjemahan, empat diantaranya dikhususkan membahas masa hidup Muhammad.

Para sejarawan awal ini teliti dan bersungguh-sungguh  keotoritatif mereka terletak pada sikap inklusif mereka.

Mereka menulis menelusuri fakta, bekerja dengan sejarah lisan dalam kesadaran penuh betapa waktu dan kesolehan cenderung menyesatkan ingatan, mengaburkan batas antara Apa yang sebenarnya dan apa yang seharusnya. Jika pun mereka keliru, secara di sengaja kesalahan itu terkait dengan sisi ketelitian bukan soal penilaian. Membaca keduanya kita akan merasakan kesadaran bahwa diri mereka sedang berjalan di atas garis tipis antara tanggung jawab mereka pada sejarah di satu sisi lain dan tanggung jawab pada tradisi di sisi lainnya. Tindakan penyeimbangan yang rumit antara sejarah dan keimanan ini beriringan dengan pengakuan mereka atas peliknya fakta yang definitif--sesuatu atau suatu kualitas yang sama licinnya baik dalam yang terdokumentasi secara berlebihan dewasa ini maupun dalam tradisi lisan milik mereka di masa lalu. Karena itulah ahli-ahli berupaya menjadi serba tahu, mereka memasukkan berbagai riwayat yang saling bertentangan dan membiarkan para pembaca untuk memutuskan sendiri meskipun tetap menunjukkan sudut pandang mereka. Di sepanjang karya Ibnu Ishaq, misalnya, terdapat frasa seperti " diduga bahwa" dan "demikianlah aku di beritahu".
Bahkan, ketika beberapa laporan saksi mata tampaknya bertentangan satu sama lain,dia seringkali meringkas dengan

 " mengenai manakah diantara semua ini yang benar , Hanya Tuhanlah yang mengetahui dengan pasti" --suatu pernyataan yang mendekati ungkapan ketakberdayaan"Hanya Tuhan lah yang mengetahui!"

Barangkali,satu-satunya kisah hidup lain yang telah ditulis begitu banyak tetapi tetap saja diliputi misteri adalah kehidupan Yesus. Namun , berkat upaya kelompok-kelompok sarjana seperti yesus seminar, berbagai studi baru dalam beberapa dekade terakhir telah menggali melampaui gambaran harfiah Alkitab demi menciptakan bukan hanya potret dari Yesus yang lebih manusiawi,namun juga pemahaman yang lebih mendalam mengenai pengaruh yang dibawanya. Para sarjana ini menggali melewati teologi ke dalam sejarah, ilmu politik, perbandingan agama, dan psikologi, menyoroti relevansi politik yang radikal dari ajaran Yesus. Dengan memandang Yesus adalah konteks zamannya secara utuh,mereka tidak membuat sosoknya kurang relevan bagi masa kita; sebaliknya ia justru menjadi lebih relevan.


Kesejajaran antara Muhammad dan Yesus sangat mencolok. Keduanya terdorong oleh rasa keadilan sosial yang kuat;keduanya menekankan hubungan tanpa perantara pada Tuhan; keduanya menantang tatanan kekuasaan yang mapan di zaman mereka. Seperti yang terjadi pada Yesus,teologi dan sejarah berjalan berdampingan dalam semua kisah hidup Muhammad, kadang-kadang dekat rel kereta api, dan di waktu lain saling menjauh.


kisah kisah mukjizat berlimpah dalam tradisi sakral yang terus bertambah yang dikembangkan oleh orang-orang yang memuja apa yang seharusnya terjadi bahkan meski hal itu tidak benar-benar terjadi meskipun Alquran dengan tegas mengingkari keajaiban tampaknya terdapat kebutuhan yang sangat manusiawi akan hal itu dan kebutuhan bagi teologi untuk menuntut iman terhadap sesuatu yang tak mungkin yang mustahil sebagai ujian atas komitmen. karena itulah tradisi Islam konservatif menyatakan bahwa Muhammad telah ditakdirkan sejak awal untuk menjadi utusan Tuhan. Namun, jika demikian, maka akan ada kisah tentang hidupnya. Artinya, hidupnya menjadi urusan pengejawantahan kehendak ilahi yang tak terelakkan, dan dengan demikian kehilangan semua konflik atau ketegangan. Bagi sebagian penganut yang taat, ini sudah lebih dari cukup; keistimewaan bawaan sang nabi adalah sesuatu yang harus diterima, dan biografi apa pun tidaklah relevan. Namun, bagi banyak penganut lainnya, yang menarik bukanlah apa yang ajaib melainkan apa yang mungkin Secara manusiawi. kehidupan Muhammad adalah salah satu dari kehidupan langka yang lebih dramatis dalam kenyataan ketimbang dalam legenda. Bahkan, semakin sedikit kita melibatkan keajaiban semakin luar biasa kehidupannya. apa yang muncul adalah sesuatu yang lebih agung persis karena ia manusiawi,hingga ke tingkatan dimana hidupnya yang nyata memunculkan diri sebagai sesuatu yang layak menyandang kata "*LEGENDARIS*"

KISAHNYA MENGIKUTI LINTASAN KLASIK YANG DISEBUT JOSEPH CAMPBELL sebagai "perjalanan sang pahlawan",

Dari awal nan sederhana menuju keberhasilan yang luar biasa. Namun perjalanan ini tak pernah mudah. Iya melibatkan perjuangan, bahaya dan konflik, dalam diri sendiri maupun dengan orang lain. Karena itu,menghilangkan berbagai unsur yang lebih kontroversial dari kehidupan Muhammad tidak akan menguntungkan nya.

Sebaliknya jika kita ingin menyematkan kepadanya vitalitas dan kompleksitas sosok manusia sepenuhnya, kita perlu melihatnya secara utuh. Ini berarti mengambil apa yang barangkali bisa disebut sikap Agnostik, mengesampingkan kesalehan dan rasa takzim di satu sisi dan mengabaikan stereotip dan penggalian di sisi lainnya , apalagi selubung kehati-hatian yang melumpuhkan di tengah tengah nya. Ini ini berarti menemukan narasi yang sangat manusiawi mengenai seorang laki-laki yang melangkah di antara idealisme dan pragmatisme, keimanan dan politik, non kekerasan dan kekerasan, perangkap pujian berlebihan sekaligus bahaya penolakan.

titik penting dalam kehidupannya tak diragukan lagi adalah sebuah malam itu di gua Hira. Itulah saat ketika dia melangkah menuju apa yang oleh banyak orang anggap sebagai takdirnya, dan karena itulah umat Islam menyebutnya Lailatul Qadar, malam kekuasaan . Sudah pasti malam itu adalah tempat di mana dia memasuki panggung sejarah, meski istilah ini pun dapat menyesatkan. Kata ini menyiratkan bahwa kisah Muhammad adalah milik masa lalu,padahal Ia terus berpengaruh begitu besar sehingga ia harus dianggap sebagai peristiwa masa kini sekaligus peristiwa sejarah. Apa yang terjadi " saat itu" merupakan bagian Tak terpisahkan dari apa yang masih terjadi hingga kini, sebuah faktor penting dalam arena yang luas dan seringkali mengerikan dimana politik dan agama bersinggungan.


Bagaimanapun untuk mulai memahami sosok lelaki ini yang bergumul dengan malaikat di puncak gunung dan turun dalam keadaan terbakar oleh perjumpaan itu, kita perlu bertanya tidak hanya mengenai apa yang terjadi malam itu di gua Hira dan akibat apa yang ditimbulkannya, tetapi juga mengenai apa yang menonton Muhammad ke sana.

Terutama karena sejak awal, terlepas dari berbagai legenda tampak tidak menjanjikan. bahkan pengamat objektif yang manapun barangkali akan menyimpulkan bahwa Muhammad adalah calon yang paling tidak mungkin untuk mengemban kenabian karena bintang apapun Yang menaungi kelahirannya tidak tampak benderang .

By. Lesley Hazleton.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Assalamu 'Alaikum. Kepada seluruh Pengunjung Blog Saya Ini,Saya Berharap Kepada Ikhwan Atau Akhwat Untuk Kira nya Bersedia Meluruskan Kesalahan2 Yang Mungkin Tidak Saya Sengaja,Dan Saya Berharap Semoga Kiranya Ikhwan Dan Akhwat Mau Mendo'akan Agar Allah Mengampuni Kesalahan2 Yang Saya Lakukan Baik Yang Saya Sengaja Atau pun Tidak Saya Sengaja.TERIMA KASIH Wassalaamu 'Alaikum.

BUKAN NEGARA ISLAM YANG MENJADI TUJUAN, KHILAFAH ADALAH BUKTI PENGAGUNGAN MANUSIA KEPADA ALLAH

BAI'AT UMMAT ISLAM YG BERSEDIA TUNDUK DAN PATUH PADA AL JAMAA'AH KHILAFATUL MUSLIMIN

<< 48:11 Surat Al-Fath Ayat 10 (48:10) 48:9 >>  اِنَّ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْنَكَ اِنَّمَا يُبَايِعُوْنَ اللّٰهَ ۗيَدُ اللّٰهِ فَ...