Kamis, 11 Mei 2017

Janganlah kamu mengikuti hati Yang tertutupi oleh kegelapan kemakmuran dan kemaksiatan



Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hati orang-orang Kafir

بسم الله الر حمن الر حيم
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
خَتَمَ اللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ وَعَلَىٰ سَمْعِهِمْ ۖ وَعَلَىٰ أَبْصَارِهِمْ غِشَاوَةٌ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ


  • Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (QS. 2:6)
  • Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat. (QS. 2:7)

  • .
    Hadirin,
    bagaimana mungkin kita bisa mendengarkan suatu nasehat/petunjuk, atau bagaimana kita bisa melihat ayat-ayat/tanda-tanda kekuasaan Allah, dan bagai mana kita bisa memahaminya, jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hati kita.
    قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَخَذَ اللَّهُ سَمْعَكُمْ وَأَبْصَارَكُمْ وَخَتَمَ عَلَىٰ قُلُوبِكُم مَّنْ إِلَـٰهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُم بِهِ ۗ انظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ ثُمَّ هُمْ يَصْدِفُونَ
    Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah ilah selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?” Perhatikanlah, bagaimana Kami berkali-kali memperlihatkan tanda-tanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga). (QS. 6:46)
    وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَـٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَـٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
    Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai. (QS. 7:179)
    Hadirin;
    Allah telah menganugerahkan bagi kita penglihatan, pendengaran dan hati, dan semua itu akan diminta pertanggunganjawabnya. Karena itu kita harus dapat mempergunakannya dan menjaganya dengan baik.
    https://perhatikanlah.wordpress.com/2010/09/08/allah-mencabut-pendengaran-dan-penglihatan-serta-menutup-hati-orang-orang-kafir/
    HINANYA HATI YANG KERAS
    Berikut
    Saya Orbitkan Tausiyah​
    Ustadz Abu Ahmad Said
    Beliau Sebut kan Firman Allahta'alaa Yang Tertulis Sebagai Berikut
    أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِنْ رَبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
    Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allâh hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang hatinya keras)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allâh. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata [az-Zumar/39:22]
    RINGKASAN TAFSIR[1]
    “Maka apakah orang-orang yang dibukakan oleh Allâh hatinya untuk (menerima) agama Islam”, yaitu dengan dipermudah untuk mengenal-Nya, bertauhid kepada-Nya, taat akan perintah-Nya dan menjadi bertambah semangat untuk mengerjakan ajaran Islam. Dan ini adalah pertanda yang baik bagi seseorang.
    “Lalu ia mendapat cahaya dari Rabb-nya”, yaitu cahaya kebenaran yang membuat hatinya bertambah yakin. Apakah mereka itu sama dengan orang yang hatinya keras? Tentu saja tidak sama.
    “Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang hatinya keras untuk mengingat Allâh”, yaitu mereka yang hatinya tidak lunak ketika diingatkan akan Allâh, tidak khusyû’, tidak paham, tidak sadar dan selalu membangkang.
    “Mereka itu dalam kesesatan yang nyata” yang akan mengantarkan mereka kepada kebinasaan.
    HATI MEMILIKI SIFAT
    Setiap manusia memiliki sifat yang berbeda-beda. Sifat-sifat tersebut pun bisa berubah-ubah setiap waktu. Begitu pula hati, dia pun memiliki sifat. Hati bisa menjadi sehat dan juga bisa menjadi sakit. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
    فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا
    Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allâh penyakitnya …. [al-Baqarah/2:10]
    Hati juga bisa menjadi lunak dan juga bisa menjadi sekeras batu. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
    ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً
    Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi [al-Baqarah/2:74]
    Begitu pula hati bisa mengkilap, bersinar dan bisa juga menjadi hitam kelam sebagaimana diterangkan di beberapa hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Oleh karena itu, sebisa mungkin seorang Muslim memperhatikan kondisi hatinya setiap saat, jangan sampai menjadi hati yang keras atau mulai mengeras sehingga nantinya akan menjadi keras dan sulit menerima kebenaran. Na’ûdzu billâhi min dzâlik.
    BAHAYA HATI YANG KERAS
    Ayat di atas dengan jelas menerangkan bahwa orang yang hatinya keras sangat tercela dan dalam kesesatan yang nyata. Mâlik bin Dînâr rahimahullah pernah berkata, “Seorang hamba tidaklah dihukum dengan suatu hukuman yang lebih besar daripada hatinya yang dijadikan keras. Tidaklah Allâh Azza wa Jalla marah terhadap suatu kaum kecuali Dia akan mencabut rasa kasih sayang-Nya dari mereka.[2]
    TANDA-TANDA HATI YANG KERAS ATAU MULAI MENGERAS
    Hati yang keras atau mulai mengeras memiliki tanda-tanda sebagai berikut:
    1. Bermalas-malasan dalam mengerjakan kebaikan dan ketaatan, serta meremehkan suatu kemaksiatan.
    2. Tidak terpengaruh hatinya dengan ayat-ayat al-Qur’ân yang dibacakan. Berbeda dengan kaum mu’minîn, hati mereka akan bergetar jika dibacakan ayat-ayat al-Qur’ân atau diingatkan akan Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla berfirman yang artinya:
    إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَىٰ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
    Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allâh gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Rabb-lah mereka bertawakkal. [al-Anfâl/8:2]
    3. Tidak terpengaruh hatinya dengan berbagai ujian, musibah dan cobaan yang diberikan oleh Allâh Azza wa Jalla . Allâh berfirman yang artinya:
    أَوَلَا يَرَوْنَ أَنَّهُمْ يُفْتَنُونَ فِي كُلِّ عَامٍ مَرَّةً أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ لَا يَتُوبُونَ وَلَا هُمْ يَذَّكَّرُونَ
    Dan tidakkah mereka (orang-orang munâfiq) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, dan mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil pelajaran? [at-Taubah/9:126]
    4. Tidak merasa takut akan janji dan ancaman Allâh Azza wa Jalla
    5. Bertambahnya kecintaan terhadap dunia dan mendahulukannya di atas akhirat
    6. Tidak tenang hatinya dan selalu merasa gundah
    7. Bertambahnya dan meningkatnya kemaksiatan yang dilakukannya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
    فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
    Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allâh memalingkan hati mereka. Dan Allâh tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik [ash-Shaf/61:5]
    8. Tidak mengenal atau tidak membedakan perbuatan ma’ruf dan munkar.
    SEBAB-SEBAB KERASNYA HATI
    Hati menjadi keras tentu ada penyebabnya. Penyebab-penyebab kerasnya hati di antaranya adalah sebagai berikut:
    1. Kesyirikan, Kekufuran Dan Kemunafikan.
    Inilah sebab yang paling besar yang dapat menutupi hati seseorang dari menerima kebenaran. Allâh Azza wa Jalla berfirman yang artinya:
    سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا ۖ وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ ۚ وَبِئْسَ مَثْوَى الظَّالِمِينَ
    Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, karena mereka telah mempersekutukan Allâh dengan sesuatu yang Allâh sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka. Dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zhalim [Ali ‘Imrân/3:151]
    2. Melanggar Perjanjian Yang Dibuat Kepada Allâh Azza wa Jalla
    Allâh Azza wa Jalla berfirman:
    فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً
    (Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, maka kami laknat mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membatu. [al-Mâ-idah/5:13]
    Ketika menafsirkan ayat ini, Syaikh Abu Bakr Al-Jazâiri, “Melanggarnya (perjanjian) dengan (car) tidak konsisten dengan apa yang ada di dalamnya yang berupa perintah dan larangan.”[3]
    3. Tertawa Berlebihan
    Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    لاَ تُكْثِرُوا الضَّحِكَ ، فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
    Janganlah kalian banyak tertawa! Sesungguhnya banyak tertawa dapat mematikan hati [4]
    4. Banyak Berbicara Dan Banyak Makan
    Bisyr bin al-Hârits pernah berkata, “(Ada) dua hal yang dapat mengeraskan hati: banyak berbicara dan banyak makan.”[5]
    5. Banyak Melakukan Dosa
    Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِي قَلْبِهِ ، فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ ، صُقِلَ قَلْبُهُ ، فَإِنْ زَادَ ، زَادَتْ ، فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِي ذَكَرَهُ اللَّهُ فِي كِتَابِهِ : [[ كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ]]
    Sesungguhnya seorang Mukmin jika melakukan dosa, maka akan ada bintik hitam di hatinya. Jika dia bertaubat dan berhenti (dari dosa tersebut) serta memohon ampunan, maka hatinya akan mengkilap. Apabila dia terus melakukan dosa, maka bertambah pula noktah hitam itu. Itu adalah ar-rân (penutup) yang disebutkan oleh Allâh di kitab-Nya: ‘Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka [al-Muthaffifîn/83:14]
    6. Lalai Dari Ketaatan
    Allâh Azza wa Jalla berfirman yang artinya:
    وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
    Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allâh), mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allâh) dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allâh). Mereka itu seperti binatang-binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai [al-A’râf/7:179]
    7. Nyanyian Dan Alat Musik
    ‘Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu berkata:
    الْغِنَاءُ يُنْبِتُ النِّفَاقَ فِى الْقَلْبِ
    Lagu-laguan menumbuhkan kemunafikan di dalam hati [6]
    8. Suara Wanita Yang Menggoda
    Allâh Azza wa Jalla berfirman :
    إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا
    Maka janganlah kamu tunduk (menghaluskan suara) dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik [al-Ahzâb/33:32]
    9. Melakukan Hal-Hal Yang Merusak Hati
    Hal-hal yang merusak hati sangatlah banyak. Akan tetapi, dari semua itu ada lima hal yang menjadi faktor perusak hati. Kelima hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh Ibnul-Qayyim rahimahullah : “Adapun lima hal yang merusak hati adalah banyak bergaul (berkumpul dengan manusia), (banyak) berangan-angan, tergantung kepada selain Allâh Azza wa Jalla , kekenyangan (banyak makan) dan (banyak) tidur. Inilah kelima hal utama yang dapat merusak hati ”[7]
    OBAT HATI YANG KERAS
    Hati yang keras juga memiliki obat agar dia bisa kembali melunak. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat melunakkan hati:
    1. Beriman kepada Allâh Azza wa Jalla dan selalu meningkatkan keimanan.
    Allâh Azza wa Jalla berfirman:
    وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ
    Barangsiapa yang beriman kepada Allâh niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya [at-Taghâbun/64:11]
    2. Banyak mengingat Allâh (ber-dzikr) dan membaca al-Qur’ân dengan men-tadabburi-nya (memahami dan merenungi maknanya).
    Allâh Azza wa Jalla berfirman:
    الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
    (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah! Hanya dengan mengingati Allâh-lah hati menjadi tenteram [ar-Ra’d/13 : 28]
    3. Belajar ilmu syar’i (ilmu agama)
    Tidak diragukan lagi, bahwa ilmu syar’i dapat membimbing seseorang untuk menjadi hamba Allâh Azza wa Jalla yang bertakwa. Di awal surat Ali ‘Imrân, Allâh Azza wa Jalla memuji orang-orang yang memiliki ilmu yang dalam. Tahukah pembaca, doa apakah yang mereka ucapkan? Doa yang diucapkan oleh mereka adalah:
    رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
    Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati-hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau, karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia) [Ali ‘Imrân/3:8]
    Merekalah yang lebih tahu akan Rabb-nya bila dibandingkan orang-orang awam dan mereka juga lebih tahu bahwa hati manusia bisa berubah-ubah, sehingga mereka berdoa dengan doa tersebut.
    4. Berlindung kepada Allâh dari hati yang tidak khusyû’ dengan doa yang telah diajarkan oleh Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam , yang berbunyi:
    اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لاَ يُسْتَجَابُ لَهَا
    Ya Allâh! Aku berlindung kepada Engkau dari ilmu yang bermanfaat, dari hati yang tidak khusyû’, dari jiwa yang tidak kenyang dan dari doa yang tidak dikabulkan[8]
    5. Berbuat baik terhadap anak yatim dan orang miskin
    Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya seseorang mengadu kepada Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hatinya yang keras. Beliau Sallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda:
    إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يَلِينَ قَلْبُكَ ، فَأَطْعِمِ الْمِسْكِينَ ، وَامْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ
    Jika engkau ingin agar hatimu menjadi lunak, maka berilah makan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim [9]
    6. Banyak mengingat kematian
    Diriwayatkan dari Shafiyah Radhiyallahu anhuma bahwasanya seorang wanita mendatangi ‘Âisyah Radhiyallahu anhuma dan mengadukan keadaan hatinya yang keras. Kemudian ‘Âisyah pun berkata, “Perbanyaklah mengingat kematian, engkau akan mendapatkan apa yang kau inginkan.” Kemudian wanita itu pun mengerjakannya. Setelah itu, dia pun mendapatkan petunjuk di hatinya dan bersyukur kepada ‘Âisyah radhiallâhu ‘anhâ.[10]
    Sa’îd bin Jubair[11] dan Rabî’ bin Abi Râsyid[12] rahimahumallâh pernah berkata:
    لَوْ فَارَقَ ذِكْرُ الْمَوْتِ قَلْبِي سَاعَةً خَشِيت أَنْ يَفْسُدَ قَلْبِي
    Seandainya mengingat kematian terpisah dari hatiku sekejap saja, saya takut hatiku akan menjadi rusak
    7. Banyak berziarah kubur
    Abu Thâlib, seorang murid Imam Ahmad, pernah berkata, “Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Abu ‘Abdillâh (Imam Ahmad) tentang bagaimana melunakkan hatinya. Beliau pun menjawab, ‘Masuklah ke dalam pemakaman dan usaplah kepala anak yatim.’.”[13]
    8. Menghadiri majlis ta’lim dan majlis nasihat
    Menghadiri majlis-majlis seperti ini sangat berpengaruh terhadap hati manusia. Mari kita perhatikan apa yang dikatakan oleh al-‘Irbâdh bin Sâriyah Radhiyallahu anhu, “Pada suatu hari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat, kemudian menghadap ke kami dan memberikan nasihat yang sangat menyentuh, yang membuat mata-mata menangis dan hati-hati menjadi takut.”[14]
    9. Menjauhi sebab-sebab terjadinya fitnah dan dosa
    Agar hati kita tidak menjadi keras, maka kita berusaha sekuat mungkin untuk menjauhi sebab-sebab terjadinya dosa atau fitnah. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla melarang para Sahabat bertanya atau meminta sesuatu hal kepada istri-istri Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali dari belakang tabir.
    Allâh Azza wa Jalla berfirman:
    وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ
    Dan apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri- istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka [al-Ahzâb/33:53]
    10. Makan makanan yang halal
    Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya oleh seseorang, “Dengan apa hati bisa menjadi lunak?” Kemudian beliau pun menjawab, “Ya bunayya (wahai anakku)! Dengan makan makananan yang halal.”[15]
    11. Shalat malam
    12. Beribadah dan mendekatkan diri kepada Allâh di waktu sahûr (sebelum Subuh)
    13. Berteman dengan orang-orang yang soleh,
    Ibrâhim al-Khawwâsh rahimahullah pernah berkata:
    دَوَاءُ الْقَلْبِ خَمْسَةُ أَشْيَاء : قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ بِالتَّدَبُّرِ, وَخَلَاءُ الْبَطْنِ, وَقِيَامُ اللَّيْلِ, وَالتَّضَرُّعُ عِنْدَ السَّحْرِ, وَمُجَالَسَةُ الصَّالِحِيْنَ
    Obat hati ada lima macam, yaitu: membaca al-Qur’ân dengan men-tadabburi-nya, mengosongkan perut, shalat malam, mendekatkan diri (kepada Allâh) di waktu sahûr dan duduk-duduk (berteman) dengan orang-orang yang soleh[16]
    KESIMPULAN
    1. Hati memiliki sifat-sifat yang bisa berubah-ubah.
    2. Orang yang telah dibukakan hatinya untuk menerima agama Islam dan taat kepada Allâh tidak sama dengan orang yang berhati keras.
    3. Orang yang berhati keras akan mendapatkan ancaman yang sangat besar
    4. Orang yang berhati keras memiliki sifat-sifat tertentu seperti yang sudah dipaparkan di atas. Seyogyanya seorang Muslim selalu melakukan introspeksi diri.
    5. Hati bisa menjadi keras disebabkan oleh beberapa hal. Oleh karena itu, sebisa mungkin kita menjauhi sebab-sebab tersebut.
    6. Hati yang keras pun dapat diobati dengan berbagai cara yang telah disebutkan.
    7. Orang-orang yang telah terjerumus kepada kemaksiatan atau merasa bahwa hatinya sangat keras, maka harus segera bertaubat dan Allâh akan mengampuni orang-orang yang benar-benar bertaubat kepada-Nya.
    Mudahan bermanfaat dan mudah-mudahan Allâh selalu menjaga hati kita agar tetap lunak. Amin.
    يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ وَطَاعَتِكَ. آمِيْن
    DAFTAR PUSTAKA
    1. Aisarut-Tafâsîr li kalâm ‘Aliyil-Kabîr. Jâbir bin Musa Al-Jazâiri.
    2. At-Tahrîr wa At-Tanwîr. Muhammad Ath-Thâhir bin ‘Âsyûr. 1997. Tunusia: Dar Sahnûn.
    3. Dzammu Qaswatil-Qalb. Al-Hâfizh Ibnu Rajab Al-Hanbali dan muqaddimah muhaqqiq-nya, Abu Maryam Thâriq bin ‘Âtif Hijâzi. Dâr Ibni Rajab.
    4. Dzammul-Hawâ. ‘Abdurrahmân bin Abil-Hasan al-Jauzi. Tahqîq : Mushthafâ ‘Abdul-Wâhid.
    5. Jâmi’ul-Bayân fî ta’wîlil-Qur’ân. Muhammad bin Jarîr ath-Thabari. Beirut: Muassasah ar-Risâlah.
    6. Ma’âlimut-tanzîl. Abu Muhammad al-Husain bin Mas’ûd al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyâdh:Dâr Ath-Thaibah.
    7. Madârijus-Sâlikîn. Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Beirut: Dâru Ihyâ’ At-Turâts Al-‘Arabi.
    8. Syu’abul-Îmân. Ahmad bin Al-Husain Al-Baihaqi. 2003 M/1423 H. Riyâdh: Maktabatur-Rusyd.
    9. Tafsîr al-Qur’ân al-‘Azhîm. Ismâ’îl bin ‘Umar bin Katsir. 1420 H/1999 M. Riyâdh: Dâr Ath-Thaibah.
    10. Dan sumber-sumber lain yang sebagian besar telah dicantumkan di footnotes.
    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIV/1431H/2011. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
    _______
    Footnote
    [1]. Diringkas dari Tafsîr at-Thabari XXI/277-278, Tafsîr Ibni Katsîr III/334-336 dan VII/93 dan at-Tahrîr wa At-Tanwîr XXIV/63-64.
    [2]. Ma’âlimut-Tanzîl VII/115.
    [3]. Aisarut-Tafâsîr I/338.
    [4]. HR. Ibnu Mâjah no. 4193 dan yang lainnya (Dinyatakan shahîh oleh Syaikh Al-Albâni di Shahîh Ibni Mâjah).
    [5]. Hilyatul-Auliyâ’ VIII/350 .
    [6]. HR. al-Baihaqi dalam Syu’abil-Îmân VII/107 dan yang lainnya (Hadîts mauqûf ini dinyatakan shahîh isnâd-nya oleh Syaikh Al-Albâni dalam Silsilah Adh-Dha’îfah ketika men-takhrîj hadîts no. 2430).
    [7]. Madârijus-Sâlikîn I/343.
    [8]. HR. Muslim no. 7081 dan yang lainnya.
    [9]. HR. Ahmad no. 7576 dan 9018. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam ash-Shahîhah no. 854.
    [10]. HR. Ibnu Abi ad-Dunya (takhrîj ini dinukil dari kitab Dzammu Qaswatil-qalb).
    [11]. HR. Ahmad dalam az-Zuhd no. 2006, Hilyatul-Auliya’ IV/276 dan yang lainnya.
    [12]. HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf XIII/562 dan yang lainnya.
    [13]. Thabaqât al-Hanâbilah I/39.
    [14]. HR. Abu Dâwud no. 4607, at-Tirmidzi no. 2676 dan Ibnu Mâjah no. 43 (Hadîts ini dinyatakan shahîh oleh Syaikh Al-Albâni dalam Shahih Abi Dâwûd).
    [15]. Hilyatul-Auliyâ’ IX/182.
    [16]. Dzammul-Hawâ I/70.

    Dan Berikut Ini Kami Maktubkan Sumber Tausiyah Ustadz Abu Ahmad Said
    Sumber: https://almanhaj.or.id/3625-hinanya-hati-yang-keras.html

    Dalam Kesempatan ini saya akan bawa kan trik dan cara melembutkan Hati yang membatu atas kalian
    Bila di waktu ini, detik ini kita merasa  keras hati, lembutkanlah lagi hati dengan:
    1.Berdoa kepada Allah memohon dilembutkan hati 
    Dia-lah yang berkuasa membolak-balikkan hati, mudah bagi Allah membalikkan hati yang keras menjadi lembut.  Seberapa besar usaha yang kita lakukan untuk melembutkan hati, tidak akan berhasil bila Allah  tidak menghendakinya.   
    2.Membaca Al Quran dan mentadaburinya
    Al Quran adalah bacaan terbaik, mulia, penuh hikmah, dan terjaga kemuliaanya hingga hari kiamat.  "Sesungguhnya Al Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia.  Pada kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh).  Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.  Diturunkan dari Tuhan semesta alam"(QS Al Waqiah:77-80).   Al Quran berisi kisah-kisah orang terdahulu yang dapat diambil pelajaran di dalamnya.  Allah juga menceritakan tentang janji surga dan ancaman tentang neraka di dalam Al Quran.  Dengan demikian kita diingatkan kembali hakikat kehidupan ini, tentang masa lalu untuk diambil hikmahnya, tentang masa sekarang dan masa depan di akherat yang menjadikan kita akan merasa yakin dengan janji dan pertolongan Allah pada orang-orang yang bertakwa.
    3.Membaca Sirrah Nabawiyah 
    Sirrah Nabawiyah berkisah tentang kehidupan Rasulullah dari lahir hingga wafat.  Di dalamnya kita akan mendapati cerita masa kecil Rasulullah sebagai anak yatim yang mandiri, masa remaja sebagai pemuda yang dipercaya, dan masa kerasulan yang penuh perjuangan, dan ketegaran.  Dengan membacanya kita akan mengetahui betapa Rasulullah  sangat mencintai kita sebagai umatnya, bagaimanakah dengan kita?  Dengan membaca Sirrah Nabawiyah kita dapat mempelajari contoh terbaik kelembutan hati dari Rasulullah yang selalu dibimbing Allah.
    4.Memperbanyak dzikir
    "Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram"(QS. Ar Ra'd:28).  Janji Allah bagi orang-orang yang berzikir mengingat Nya adalah menentramkan hati.  "(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau dududk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) 'Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka"
    5.Mengasihi anak yatim
    "Ada seorang laki-laki yang datang kepada nabi shollallohu 'alaihi wa sallam mengeluhkan kekerasan hatinya. Nabipun bertanya : sukakah kamu, jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi ? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu akan terpenuhi."[HR Thobroni, Targhib, Al Albaniy : 254].  Seseorang yang mengasihi anak yatim berarti dia memposisikan hati dan dirinya sebagai ayah atau ibu atau saudara bagi mereka.  Maka secara naluriah akan terhimpun rasa kasih sayang dan kelembutan hati di dalamnya.  Dengan demikian tidak mengherankan bahwa salah satu hikmah menyantuni dan mengasihi anak yatim adalah memlembutkan hati. Dalam hadistnya Rasulullah bersabda "Kasihilah yang ada di bumi maka yg dilangit akan mengasihimu"
    6.Saling menasihati dalam kebaikan
    Berkumpulah bersama orang-orang sholeh,  dan pilihlah orang-orang sholeh sebagai sahabat terbaik kita.  Sahabat yang sholeh akan saling menasihati dan mengingatkan dalam kebaikan.  Nasehat adalah cinta, begitu dituturkan oleh sahabatku yang sholeh dan baik hati.  Bila kita berkumpul dengan orang yang hatinya lembut dan dekat dengan Allah niscaya kita bisa merasakan cinta mereka dalam bentuk nasehat kebaikan yang terus mengingatkan di saat kita lupa, menguatkan di saat lemah untuk kembali kuat berikatan istiqomah di jalan-Nya.  
    7.Banyak mengingat dosa dan kematian
    Dalam upaya melembutkan hati, perbanyaklah mengingat dosa dan kematian.  Dengan mengingat akan datangnya kematian, kita akan menyadari bagaimana kesiapan kita menghadapi saat itu.  Menyadari kembali dosa kita satu tahun yang lalu, kemudian satu bulan yang lalu, satu minggu yang lalu, satu hari yang lalu, satu jam yang lalu, bagaimana bila dibandingkan kualitas amal kita detik ini.  Sadar akan banyaknya dosa dan belum siapnya kita menghadapi kematian mengingatkan kita; sampai kapan kita akan mempertahankan kerasnya hati, apa yang bisa dibanggakan dengan kerasnya hati, mengingatkan akan hilangnya nikmat bermunajat kepada Allah.

    8. Takut akan datangnya maut secara tiba-tiba sebelum kita sempat bertaubat.

    9. Takut tidak menunaikan hak-hak Allah secara sempurna. Sesungguhnya hak-hak Allah itu pasti diminta pertanggungjawabannya.

    10. Takut tergelincir dari jalan yang lurus, dan berjalan di atas jalan kemaksiatan dan jalan syaithan.

    11. Takut memandang remeh atas banyaknya nikmat Allah pada diri kita.

    12. Takut akan balasan siksa yang segera di dunia, karena maksiat yang kita lakukan.

    13. Takut mengakhiri hidup dengan su’ul khatimah.

    14. Takut menghadapi sakaratul maut dan sakitnya sakaratul maut.

    15. Takut menghadapi pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir di dalam kubur.

    16. Takut menghadapi pertanyaan hari kiamat atas dosa besar dan dosa kecil yang kita lakukan.

    17. Takut melalui titian yang tajam. Sesungguhnya titian itu lebih halus daripada rambut
    dan lebih tajam dari pedang.

    18. Takut dijauhkan dari memandang wajah Allah.

    19. Perlu mengetahui tentang dosa dan aib kita.

    20. Takut terhadap nikmat Allah yang kita rasakan siang dan malam sedang kita tidak bersyukur.

    21. Takut tidak diterima amalan-amalan dan ucapan-ucapan kita.

    22. Takut bahwa Allah tidak akan menolong dan membiarkan kita sendiri.

    23. Kekhawatiran kita menjadi orang yang tersingkap aibnya pada hari kematian dan pada
    hari timbangan ditegakkan.

    24. Hendaknya kita mengembalikan urusan diri kita, anak-anak, keluarga, suami dan harta
    kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan jangan kita bersandar dalam memperbaiki
    urusan ini kecuali pada Allah.

    25. Sembunyikanlah amal-amal kita dari riya’ ke dalam hati, karena terkadang riya’ itu
    memasuki hati kita, sedang kita tidak merasakannya. Hasan Al Basri rahimahullah
    pernah berkata kepada dirinya sendiri. “Berbicaralah engkau wahai diri. Dengan
    ucapan orang sholeh, yang qanaah lagi ahli ibadah. Dan engkau melaksanakan amal
    orang fasik dan riya’. Demi Allah, ini bukan sifat orang mukhlis”.

    26. Jika kita ingin sampai pada derajat ikhlas maka hendaknya akhlak kita seperti akhlak
    seorang bayi yang tidak peduli orang yang memujinya atau membencinya.

    27. Hendaknya kita memiliki sifat cemburu ketika larangan-larangan Allah diremehkan.

    28. Ketahuilah bahwa amal sholeh dengan keistiqomahan jauh lebih disukai Allah
    daripada amal sholeh yang banyak tetapi tidak istiqomah dengan tetap melakukan dosa.

    29. Ingatlah setiap kita sakit, bahwa kita telah istirahat dari dunia dan akan menuju akhirat
    dan akan menemui Allah dengan amalan yang buruk.

    30. Hendaknya ketakutan pada Allah menjadi jalan kita menuju Allah selama kita sehat.

    31. Setiap kita mendengar kematian seseorang maka perbanyaklah mengambil pelajaran
    dan nasihat. Dan jika kita menyaksikan jenazah maka khayalkanlah bahwa kita yang
    sedang diusung.

    32. Hati-hatilah menjadi orang yang mengatakan bahwa Allah menjamin rezeki kita
    sedang hatinya tidak tenteram kecuali sesuatu yang ia kumpul-kumpulkan. Dan
    menyatakan sesungguhnya akhirat itu lebih baik dari dunia, sedang kita tetap
    mengumpul-ngumpulkan harta dan tidak menginfakkannya sedikit pun, dan
    mengatakan bahwa kita pasti mati padahal dia tidak pernah ingat mati.

    33. Lihatlah dunia dengan pandangan I’tibar (pelajaran) bukan dengan pandangan
    mahabbah (kecintaan) kepadanya dan sibuk dengan perhiasannya.

    34. Ingatlah bahwa kita sangat tidak kuat menghadapi cobaan dunia. Lantas apakah kita
    sanggup menghadapi panasnya jahannam?

    35. Di antara akhlak wanita mu’minah adalah menasihati sesama mu’minah.

    36. Jika kita melihat orang yang lebih besar dari kita, maka muliakanlah dia dan katakan kepadanya, “Anda telah mendahului saya di dalam Islam dan amal sholeh maka diajauh lebih baik di sisi Allah. Anda keluar ke dunia setelah saya, maka dia lebih baiksedikit dosanya dari saya dan dia lebih baik dari saya di sisi Allah.”
    37. Takut akan adzab dan prahara di alam kubur.

    Hadis riwayat Aisyah ra. istri Nabi saw.:
    Rasulullah saw. bersabda: Wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut yang menyukai kelembutan. Allah akan memberikan kepada orang yang bersikap lembut sesuatu yang tidak diberikan kepada orang yang bersikap keras dan kepada yang lainnya
    Begitulah, menjaga kondisi hati untuk senantiasa istiqomah berada di jalan Allah, senantiasa bersih dari segala kotoran dan lembut dari segala kekerasan (hati), tidaklah mudah. Kesibukan dan rutinitas kita yang menguras tenaga dan pikiran, serta interaksi yang terus menerus dengan masalah duniawi, jika tidak diimbangi dengan “makanan-makanan” hati, terkadang membuat hati menjadi keras, kering, lalu mati… Padahal sebagai seorang mukmin, dalam melihat berbagai macam persoalan kehidupan, haruslah dengan mata hati yang jernih.
    "Ya Allah, Sang Maha membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati ini pada ketaatan agamaMu", Amin Ya Robb Ya Dzaljalaali Wal Ikraam
    Sember Blog..

    SISTEM HIDUP WALI ALLAH DAN WALI SETAN



    الحمد لله،الحمد لله بديع الها د الى بيان محياء الرشاد، والصلاة والسلام على نبينا الكريم المختار المصطفى محمّد صلّى الله عليه وسلّم و على آٰ له و اصحابه اجمعين وبعد

     ُ: Alhamdulillah, Segala puji hanya milik Allah,Dialah Allah yang semata mata yang memberi petunjuk yang lurus kepada manusia, Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Kita Yang Mulia , Manusia pilihan , Yang Terpilih, Nabi Muhammad Shallallaahu Alaihi Wasallam, Dan Semoga Shalawat Dan salam Tercurahkan pula Kepada Keluarga dan seluruh para sahabatnya. Amma Ba'du: Aku berdo'a ,semoga yang mahakuasa senantiasa melindungi kita kaum muslimin, serta memudahkan kita dalam melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala Larangan-Nya Amiin Ya Robbal Alamin. Tidak ada syurga bagi manusia muslim taat manapun yang masuk Syurga terkecuali bagi mereka yang mencari keredhoan dari Allah dengan menjalankan berbagai Ketha'atan dan Menjauhkan diri dari Kema'shiyatan dan Allah Merdhoi mereka ,Ini Adalah Aqidah Salaf Ahli Sunnah Wal Jama'ah,Firqotun Najiyyah - Tha-ifah Al-Manshuurah Secara DALIL. Begitu Jua, Wahai Kaum Muslimin!!! Bahwa TIDAK ada neraka bagi mukmin berdosa mana pun yang masuk Neraka Kecuali Allah Telah Murka Dan Menjadikan Jiwa Raga Mereka tersesat, ini merupakan pendapat yang Benar Menurut Al-Qur'an Surat Al Fatihah. (اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ) [Surat Al-Fatihah 6] (صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ) [Surat Al-Fatihah 7] "Tunjukilah Kami Jalan Yang Lurus (6) Yaitu Jalan Orang2 Yang Telah Engkau Beri Nikmat,Dan Bukan Jalan Orang2 Yang Engkau Murkai Dan Bukan Pula Jalan Orang2 Yang Sesat (7) Tidaklah kaum muslimin yang benar2 ingin menjalankan ketha'annya kepada Allah Subhanahu Wa Ta'aala serta menjauhi segala macam bentuk kema'shiyatan tidak lain melainkan perbuatannya itu adalah salah satu bentuk amalan dan sifat nya Ahli Surga, ini menurut kebanyakan Ayat Dan Al Hadits Yang Menceritakan tentang Orang2 Yang menjadi penghuni Surga. Firman Allah: (إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ هُمْ خَيْرُ الْبَرِيَّةِ) (جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۖ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ) [Surat Al-Bayyinah 8] "Sesungguhnya orang2 yang beriman dan ber amal shalih , mereka itu adalah sebaik2nya manusia" (7) " Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.(8) Yang selanjutnya saya kutip rangkaian kata2 hikmah dari Ummi majalah online yang sedikit saya edit sebagi berikut. Sahabat Muslim, alangkah bahagianya jika kita menjadi salah satu manusia yang diperkenankan oleh Allah mencicipi manisnya syurga. Pasti sangat membahagiakan jika kita dapat bersanding dengan Rasulullah, keluarga dan juga sahabatnya yang telah dijanjikan syurga oleh Allah. Sungguh sebuah nikmat yang tidak akan pernah tergantikan oleh nikmat apapun di dunia. Bahkan jika harus merangkak untuk mendapatkannya, manusia yang beriman pasti akan rela melakukannya. Sahabat muslim, tidak perlu menjadi Rasul yang mahsum untuk memperoleh kenikmatan itu. Tidak perlu juga menjadi salah satu dari 10 sahabat yang dijamin masuk syurga. Mengapa demikian? Karena Allah tidak hanya menjanjikan syurga untuk Rasul, keluarga dan sahabatnya. Allah menjanjikan syurga untuk semua hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya. Oleh karena itulah sebagai hamba-Nya yang sangat berharap akan kenikmatan syurga yang kekal nan abadi, kita harus bekerja keras untuk mendapatkan tiket masuk ke syurga itu. Dunia ini adalah sebuah terminal yang menjadi tempat transit perjalanan kita, tujuan akhir yang sebenarnya adalah akhirat. Dalam perjalanan hidup kita di dunia, setiap aktifitas yang kita lakukan adalah investasi menuju kenikmatan syurga yang abadi. Ketika setiap aktifitas diisi dengan ibadah kepada Allah, maka akan semakin mudah kita mendapatkan kesempatan berada bersama ahli syurga. Seperti apakah ciri dan karakter ahli syurga itu? Allah banyak menyebutkan karakter ahli syurga di dalam Alquran, salah satunya dalam Surat Ali Imran ayat 16-17 yang artinya: “(Ahli syurga itu ialah) orang-orang yang berdoa, “Ya Allah Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa api neraka”. Yaitu orang-orang yang sabar, orang-orang yang benar, orang-orang yang thaat, orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah dan orang-orang yang memohon ampun di waktu sahur”. (QS. Ali Imran: 16-17) Dari ayat tersebut, dapat dipahami bahwa ada 8 ciri manusia yang menjadi penghuni syurga Allah yang abadi. 1.Orang-orang yang beriman kepada Allah Orang–orang yang memiliki ciri ahli syurga akan berkata “Rabbana Innana Amanna” bukan sekedar ungkapan biasa yang serta merta keluar dari lisannya. Namun sebagai gambaran aqidah yang tersimpan dalam hati dan tercermin dalam sikap hidupnya sehari-hari. Hal ini juga merupakan pengakuan dan komitmen bahwa seorang hamba akan senantiasa hidup dalam kondisi beriman kepada Allah. 2.Orang-orang yang senantiasa beristighfar Pada ayat tersebut disebutkan bahwa para ahli syurga berkata “Faghfirlanaa dzunuubanaa”, yang merupakan hasil evaluasi diri dari salah dan dosa yang ada pada dirinya. Hamba Allah yang akan menjadi ahli syurga adalah mereka yang senantiasa beristighfar kepada Allah. Mereka menyadari akan banyaknya kesalahan yang telah dilakukan dan mereka beristighfar untuk mengharap ampunan dari Allah. Hal ini juga dijelaskan dalam hadits Rasulullah yang berbunyi: “Tiap anak Adam itu berbuat salah dan sebaik-baik orang yang bersalah itu adalah orang yang bertaubat”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah) Membaca istighfar juga dianjurkan oleh Rasul agar menghapus dosa-dosa yang melekat pada diri kita sebagaimana dikatakan dalam hadits: “Demi Allah, sesungguhnya saya membaca istighfar (minta ampun) dan bertaubat kepada Allah tiap hari lebih dari tujuh puluh kali”. (HR Bukhari) 3.Orang-orang yang memohon dijauhkan dari api neraka Para hamba yang memiliki tekad untuk menjadi ahli syurga pasti tidak hanya memohon agar Allah memasukkannya ke dalam syurga. Mereka juga akan memohon agar dijauhkan dari api neraka karena mereka sangat memahami bahwa tidak ada satu pun manusia yang sanggup menahan pedihnya percikan api neraka. Orang-orang yang memiliki karakter ahli syurga juga mengimbangi doa mereka dengan ikhtiar untuk benar-benar jauh dari api neraka. Mereka akan menjauhi segala perbuatan dosa yang akan menyeretnya ke neraka jahanam. 4.Orang-orang yang sabar Orang yang sabar artinya orang yang dapat meredam gejolak nafsu, tetap stabil dalam segala keadaan, dan tetap lurus dalam koridor yang benar. Kesabaran juga bermakna luas, namun bagi ahli syurga sabar yang dimaksud adalah: Qona’ah, rela dan puas menerima rizki yang diperoleh dari karunia Allah. Zuhud, tidak terikat pada kebendaan dan perkara duniawi. Halim, bijaksna, lapang dada dan tidak mengeluh menghadapi kesulitan dan tantangan hidup. Tawakkal ‘alallah, pasrah kepada kehendak dan takdir Allah. 5.Orang-orang yang benar Yaitu orang-orang yang benar aqidah dan imannya, benar ikrar dan lisannya, benar janji dan amalannya. Ahli syurga memiliki komitmen yang kokoh terhadap kebenaran (al haq). Orang-orang yang seluruh aspek dalam kehidupannya mengacu kepada kebenaran (Al Qur’an) dan orang-orang seperti ini disebut dengan Asshaadiqin. 6.Orang-orang yang taat Kethaatan bukanlah hal yang dapat diperoleh dengan mudah. Gelar taat yang menempel pada diri manusia juga bukanlah gelar duniawi yang diperoleh dengan materi. Ketaatan adalah hasil dari sebuah proses pengimanan dan pengakuan akan adanya Allah dan eksistensinya dalam kehidupan manusia. Adanya pengakuan kepada Allah melahirkan sikap patuh dan taat atas segala perintah dan larangan Allah. Dalam Alqur’an surat An Nur ayat 51 dijelaskan, “Sesungguhnya jawaban orang-orang yang beriman bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasulnya agar berhukum di antara mereka ialah ucapan mereka ‘kami dengar dan kami thaat’ dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS An Nur : 51) 7.Orang-orang yang bersedekah di jalan Allah Al munafiqiin, atau orang-orang yang senantiasa bersedekah di jalan Allah akan menyadari bahwa investasi kepada Allah tidak akan membuat mereka menjadi miskin. Sikap hidup ini juga terbentuk karena iman dan taqwa yang kuat kepada Allah. Tidak akan berkurang atau bahkan habis setiap harta yang disedekahkan di jalan Allah. Bahkan Allah akan menggantinya secara berlipat ganda. 8.Orang-orang yang memohon ampun di waktu sahur Para ahli syurga akan mengisi setengah atau sepertiga malamnya dengan aktifitas ruhiyah yang mendekatkan diri mereka kepada Allah seperti melakukan tahajjud, membaca dan mentadaburi Alqur’an, bermuhasabah diri, serta memohon ampun kepada Allah. Hal ini juga dijelaskan dalam Alqur’an surat Adz Dzariat yang berbunyi: “Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam dan di akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah.” (QS Adz Dzariat : 17-18) Saya Tambah yang ke sembilan 9. Bersistem Hidup An-Nubuwwah Pemimpinnya Yaitu Nabi Kemudian Setelah Nabi Wafat Para Sahabat Nabi yang masih Hidup Dipimpin Oleh Seorang Kholifah. Sahabat ummi, itulah karakter para hamba yang dijanjikan syurga oleh Allah yang tertulis dalam Alqur’an surat Ali Imran. Merekalah orang-orang yang menjadikan hidupnya penuh dengan perjuangan dan usaha keras untuk mendapatkan nikmat syurga yang abadi. Mereka tiada beristirahat kecuali kaki mereka telah menginjak jannah-Nya. Dan bukan hal yang mustahil bagi kita untuk dapat menjadi salah satu ahli syurga yang kelak akan mendapatkan kebahagiaan bersanding dengan manusia-manusia kekasih Allah di syurga-Nya yang abadi. Aamiin Untuk selanjutnya, pernahkah kita pertanyakan bagaimana sistim,cara,metode,atau minhaj Hidup mereka yang di janjikan Oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala Syurga Yang Penuh dengan Kenikmatan itu. Marilah kita kaum muslimin telaah kembali bagaimana mereka hidup dengan keimanan dan diliputi oleh keberkahan sehingga Allah memuliakan mereka dengan janji Surga. Apakah mereka hidup dibawah naungan panji 2 kekafiran atau hidup tanpa adanya seorang pemimpin yg memimpin berdasarkan Al Qur'an dan As-Sunnah yang wajib untuk mereka taati???? Atau Mereka yang di janjikan Surga Itu Hidup Dibawah Naungan Syaithon La'nattullah 'Alaih. Wahai Kaum Muslimin sudah sangat tidak salah lagi bahwa mereka para sahabat2 rasul atau wali 2 Allah tidak pernah hidup dibawah kepemimpinan abu jahal yang kemudian mereka hidup dan berperang bersama kepemimpinan nya...!!! Sistem kekafiran dan kepemimpinan abu mahal berikut pengikutnya yang kemudian membuat makar untuk menghancurkan sistem An-Nubuwwah Yang Dipimpin Oleh Nabi Muhammad secra Langsung Pada saat itu, dan kebiasaan ini terus berlangsung hingga saat terselenggara nya sistim Ke-Kholifahan Islam Atau KHILAFAH Yang pertama-tama Diawali Dengan Dibai'atnya Kholifah Abu Bakar Ash-Shiddiq ,abu jahal Dan pengikutnya Ini disebut sebagai Wali Syaithon. Demikian Artikel Ini Saya Buat Dan Jika Anda Kaum Muslimin Ingin Mentelaah tentang Artikel Sifat Sifat Ahli Syurga Kalian Dapat Buka Di Wapsite Berikut http://www.ummi-online.com/8-sifat-ahli-syurga-dalam-surat-ali-imran.html

    Cinta Kepada Lawan Jenis

    Cinta kepada lain tipe menggambarkan perihal yang fitrah untuk manusia. karna karena cintalah, keberlangsungan hidup manusia dapat terpelihara. oleh karena itu, allah ta’ala menjadikan perempuan bagaikan perhiasan dunia dan juga kenikmatan untuk penunggu surga. islam bagaikan agama yang sempurna pula telah mengendalikan gimana menyalurkan fitrah cinta tersebut dalam syariatnya yang rahmatan lil ‘alamin.

    tetapi, bagaimanakah bila cinta itu disalurkan lewat trik yang tidak syar`i? fenomena seperti itu yang menyerang kira - kira sebagian besar anak muda dikala ini. penyaluran cinta ala mereka biasa diucap dengan pacaran. berikut merupakan sebagian tinjauan syari’at islam menimpa pacaran.

    ajaran islam melarang mendekati zina
    allah ta’ala berfirman (yang maksudnya) , “dan janganlah kalian mendekati zina; sebetulnya zina itu merupakan sesuatu perbuatan yang keji. dan juga sesuatu jalur yang kurang baik. ” (qs. angkatan laut (AL) isro’ [17]: 32)

    dalam tafsir jalalain dikatakan kalau larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘janganlah melakukannya’. maksudnya kalau bila kita mendekati zina aja tidak boleh, terlebih hingga melaksanakan zina, jelas - jelas lebih terlarang. asy syaukani dalam fathul qodir berkata, ”apabila perantara kepada suatu aja dilarang, tentu aja tujuannya pula haram dilihat dari iktikad pembicaraan. ”

    dilihat dari perkataan asy syaukani ini, hingga kita mampu simpulkan kalau tiap jalur (perantara) mengarah zina merupakan sesuatu yang terlarang. ini berarti memandang, berjabat tangan, berduaan dan juga wujud perbuatan lain yang dicoba dengan lawan tipe karna perihal itu bagaikan perantara kepada zina merupakan sesuatu perihal yang terlarang.

    islam memerintahkan buat menundukkan pandangan
    allah memerintahkan kalangan muslimin buat menundukkan pemikiran kala memandang lawan tipe. allah ta’ala berfirman (yang maksudnya) , “katakanlah kepada laki–laki yang beriman : ”hendaklah mereka menundukkan pemikirannya dan juga memelihara kemaluannya. ” (qs. an nuur [24]: 30 )

    dalam lanjutan ayat ini, allah pula berfirman, “katakanlah kepada wanita - wanita yang beriman : “hendaklah mereka menundukkan pemikirannya, dan juga kemaluannya” (qs. an nuur [24]: 31)

    ibnu katsir kala menafsirkan ayat kesatu di atas berkata, ”ayat ini menggambarkan perintah allah ta’ala kepada hamba - nya yang beriman buat menundukkan pemikiran mereka dari perihal yang haram. janganlah mereka memandang kecuali pada apa yang dihalalkan untuk mereka buat dilihat (ialah pada istri dan juga mahromnya). hendaklah mereka pula menundukkan pemikiran dari perihal yang haram. bila benar mereka seketika memandang suatu yang haram itu dengan tidak terencana, hingga hendaklah mereka memalingkan pemikirannya dengan lekas. ”

    kala menafsirkan ayat kedua di atas, ibnu katsir pula berkata, ”firman allah (yang maksudnya) ‘katakanlah kepada wanita - wanita yang beriman : hendaklah mereka menundukkan pemikiran mereka’ ialah hendaklah mereka menundukkannya dari apa yang allah haramkan dengan memandang kepada teman tidak hanya suaminya. oleh karna itu, kebanyakan ulama berkomentar kalau tidak boleh seseorang perempuan memandang pria lain (tidak hanya suami ataupun mahromnya, pen) baik dengan syahwat dan juga tanpa syahwat. sebagian ulama yang lain berkomentar tentang bolehnya memandang pria lain dengan tanpa syahwat. ”

    kemudian gimana bila kita tidak terencana memandang lawan tipe?
    dari jarir bin abdillah, dia berkata, “aku bertanya kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pemikiran yang hanya selintas (tidak terencana). setelah itu rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepadaku supaya saya lekas memalingkan pandanganku. ” (hr. muslim nomor. 5770)

    faedah dari menundukkan pemikiran, sebagaimana difirmankan allah dalam tulisan an nur ayat 30 (yang maksudnya) “yang demikian itu merupakan lebih suci untuk mereka” ialah dengan menundukkan pemikiran hendak lebih mensterilkan hati dan juga lebih melindungi agama orang - orang yang beriman. inilah yang dikatakan oleh ibnu katsir –semoga allah merahmati beliau - kala menafsirkan ayat ini. –semoga kita dimudahkan oleh allah buat menundukkan pemikiran sampai - sampai hati dan juga agama kita senantiasa terpelihara kesuciannya.

    agama islam melarang berduaan dengan lawan jenis
    dari ibnu abbas, nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “janganlah seseorang pria berduaan dengan seseorang perempuan kecuali bila berbarengan mahromnya. ” (hr. bukhari, nomor. 5233). rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “janganlah seseorang pria berduaan dengan seseorang perempuan yang tidak halal menurutnya karna sebetulnya syaithan merupakan orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila berbarengan mahromnya. ” (hr. ahmad nomor. 15734. syaikh syu’aib angkatan laut (AL) arnauth berkata hadits ini shohih ligoirihi)
    jabat tangan dengan lawan tipe tercantum yang dilarang
    dari abu hurairah radhiyallahu ‘anhu , rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “setiap anak adam telah ditakdirkan penggalan buat berzina dan juga ini sesuatu yang tentu terjalin, tidak dapat tidak. zina kedua mata merupakan dengan memandang. zina kedua kuping dengan mendengar. zina lisan merupakan dengan berdialog. zina tangan merupakan dengan meraba (memegang). zina kaki merupakan dengan melangkah. zina hati merupakan dengan menginginkan dan juga berangan - angan. kemudian kemaluanlah yang nanti hendak membetulkan ataupun mengingkari yang demikian. ” (hr. muslim nomor. 6925)

    bila kita memandang pada hadits di atas, memegang lawan tipe - yang bukan istri ataupun mahrom - diistilahkan dengan berzina. perihal ini berarti memegang lawan tipe merupakan perbuatan yang haram karna bersumber pada kaedah ushul “apabila suatu dinamakan dengan suatu lain yang haram, hingga menampilkan kalau perbuatan tersebut merupakan haram”.

    meninjau fenomena pacaran
    sehabis pemaparan kami di atas, bila kita meninjau fenomena pacaran dikala ini tentu terdapat perbuatan - perbuatan yang dilarang di atas. kita mampu memandang kalau wujud pacaran dapat mendekati zina. semula dimulai dengan pemikiran mata terlebih dulu. kemudian pemikiran itu mengendap di hati.

    setelah itu mencuat hasrat buat jalur berdua. kemudian berani berdua - duan di tempat yang hening. sehabis itu bersentuhan dengan pendamping. kemudian dilanjutkan dengan ciuman. kesimpulannya, bagaikan pembuktian cinta dibuktikan dengan berzina. –naudzu billahi min dzalik -.

    kemudian pintu mana lagi amat lebar dan juga amat dekat dengan ruang perzinaan melebihi pintu pacaran?

    mungkinkah terdapat pacaran islami? begitu, pacaran yang dicoba dikala ini terlebih lagi yang dilabeli dengan ’pacaran islami’ tidak bisa jadi dapat bebas dari larangan - larangan di atas. renungkanlah perihal ini!

    mustahil terdapat pacaran islami
    salah seseorang dai terkemuka sempat ditanya, ”ngomong - ngomong, dahulu ayah dengan bunda, artinya saat sebelum nikah, apa pernah berpacaran? ” dengan diplomatis, sang dai menanggapi, ”pacaran serupa apa dahulu? kami dahulu pula berpacaran, tetapi berpacaran secara islami. lho, gimana triknya? kami pula kerap berjalan - jalan ke tempat tamasya, tetapi tidak sempat ngumpet berduaan. kami pula gak sempat melaksanakan yang enggak - enggak, ciuman, dekapan, terlebih –wal ‘iyyadzubillah - berzina.

    nuansa berpikir serupa itu, tampaknya bukan cuma kepunyaan sang dai. banyak golongan kalangan muslimin yang masih berpandangan, kalau pacaran itu sah - sah aja, asalkan senantiasa melindungi diri tiap - tiap. ungkapan itu ibarat kalimat, “mandi boleh, asal jangan basah. ” ungkapan yang hakikatnya tidak berwujud. karna berpacaran itu seorang diri, dalam arti whatever yang dimengerti orang - orang saat ini ini, bukanlah dibenarkan dalam islam. kecuali bahwa sekadar melaksanakan nadzar (memandang calon istri saat sebelum dinikahi, dengan didampingi mahramnya) , itu dikira bagaikan pacaran. ataupun paling tidak, diistilahkan demikian.

    tetapi itu begitu menggambarkan perancuan sebutan. sebutan pacaran sudah kadong dimengerti bagaikan ikatan lebih seksual antara sejoli pacar, yang diaplikasikan dengan jalur bareng, jalan - jalan, silih berkirim tulisan, ber sms ria, dan juga bermacam perihal lain, yang jelas - jelas disisipi oleh banyak perihal haram, serupa pemikiran haram, bayangan haram, dan juga banyak perihal lain yang berlawanan dengan syariat. apabila setelah itu terdapat sebutan pacaran yang islami, sama halnya dengan memaksakan terdapatnya sebutan, meneggak minuman keras yang islami. bisa jadi, karna minuman keras itu di tenggak di dalam masjid. ataupun zina yang islami, judi yang islami, dan juga sejenisnya. kalaupun terdapat kegiatan tertentu yang halal, setelah itu di labeli nama - nama perbuatan haram tersebut, jelas sangat dipaksakan, dan juga sama sekali tidak berguna.

    pacaran tersadu merupakan sehabis nikah
    islam yang sempurna telah mengendalikan ikatan dengan lawan tipe. ikatan ini telah diatur dalam syariat suci ialah perkawinan. perkawinan yang benar dalam islam pula tidaklah yang dimulai dengan pacaran, tetapi dengan kenali kepribadian calon pendamping tanpa melanggar syariat. lewat perkawinan inilah hendak dialami percintaan yang hakiki dan juga berubah dengan pacaran yang cintanya cuma cinta bualan.

    dari ibnu abbas, rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “kami tidak sempat mengenali pemecahan buat 2 orang yang silih menyayangi misalnya perkawinan. ” (hr. ibnu majah nomor. 1920. )

    bahwa belum sanggup menikah, tahanlah diri dengan berpuasa. rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “barangsiapa yang sanggup buat menikah, hingga menikahlah. karna itu lebih hendak menundukkan pemikiran dan juga lebih melindungi kemaluan. barangsiapa yang belum sanggup, hingga berpuasalah karna puasa itu seperti kebiri. ” (hr. bukhari dan juga muslim)

    ibnul qayyim mengatakan, ”hubungan seksual tanpa perkawinan merupakan haram dan juga mengganggu cinta, malah cinta di antara keduanya hendak berakhir dengan perilaku silih membenci dan juga bermusuhan, karna apabila keduanya telah merasakan kelezatan dan juga cita kerasa cinta, tidak dapat tidak hendak mencuat kemauan lain yang belum diperolehnya. ”

    cinta sejati hendak ditemui dalam perkawinan yang dilandasi oleh kerasa cinta pada - nya. mudah - mudahan allah mempermudah kita seluruh buat melangsungkan perintah - nya dan menghindari larangan - nya. allahumma inna nas’aluka ’ilman nafi’a wa rizqon thoyyiban wa ’amalan mutaqobbbalan.

    informasi ini terencana kami modifikasi judulnya lebih bandel dan juga menggelitik pgar pesan larangan berpacaran dan juga lebih baik nikah ini lebih hingga ke audien, paling utama abg labil dan juga yang masih mencari jati diri.

    Rabu, 10 Mei 2017

    السيرة الذاتية للمألّف لكتاب منهج التربية النبوية للطفل

    السيرة الذاتية محمد نور في مكتب العمل مهندس مدني خريج 1978 من كلية الهندسة المدنية بحلب خرجت من سورية بتاريخ 27/8/1980 ولم أعد إليها حتى تاريخه


    Kisah Perjalanan Hidup Drs.Muhammad Nur Suwaid 
    Pada Tahun 1978 Beliau memasuki Fakultas Kedoktoran Di Madinah Hingga Lulus dan  Pada Tahun 27/08/1980 Beliau Keluar Dari Negri Suriyah yang Saya Anggap Tidaklah Perlu Beliau Cerita kan Secara Mendetil disini.
    . أعمل مهندساً استشاريا في دولة الكويت التي دخلتها في 25/11/1981 وحتى تاريخه.


    Pada Tahun 25/11/1981 Beliau Bekerja Sebagai Insinyur Penasehat Umum Di Negara Kuwait.

    مختصر بيانات السيرة الذاتية الهندسية عناصر
    الموظف والمدير في القرآن الكريم القوة والأمانة: (إن خير من استأجرت القوي الأمين) ابنة شعيب لأبيها الحفظ والعلم: (اجعلني على خزائن الأرض إني حفيظ عليم) سيدنا يوسف لملك مصر زيادة العلم وتطويره واللياقة البدنية (وزاده بسطة في العلم والجسم) أحد الأنبياء لقومه عن طالوت 1- الاسـم : محمد نور بن عبد الحفيظ سويد الجنسية : سورية–تاريخ الميلاد حلب 5/2/1955- جوال: 99228980-50512411- منزل 25611057 البريد الألكتروني: N_SOWYED@YAHOO.COM. 2- الدراسة: بكالوريوس في الهندسة المدنية عام 78-1979 جامعة حلب بمعدل جيد. 3- معتمد من البلدية تصميم انشائي (مدقق ومصمم انشائي بمكتب منصور الرشدان منذ عام 2000 وحتى تاريخه وتوقيع مخططات المكتب- مدير القسم الانشائي والاشراف في مكتب غازي بودي- دوام مسائي). 4- ممثل هندسي وقانوني بنجاح لعدد من الشركات والملاك والمكاتب الهندسية في إدارة الخبراء القانونية الهندسية في دولة الكويت: مع: مركز المعادن- مكتب منصور الرشدان- شركة مدن الخليج- تحكيم بين المالك والشركات. 5- مهندس استشاري من جمعية المهندسين الكويتية برقم 314 تاريخ 19/10/2004 . 6- الدورات الهندسية: 1- Total Value Management 2- Value Engineering 3- Staad III وبرامج أخرى 4-+ IBMMAC 5- C.P.M + Archicad 6- أستاذ في دورات حديثي التخرج في الاسكان (دورتين). 7- تأليف كتاب بعد التحرير: آثار الغزو العراقي الغاشم على الهندسة الصحية (557) صفحة متوفر في الوزارة. 8- عضوية المعاهد المهنية : 1- نقابة المهندسين السورية (8834) 2- جمعية المهندسين الكويتية (9705) 3- الجمعية الأمريكية لمهندسي القيمة – فرع السعودية 4- محرر وكاتب هندسي في مجلة عمار الكويتية 9- كتب شكر من مؤسسة الرعاية السكنية من المدير العام ومدير الإشراف. – كتاب شكر من وزير الأشغال بدر الحميدي. 10- الخبرات العملية : متنوعة مباني وخدمات: مهندس مقيم في الدور والمكاتب الاستشارية بدولة الكويت. 1997- وحتى تاريخه: مهندس مقيم مع عدد من المكاتب الاستشارية: أربع مباني في الحرس الوطني الكويتي- كلية التربية (جامعة الكويت)- جمعية السرة التعاونية- عشرة عمارات سكنية (المهبولة- السالمية)- مركز ضاحية لوزارة الأشغال(15 مبنى)- 3 مدارس ثانوية لوزارة الأشغال- مصانع في صبحان ثم في أمغرة – جامعة الخليج والتكنولوجيا في حولي- مشروع بوابات وسور جامعة الكويت بالشويخ – عمارات الأمانة العامة للأوقاف..- فلل خاصة – بيت التمويل الكويتي- تشطيبات مقر بيت التمويل للاستثمار البشري ومقر شركة اسمنت الهلال في مجمع بيتك. المكاتب الاستشارية التي عملت فيها حسب التسلسل الحالي: دار الدبوس- دارسعود المهنا-مكتب غازي بودي- دار مازن الصانع- مكتب راكان- مكتب السور-دار الموسوي– دار بدر الدبوس –دار سعود المهنا- مكتب منصور الرشدان. 1988-1997 – مهندس مشروع بوزارة الأشغال العامة في دولة الكويت (عدد من المشاريع).. 1988- 1982- مهندس موقع إشراف في دولة الكويت (مؤسسة الرعاية السكنية). 1981-1978 – مهندس موقع (سورية). المؤلفات المطبوعة مؤلف لعدة كتب في الثقافة الاسلامية وهي: 1- تأليف كتاب (منهج التربية النبوية للطفل) جزآن. الطبعة الثلاثون طبع أكثر من سبعين ألف نسخة نشر مكتبة المنار الكويت ودار ابن كثير دمشق ودار الوفاء بمصر. قدم له السادة الفضلاء: الشيخ الداعية أبو الحسن الندوي رحمه الله- أستاذنا الشيخ الدكتور محمد فوزي فيض الله رئيس قسم الفقه والأصول… من جامعة الكويت ودمشق- استاذنا الشيخ عبد الرحمن حبنكه رحمه الله الأستاذ في جامعة أم القرى في مكة المكرمة– أستاذنا الشيخ أحمد قلاش – أستاذنا الشيخ الدكتور محمود طحان رئيس قسم الحديث في كلية الشريعة في الكويت– أستاذنا الشيخ الدكتور أحمد الحجي الكردي خبير الموسوعة الفقهية في وزارة الأوقاف في الكويت. وهو يدرس ومرجع في جامعة أم القرى في السعودية وفي دولة الكويت، وتوزعه وزارة الأوقاف الكويتية في الخارج بالمجان، ووزارة الأوقاف القطرية بالمجان، وكذلك لجنة مسلمي آسيا الكويتية وترسله للدول الإسلامية. لتحميل الكتاب اضغط هنا IMG-20151112-WA0011 2- تأليف كتاب (الفرائد الحسان في تجويد القرآن) الطبعة الرابعة تم طبع 20 الف نسخة حتى الآن، وأسهل وأسرع كتاب في تعلم وتعليم التجويد. نشر مكتبة المنار الكويت ودار ابن كثير دمشق- قدم له أستاذنا الشيخ الدكتور محمد فوزي فيض الله – أستاذنا الشيخ الدكتور أحمد الحجي الكردي- أستاذنا الشيخ الدكتور شيخ القراءات محمد مأمون كاتبي (مع الإجازة). ويدرسه د سليمان معرفي في كلية الشريعة في الكويت، والدكتور بدر رخيص في التعليم التطبيقي في الكويت. لتحميل الكتاب اضغط هنا IMG-20151115-WA0004 Tajweed 3- إعداد رسالة صغيرة (التعويذات النبوية من الشرور الجنية والإنسية) نشر مكتبة المنار الكويت عشرة آلاف نسخة نفدت. 4- إعداد وتحقيق كتاب (رسائل الإمام أبو حنيفة النعمان في العقيدة الإسلامية) نشر مكتبة البيان الكويت، قدم له شيخنا الدكتور عناية الله إبلاغ. لتحميل الكتاب اضغط هنا IMG-20151115-WA0003 5- إعداد وتحقيق كتاب (حياة الإمام أبو حنيفة النعمان) نشر مكتبة البيان الكويت، قدم له أستاذنا الشيخ الدكتور عناية الله إبلاغ. لتحميل الكتاب اضغط هنا IMG-20151115-WA0005 6- تأليف كتاب (الإمام أبو حنيفة النعمان محدثاً في كتب المحدثين). نشر مكتبة البيان الكويت، قدم له أستاذنا الشيخ الدكتور عناية الله إبلاغ- وأستاذنا الشيخ الدكتور محمد فوزي فيض الله – وأستاذنا الشيخ الدكتور محمود طحان. لتحميل الكتاب اضغط هنا IMG-20151115-WA0007 7- تأليف كتاب (الهدي النبوي في الصحة والمرض والعلاج والعيادة) نشر دار التراث الإسلامي القاهرة. لتحميل الكتاب اضغط هنا 8- تأليف كتاب (تأكيد الأدلة على نجاة والدي النبي صلى الله عليه وآله وسلم من النار) الطبعة الثانية – دار الوفاء قدم له أستاذنا الشيخ الدكتور أحمد الحجي الكردي – وأستاذنا الشيخ الدكتور عبد الغفار الشريف الأمين العام للأمانة العامة للأوقاف في الكويت، وتم توزيع خمسة آلاف نسخة بالمجان، وتم تجهيز طبعة ثالثة مزيدة ومحققة. لتحميل الكتاب اضغط هنا IMG-20151115-WA0006 img-20151115-wa0006-229x300 9- إعداد تحقيق كتاب (لماذا آمن القس بالنبي صلى الله عليه وآله وسلم) نشر وتوزيع مجاني عشرة آلاف نسخة، قدم له أستاذنا الشيخ الدكتور محمد فوزي فيض الله. لتحميل الكتاب اضغط هنا 10- تأليف كتاب ( مسند آل البيت- روايات أهل البيت في كتب أهل السنة) مجلدان 1400 صفحة، طباعة دار التراث الإسلامي في القاهرة، وهو أول كتاب في التاريخ من هذا النوع، يثبت فيه اعتناء المحدثين من اهل السنة بالرواية عن أهل البيت النبوة. لتحميل الكتاب اضغط هنا IMG-20151112-WA0016 11- تخريج وإعداد كتيب (مسائل كثر حولها النقاش والجدل). لتحميل الكتاب اضغط هنا المؤلفات قيد الطباعة كتب مؤلفة في طريقها إلى النشر: 1- موسوعة الاقتصاد الإسلامي. خمسة عشر جزءً، 2200 صفحة تبحث عن ناشر. 2- كيف؟ في القرآن الكريم. 3- أدلة جواز قول (صدق الله العظيم) عند انتهاء التلاوة. 4- التجديد في معالجة القضايا الإسلامية. 5- تحقيق شرح الوقاية فقه حنفي. 6- ليزدادوا إيماناً (أبحاث سموها الاعجاز العلمي في القرآن وأنا أسميها ليزدادوا إيماناً). 7- لماذا آمن هؤلاء (علماء-قساوسة-حاخامات-فنانين-عاديين) 8- تحقيق كتاب المواقف لأمير عبد القادر الجزائري. رحمه الله. 9- تحقيق رسالة تربوية عنوانها (كنه ما لابد له للمريد) للشيخ الأكبر محي الدين بن عربي رحمه الله (وأنصح من يريد أن يفهم كتب الشيخ أن يقرأ كتابه ترجمان الأشواق) فيفتح عليه بالفهم إن شاء الله. 10–تأليف (شرح وتحقيق متن العقيدة الطحاوي-ألف صفحة).(جاري طباعته في دار الوفاء المنصورة) قدم له أستاذنا الشيخ الدكتور عناية الله إبلاغ و أستاذنا الشيخ الدكتور محمد فوزي فيض الله، وأستاذنا الشيخ الدكتور أحمد الحجي (جاري الطباعة في دار الوفاء بالمنصورة بمصر). دفاع عن السنة النبوية : هل يجوز إنكار حديث نبوي لمخالفته العقل؟ كُتب يوم 14 أكتوبر, 2015 بواسطة محمد نور سويد دفاع عن السنة النبوية هل يجوز إنكار حديث نبوي لمخالفته للعقل؟! بقلم: محمد نور سويد لا يوجد دين أو مبدأ أعطى العقل دوره مثل الإسلام، ولا يوجد كتاب خاطب العقل مثل القرآن، ولا يوجد رجل أو نبي أو رسول حض على استخدام العقل مثل سيدنا محمد r الرجل الأمي، والأدلة كثيرة جداً وجداً. إذ يكفي أن تعلم الإحصائية التالية التي قمت بها على الحاسب الآلي لترى الحقيقة الناصعة التي نطق به القرآن: وردت كلمة العلم ومشتقاتها في القرآن 854 مرة. وردت كلمة الألباب ومشتقاتها في القرآن 16 مرة. وردت كلمة التفكر ومشتقاتها في القرآن 18 مرة. وردت كلمة قرأ ومشتقاتها في القرآن 88 مرة. وردت كلمة يتدبر ومشتقاتها في القرآن 44 مرة. وردت كلمة يتذكر ومشتقاتها في القرآن 292 مرة. وردت كلمة يعقل ومشتقاتها في القرآن 49 مرة. وردت كلمة ينظر ومشتقاتها في القرآن 129 مرة. وردت كلمة يبصر ومشتقاتها في القرآن 148 مرة. وأنت تعلم أن مناط التكليف هو العقل، فمن فقد عقله سقط عنه التكليف. ودور العقل هو البحث في الموجود، والتأكد من صحة الماضي والاعتبار به، والاستعداد للحاضر والمستقبل. ودور العقل في الفقه الإسلامي مفتوح من أوسع أبوابه، وهذا يعرفه القاصي والداني، فمكانة العقل في الإسلام لا يستطيع أحد أن يزاود عليها أو أن ينال منها بشيء. أما أن تستخدم فكرة (التفكير والعقل) في التضليل والتشكيك والإلحاد فهذا تحريف لمكانة التفكير والعقل، واستخدام في غير مكانه، فضلاً عن الجنون الذي يرفضه جميع العقلاء. واستخدام فكرة التفكير والعقل من أجل التضليل، مثل استخدام فكرة (تحرير المرأة) بواسطة إبعادها عن منهج الله تعالى لتعرية جسدها أو تحريضها على الإنفلات الجنسي باسم التحرير والتطوير والتقدم والمعاصرة وأنها نصف المجتمع!!. وأصبحت المعاني معكوسة، والأفكار متضادة وكل ذلك سنتناوله إن شاء الله بالبيان: بحجة النقل للمؤمنين وحجة العقل للمعاندين. بقي أن نعرف ما هو موقف العقل عندما نجد حديثاً نبوياً مخالفاً له؟ وكيف نتعامل معه؟ لا بد في بادئ ذي بدء أن نتعرف إلى المقصود من كلمة العقل؟ فهل هو عقلي وعقلك وعقل فلان وفلان؟ أم هو شيء آخر؟ ثم نتعرف على نوعية المخالفة له. أقول إن العقل المقصود به هو مجموع عقول العقلاء من أهل الاختصاص في المسألة التي يتحدث عنها الحديث النبوي، فإن كان الحديث يبحث في الطب، فإجماع الأطباء يكون هو المقصود بالعقل، وإن كان الحديث النبوي يبحث في أمر اجتماعي فإجماع علماء الاجتماع هو المقصود بالعقل، وإن كان الحديث النبوي يبحث في التشريع فإجماع علماء التشريع هو المقصود بالعقل، وهذا معنى قول شيخ الإسلام ابن تيمية t: (صحيح المعقول لا يتعارض مع صحيح المنقول). وبذلك يخرج العقل غير المتخصص ليفتي في مسألة تخصصية، وكذلك يخرج اختلاف أهل الاختصاص عند وجود اختلافهم، لأن منهم مؤيد ومنهم معارض، فيبقى الحديث النبوي مؤيداً من عقول بعض المتخصصين، ومعارضاً للبعض، وهذا لا يلغي العمل بالحديث النبوي. وأما في حالة إجماع أهل الاختصاص في مسألة ما على استحالة معنى الحديث النبوي، فهنا ننظر في معنى الحديث: – هل هو مما يحصل في التجارب البشرية؟: – فإن كان نعم، توقف العمل بالحديث النبوي إلى أن تستجد وسائل جديدة تلغي الإجماع السابق، أو يكون لمعنى الحديث النبوي معنى مخالف لإجماع أهل التخصص فيبحث عنه. – وإن كان مجرد عقل فلان لم يرق له المعنى في الحديث النبوي فهذا لا يُسقط العمل بالحديث النبوي، لأن العقل الفردي لا اعتبار له أمام عقول المجموع في مسألة تخصصية تجريبية تأبى التفرد بالرأي. – وإن كان الحديث النبوي مما هو خبر عن غيب: فلو أجمعت الدنيا على استحالته، فإننا نقول ونعتقد بحصوله ووقوعه ولو بعد حين إن كان الحديث صحيحاً، وموقفنا هو موقف أبي بكر الصديق t من حادثة الإسراء والمعراج وهو التصديق الكامل لإخبار رسول الله r ، وهو نفس موقف علي t عندما قال: لو كان الدين بالرأي والعقل لكان مسح الخف من أسفله أولى من أعلاه. ويبرز بين الفينة والأخرى على مدار التاريخ من يدعي أن العقل يرفض خبراً نبوياً، أو تشريعاً نبوياً بحجة مخالفته لعقله، وقد بينا أن المقصود من مفهوم العقل في الإسلام هو إجماع العقول المتخصصة، لأن غير المتخصصة تكون عابثة في المعاني، وتحتاج إلى مقدمات وعلوم الآلة، أو العلوم الأساسية المادية للفهم. فإنكار الأديب لمعادلة رياضية لم يستطع عقله استيعابها لا يعني إبطال التعامل مع المعادلة الرياضية، كما أن إنكار الرياضي للمجاز لبيت شعر لم يرق لعقل الرياضي لا يعني إبطال المجاز، وإنكار الإثنين الأديب والرياضي لحركة الدورة الدموية، لن يبطل وجود الدورة الدموية، وإنكار الجميع بعدم وصول المركبات الفضائية إلى سطح القمر، لن يبطل حقيقة الوصول إلى القمر. أي إن إنكار عقل غير المتخصص في مسألة تخصصية ليس له قيمة علمية تحترم، وبذلك يمكن القضاء على الفوضى العلمية، والفوضى الدينية، والفوضى الاقتصادية، بل والفوضى في كل شؤون الحياة. وموقف عقل المسلم من القرآن والسنة هو الإيمان والتصديق بأخبارهما السابقة والمستقبلية لأن ذلك يمثل عقيدة المسلم. وأما آيات الكون فقد حض القرآن والسنة على التفكير في كل شيء من حول الإنسان، وأن يكون إيمانه راسخاً فيزداد نوره بالطاعة والتأمل الفكري، وقد بينا في الإحصائية السابقة دور القرآن في حض العقل على التدبر والتأمل والتفكر في كل شيء حوله. وأما آيات التشريع، وهي آيات الأمر والنهي التي تنظم السلوك البشري وشهوات الإنسان، فمنها المعلل الذي يدور مع علته، فهي تفتح طريق التفكير من أوسع أبوابه، ومنها الثابت الذي لا يتغير، ولكن يتغير حكمه بين السقوط والتكليف والقضاء بحسب حالة الشخص نحو الفطر للمسافر، وسقوط الصلاة عن الحائض والنفساء، وحالة من يقع في المشقة فتجلب له التيسير، وهذا يمثل قمة الرحمة بالمكلف، يتقدمه قوله تعالى: (يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ (185) سورة البقرة. *** واليوم بدأت حملة التشكيك بالسنة وتحريف معاني القرآن تظهر سمومها، تارة بمخالفة الحديث النبوي للعقل، وتارة بأنه مخالف للقرآن، وثالثة بأنه كتب في عهد بعيد عن الرسول r، ورابعة بأن بني أمية حرفوا وكتبوا ما راق لهم من الأحاديث النبوية، وكأن السنة التي بين أيدينا مجموعة من خيال الكتّاب، أو ملفقة من قصاصين، أو مدسوسة على الرسول r‍‍ ‍‍!! وسبب ذلك تصور المعارض والمنتقد حفظه واهتمامه بالعلم مثل أولئك الرجال الأبطال حفاظ سنة رسول الله r، ونسي المنتقد أن كتابة السنة تعتبر في ميزان العقل البشري والعلمي معجزة لا تستطيع الأمم جميعها في الحاضر والمستقبل أن تفعل مثلها. ودقة علم الجرح والتعديل لدى علماء السنة في دراسة سند ومتن الحديث النبوي، لا تستطيع أية أمة من الأمم -في السابق واللاحق- أن تأتي بمثله، وأن تلتزمه في ميدان التطبيق العملي. وانظر بعد قليل إلى دقة المحدثين في التفريق بين حدثنا وأخبرنا في رواية الحديث الذي رواه مسلم فذكر في السند: قال عَبْدٌ أَخْبَرَنَا وقَالَ ابْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا، والتي تدل الأولى على قراءة التلميذ وسماع الشيخ، بينما حدثنا حالة العكس، فأي دقة أعلى من هذه الدقة في التعبير عن حالة التلقي وطريقة سماع الحديث النبوي في التاريخ الماضي والمعاصر والمستقبل!!!. ودليل آخر على ذلك أن التاريخ لم يحفظ لنا -من بين جميع الأمم- حياة رجل منذ طفولته إلى وفاته مثلما حفظه المسلمون عن رسولهم r بكل دقة، وبكل حب وإخلاص. فحملة التشكيك بالسنة مرض عقلي، ووباء فكري، يصيب الحاقدين، ومذهب المجانين. وإن شاء الله سنبين ذلك بالحجج النقلية والعقلية، وكلام العلماء، مستعيناً بالله تعالى، وطالباً من الأحبة الدعاء، وأبدأ بالحدث الساخن في هذه الأيام: 1- حديث موسى مع ملك الموت: رد أحد الأطباء حديث البخاري الصحيح الذي يفيد ضرب الرسول موسى r لملك الموت مدعياً أن الحديث يخالف عقله، وقال بأن الحديث من الإسرائليات المدسوسة، -ذكر ذلك في قناة إقرأ الفضائية- وإليك بيان الجواب: أولاً- روايات الحديث: أخرج مسلم في صحيحه -فضائل الأنبياء- فقال: حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ قَالَ عَبْدٌ أَخْبَرَنَا وقَالَ ابْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: أُرْسِلَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام فَلَمَّا جَاءَهُ صَكَّهُ فَفَقَأَ عَيْنَهُ، فَرَجَعَ إِلَى رَبِّهِ فَقَالَ: أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ!، قَالَ: فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيْهِ عَيْنَهُ، وَقَالَ: (ارْجِعْ إِلَيْهِ، فَقُلْ لَهُ: يَضَعُ يَدَهُ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ فَلَهُ بِمَا غَطَّتْ يَدُهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ سَنَةٌ)، قَالَ: أَيْ رَبِّ ثُمَّ مَهْ؟ قَالَ: (ثُمَّ الْمَوْتُ)، قَالَ: فَالْآنَ، فَسَأَلَ اللَّهَ أَنْ يُدْنِيَهُ مِنْ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (فَلَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ تَحْتَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ). وأخرج مسلم في صحيحه -فضائل الأنبياء- فقال: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامِ بْنِ مُنَبِّهٍ قَالَ هَذَا مَا حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ أَحَادِيثَ مِنْهَا وَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (جَاءَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام فَقَالَ لَهُ أَجِبْ رَبَّكَ، قَالَ: فَلَطَمَ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَام عَيْنَ مَلَكِ الْمَوْتِ فَفَقَأَهَا، قَالَ: فَرَجَعَ الْمَلَكُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى فَقَالَ: إِنَّكَ أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَكَ لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ وَقَدْ فَقَأَ عَيْنِي، قَالَ: فَرَدَّ اللَّهُ إِلَيْهِ عَيْنَهُ وَقَالَ: (ارْجِعْ إِلَى عَبْدِي فَقُلْ: الْحَيَاةَ تُرِيدُ، فَإِنْ كُنْتَ تُرِيدُ الْحَيَاةَ فَضَعْ يَدَكَ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ، فَمَا تَوَارَتْ يَدُكَ مِنْ شَعْرَةٍ فَإِنَّكَ تَعِيشُ بِهَا سَنَةً)، قَالَ: ثُمَّ مَهْ، قَالَ: ثُمَّ تَمُوتُ، قَالَ: فَالْآنَ، مِنْ قَرِيبٍ رَبِّ أَمِتْنِي مِنْ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (وَاللَّهِ لَوْ أَنِّي عِنْدَهُ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ) قَالَ أَبُو إِسْحَقَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ بِمِثْلِ هَذَا الْحَدِيثِ. وأخرج البخاري في صحيحه -كتاب الجنائز/ باب من أحب أن يدفن في الأرض المقدسة- فقال: حَدَّثَنَا مَحْمُودٌ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أُرْسِلَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِمَا السَّلَام فَلَمَّا جَاءَهُ صَكَّهُ فَرَجَعَ إِلَى رَبِّهِ فَقَالَ: أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ فَرَدَّ اللَّهُ عَلَيْهِ عَيْنَهُ، وَقَالَ: (ارْجِعْ فَقُلْ لَهُ يَضَعُ يَدَهُ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ فَلَهُ بِكُلِّ مَا غَطَّتْ بِهِ يَدُهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ سَنَةٌ). قَالَ: أَيْ رَبِّ ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: ثُمَّ الْمَوْتُ، قَالَ: فَالْآنَ، فَسَأَلَ اللَّهَ أَنْ يُدْنِيَهُ مِنْ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ. قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (فَلَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ). وأخرج البخاري في صحيحه -كتاب أحاديث الأنبياء/باب وفاة موسى- فقال: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ ابْنِ طَاوُسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أُرْسِلَ مَلَكُ الْمَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِمَا السَّلَام فَلَمَّا جَاءَهُ صَكَّهُ فَرَجَعَ إِلَى رَبِّهِ، فَقَالَ: أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لَا يُرِيدُ الْمَوْتَ. قَالَ: (ارْجِعْ إِلَيْهِ فَقُلْ لَهُ: يَضَعُ يَدَهُ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ، فَلَهُ بِمَا غَطَّتْ يَدُهُ بِكُلِّ شَعَرَةٍ سَنَةٌ) قَالَ: أَيْ رَبِّ! ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: ثُمَّ الْمَوْتُ، قَال:َ فَالْآنَ، قَالَ فَسَأَلَ اللَّهَ أَنْ يُدْنِيَهُ مِنْ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ. قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (لَوْ كُنْتُ ثَمَّ لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ تَحْتَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ). قَالَ وَأَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ هَمَّامٍ حَدَّثَنَا أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ. والحديث رواه كذلك النَّسائي وأحمد والبيهقي والطبراني وغيرهم. ثانياً- ردود العلماء على المعترضين: نقل النووي في شرحه على صحيح الإمام مسلم: قال المازري: وقد أنكر بعض الملاحدة هذا الحديث، وأنكر تصوره، قالوا كيف يجوز على موسى فقء عين ملك الموت؟ قال: وأجاب العلماء عن هذا بأجوبة: أحدها: أنه لا يمتنع أن يكون موسى صلى الله عليه وسلم قد أذن الله تعالى له في هذه اللطمة، ويكون ذلك امتحاناً للملطوم، والله سبحانه وتعالى يفعل في خلقه ما شاء، ويمتحنهم بما أراد. والثاني: أن هذا على المجاز، والمراد أن موسى ناظره وحاجه فغلبه بالحجة، ويقال: فقأ فلان عين فلان إذا غالبه بالحجة، ويقال: عورت الشيء إذا أدخلت فيه نقصاً. قال: وفي هذا ضعف لقوله صلى الله عليه وسلم: ” فرد الله عينه ” فإن قيل: أراد رد حجته كان بعيداً. والثالث: أن موسى صلى الله عليه وسلم لم يعلم أنه ملك من عند الله، وظن أنه رجل قصده يريد نفسه، فدافعه عنها، فأدت المدافعة إلى فقء عينه، لا أنه قصدها بالفقء، وتؤيده رواية (صكه)، وهذا جواب الإمام أبي بكر بن خزيمة وغيره من المتقدمين، واختاره المازري والقاضي عياض، قالوا: وليس في الحديث تصريح بأنه تعمد فقء عينه. فإن قيل: فقد اعترف موسى حين جاءه ثانياً بأنه ملك الموت؟ فالجواب أنه أتاه في المرة الثانية بعلامة علم بها أنه ملك الموت، فاستسلم بخلاف المرة الأولى. والله أعلم . وقال ابن حجر في شرحه فتح الباري في شرح صحيح البخاري: قال ابن خزيمة: أنكر بعض المبتدعة هذا الحديث وقالوا: إن كان موسى عرفه فقد استخف به، وإن كان لم يعرفه فكيف لم يقتص له من فقء عينه؟!. والجواب: أن الله لم يبعث ملك الموت لموسى وهو يريد قبض روحه حينئذ، وإنما بعثه إليه اختباراً، وإنما لطم موسى ملك الموت لأنه رأى آدمياً دخل داره بغير إذنه، ولم يعلم أنه ملك الموت، وقد أباح الشارع فقء عين الناظر في دار المسلم بغير إذن. وقد جاءت الملائكة إلى إبراهيم وإلى لوط في صورة آدميين فلم يعرفاهم ابتداء، ولو عرفهم إبراهيم لما قدم لهم المأكول، ولو عرفهم لوط لما خاف عليهم من قومه. وعلى تقدير أن يكون عرفه فمن أين لهذا المبتدع مشروعية القصاص بين الملائكة والبشر؟ ثم من أين له أن ملك الموت طلب القصاص من موسى فلم يقتص له؟ ولخص الخطابي كلام ابن خزيمة وزاد فيه: أن موسى دفعه عن نفسه لما ركب فيه من الحدة، وأن الله رد عين ملك الموت ليعلم موسى أنه جاءه من عند الله فلهذا استسلم حينئذ. وقال النووي لا يمتنع أن يأذن الله لموسى في هذه اللطمة امتحاناً للملطوم. وقال غيره إنما لطمه لأنه جاء لقبض روحه من قبل أن يخيره، لما ثبت أنه لم يقبض نبي حتى يخير، فلهذا لما خيره في المرة الثانية أذعن، قيل: وهذا أولى الأقوال بالصواب، وفيه نظر لأنه يعود أصل السؤال فيقال: لم أقدم ملك الموت على قبض نبي الله وأخل بالشرط؟ فيعود الجواب أن ذلك وقع امتحانا. وزعم بعضهم أن معنى قوله: ” فقأ عينه ” أي أبطل حجته، وهو مردود بقوله في نفس الحديث ” فرد الله عينه ” وبقوله: ” لطمه وصكه ” وغير ذلك من قرائن السياق. وقال ابن قتيبة: إنما فقأ موسى العين التي هي تخييل وتمثيل وليست عيناً حقيقة، ومعنى رد الله عينه أي أعاده إلى خلقته الحقيقية، وقيل على ظاهره، ورد الله إلى ملك الموت عينه البشرية ليرجع إلى موسى على كمال الصورة فيكون ذلك أقوى في اعتباره، وهذا هو المعتمد. وجوز ابن عقيل أن يكون موسى أذن له أن يفعل ذلك بملك الموت، وأمر ملك الموت بالصبر على ذلك كما أمر موسى بالصبر على ما يصنع الخضر. وفيه أن الملك يتمثل بصورة الإنسان، وقد جاء ذلك في عدة أحاديث.) انتهى. وقال السندي في شرحه على سنن النسائي بعد ذكره لأقوال من سبق: (والأقرب أن الحديث من المشتبهات التي يفوض تأويلها إلى الله تعالى لكن أن أول فأقرب التأويل أن يقال: كأن موسى ما علم أولاً أنه جاءه بإذن الله بسبب اشتغاله بأمر من الأمور المتعلقة بقلوب الأنبياء عليهم الصلاة والسلام، فلما سمع منه أجب ربك أو نحوه وصار ذلك قاطعاً له عما كان فيه ولم ينتقل ذهنه بما استولى عليه من سلطان الاشتغال أنه جاء بأمر الله حركه نوع غضب وشدة حتى فعل ما فعل ولعل سر ذلك إظهار وجاهته عند الملائكة الكرام فصار ذلك سببا لهذا الأصل وأما قول الملك لا يريد الموت فذاك بالنظر إلى ظاهر ما فعل من المعاملة. وأما قول موسى (ثم ماذا) فلعله لم يكن لشك منه في الموت بالآخرة بل لتقرير أنه لا يستبعد الموت حالاً إذا كان هو آخر الأمر مآلا وكون الموت آخر الأمر معلوم عنده فلم يكن ما وقع منه لاستبعاده الموت حالاً، وذلك لأنه حين انتقل إلى حالة اللين علم أن ما وقع منه لا ينبغي وقوعه منه، وكذا علم أن ما جاء به الملك عنده من قوله يضع يده إلخ بمنزلة الاعتراض عليه بأنه يستبعد الموت أو يريد الحياة حالاً فأراد بهذا الاعتذار عما فعل، وقرر أن الذي فعله ليس لاستبعاده الموت حالاً، إذ لا يجيء ذلك ممن يعلم أن الموت هو آخر أمره فصار كأنه قال: إن الذي فعله إنما فعله لأمر آخر كان من مقتضى ذلك الوقت في تلك الحالة التي كان فيها والله تعالى أعلم.) انتهى. مقالة 2/2 (ذكر الكاتب في العدد الماضي أدلة العلماء على المعترض على حديث ضرب سيدنا موسى عليه السلام لملك الموت والآن يزيد الباحث أدلة أخرى وحكماً كثيرة عن فائدة ورود ذلك الحديث الشريف من فم الرسول محمد r وعلاقة الأنبياء والرسل مع بعضهم البعض في تبليغ رسالة الله تعالى للبشر فالنتابع مع الباحث: هذا ما ذكره العلماء الأفاضال -رحمهم الله تعالى- فيما سبق من ردود، وكأن المسألة قديمة، وأحب أن أضيف على ما سبق ما يلي: 1- هب أن الأمر كان المَلَك كان في حالته الملائكية وعرف سيدنا موسى أنه جاء قابضاً لروحه، كما في رواية عمار بن أبي عمار عن أبي هريرة عند أحمد والطبري ” كان ملك الموت يأتي الناس عياناً، فأتى موسى فلطمه ففقأ عينه “. فما الانتقاص الموجه لسيدنا موسى r ؟! وقد علمنا أن آدم رغب في شجرة الخلد وملك لا يبلى، كما أخبر الله تعالى. أليس فيه دلالة بشرية سيدنا موسى r على حبه للحياة، بأن تعامل مع الموت كإنسان، وهل هناك مانع شرعي أو عقلي لحب الحياة؟! والله تعالى خلق هذا الحب. أليس سيدنا محمد r عرَّفنا على جزء من حقيقة سكرات الموت فقال: (إن للموت لسكرات)، فهل الإقرار بحقيقة ذلك -والتي يقرها جميع الناس- يعتبر مثلبة أو انتقاصاً!!!. ولكن رأينا أن الله تعالى أظهر أن موسى قد رضي بقبض روحه بعد تأكده أن الأمر من الله تعالى. 2- إن القرآن مملوء بإخبار الله تعالى عن بني إسرائيل، والتي بلغت أربعين آية بلفظ (بني إسرائيل)، وواحدة بلفظ (بنو إسرائيل)، وواحد وثلاثين آية بلفظ (أهل الكتاب)، ومئة وتسع وعشرون مرة ذكر اسم سيدنا (موسى) وستة عشر مرة ذكر اسم سيدنا (عيسى) فهل نلغي تلك الآيات لأنها تتكلم عن بني إسرائيل؟!!! ولأنها لم ترق لعقل فضيلة الدكتور أيضاً!!!. 3- إن الرسول r قد تحدث عن بني إسرائيل بحيث وصل عدد الروايات بلفظ (بني إسرائيل) 422 رواية -بإحصاء الحاسب الآلي- في الكتب التسعة، بل حض الرسول r الأمة على أن تتحدث عن بني إسرائيل بلا حرج، بما يوافق إخبار القرآن، فقال r: (بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ، وَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ) رواه البخاري والترمذي وأحمد والدارمي. فهل نلغي تلك الآحاديث النبوية أيضاً لأنها تتكلم عن بني إسرائيل؟!! ولأنها لم توافق عقل الدكتور!!. 4- إن صلحاء بني إسرائيل -أتباع سيدنا موسى عليه السلام- جزء من تاريخ الأمة الإسلامية العريقة التي بدأت بآدم وانتهت بمحمد صلى الله عليهم أجمعين، فالقرآن بعد أن ذكر أخبار الرسل مع أقوامهم ختم ذلك بالآية: (إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ(92) سورة الأنبياء. وكذلك في سورة المؤمنون يذكر أخبار الرسل ثم يختم ذلك بالآية: (وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ (52) سورة المؤمنون. فأمم الأنبياء والرسل المؤمنين منهم، هم امتداد الأمة الإسلامية الواحدة، فهل نعزل ذلك التاريخ لأنه لم يرق لعقل الدكتور الفاضل!!!. 5- إن معرفة تاريخ الرسل وأقوامهم إن لم نتلقاه من القرآن والسنة فممن نتلقاه؟! وعمن نأخذه؟!! ولا بد من الوصول إلى مصدر موثوق، فأي المصادر أوثق من القرآن والسنة لدى فضيلة الدكتور؟!!. 6- كثير من الأحداث والقضايا الفكرية تكون مرحلية، ولا تُفهم ولا تستوعب إلا في حينها، بحسب سياق الحدث والحاجة الحاصلة في حينها والوسائل المتاحة آنذاك، فإذا تغير الزمان أو المكان لم تكن مناسبة للجديد، فهل يعني عدم التناسب الإنكار الكلي؟ فإن كان الجواب بنعم، فسوف يؤدي لإنكار كثير من القضايا، بل وإنكار حقائق التاريخ اليومية، والتي سوف تنكر في المستقبل، وبالتالي سيصيب الفوضى كل أمر من الأمور، ولا تستقر الحقائق، ولا تتزن العقول، وإن كان الجواب بلا انتهى الأمر، لأن الله تعالى جعل لكل أمة شرعة ومنهاجاً: (وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا ءَاتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ(48) سورة المائدة. فكل أمة يختبرها الله تعالى ويمتحنها بما أراد لها من الشريعة، فليس من العدل محاسبة من سبق بشريعة من لحق!!. 7- كثير من القضايا الثابتة لا تقرها بعض العقول لعدم وجود القاعدة الأصلية لدى تلك العقول، ومثال ذلك تصديق أبو بكر لإسراء ومعراج الرسول r لأنه يملك قاعدة التصديق برسالة الرسول r وإخباره عن الوحي، فمن يملك القاعدة يصدق بالتالي التي تليها، وحتى في القضايا العلمية، فمن لم يعرف المعادلات التفاضلية لا يستطيع أن يفهم المسائل الرياضية التكاملية والعقدية المتعلقة بها، وهكذا. فالقصة الإخبارية يشترط لقبولها أمران: صدق المخبر، وصدق السند الموصل إلى صاحب الخبر. وقد رأينا أصح كتب السنة قد روت قصة موسى مع ملك الموت، ولو أردنا أن نستعرض أقوال جهابذة علم الجرح والتعديل عن توثيقهم لرجال السند الذين رووا هذا الحديث لوجدنا أنهم أصدق وأنبل وأصلح من يروي، فالمسلم ليس أمامه إلا التصديق بها، حتى لو خالفت عقله، لأن الخبر الصادق ليس تجربة مخبرية حتى يجريها لكي يصدق به أو يكذبه. فالعقل ليس هو الميزان الوحيد لتصديق الحقيقة، فكم من حقائق تخالف المنطق العقلي إلا أن العقل مقر بها رغم أنفه، ومثاله قصة حبة القمح في الشطرنج، ومثاله أيضاً لو قسمت ورقة سماكتها واحد مليمتر نصفين، والنصفين إلى أربع، وهكذا فعلنا خمسين مرة، فالعقل يقول أن السماكة ستصبح بضع أمتار، ولدى الحساب يكتشف العقل أن السماكة تبلغ بين الأرض والقمر، فإذا كان هذا في ميدان الحساب الرياضي المحسوس الملموس البسيط، فهذا دليل على أن العقل بحاجة إلى إخبار الوحي فيما وراء الغيب. 8- من خلال القاعدة -التي ذكرت في مقدمة البحث- أن العقل المقصود به في الشريعة هو إجماع عقول أهل الإختصاص على استحالة الأمر، عند ذلك يمكن إيقاف العمل بالحديث النبوي، لكن لم نجد ذلك في هذا الخبر النبوي، والذي هو معجزة لسيدنا محمد r يحدث عما حصل لسيدنا موسى فيما بينه وبين ملك الموت، فمن أعلم سيدنا محمد r بذلك سوى الوحي، فهل يكذب فضيلة الدكتور خبر الوحي؟‍‍‍‍‍!!. (ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلَامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ(44) سورة آل عمران. (تِلْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهَا إِلَيْكَ مَا كُنْتَ تَعْلَمُهَا أَنْتَ وَلَا قَوْمُكَ مِنْ قَبْلِ هَذَا فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ(49) سورة هود. (ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ أَجْمَعُوا أَمْرَهُمْ وَهُمْ يَمْكُرُونَ(102) سورة يوسف. وكان الأجدر بالدكتور أن يطرح سؤالاً أوجه من تسرعه بالإنكار، ألا وهو ما هي الفوائد من ذكر ذلك الحديث النبوي؟، لأجبناه بما يلي: 1- إخبار الرسول r عن موسى كما ذكرنا معجزة للرسول r لأنه لم يطلع على التوراة وهي باللغة السريانية، والرسول r عربي أمي لا يعرف القراءة ولا الكتابة، فعند إخباره بذلك يبطل مزاعم اليهود الذين لم يؤمنوا بالرسول r وهي دعوة صريحة لهم بالإيمان برسالة محمد r. 2- تقرير الحالة البشرية لسيدنا موسى بضربه للملك، وهو الذي وكز رجلاً فقضى عليه. 3- أهمية الإستئذان في الحياة عامة، وبين أصحاب المراتب خاصة، فحالة الرسول أعلى رتبة من المَلك، فعلى الأدنى أن يسأذن الأعلى. 4- حلم الله تعالى وكرمه عن موسى بإعطائه الاختيار في زيادة عمره، إلا أن الموت سيكون النهاية، فيختار موسى الموت اختياراً، وهذا من رحمة الله ومزيد فضله لموسى، وقد يسأل أحدهم فكيف بتقدير الله تعالى الموت والحياة، ثم يعطيه الاختيار فما معنى ذلك؟! والجواب بسيط جداً: إن إختيار موسى قبول الموت كشف علم الله السابق، وبعبارة أخرى ما يختاره العبد فعلاً ويفعله يكشف عندها لنا علم الله تعالى. 5- ضرب المثل في التعليم لتقريب الحقيقة، فقبض الشعر من ظهر الثور لاختيار عدد السنين التي يريد موسى بقاؤه في الحياة، يدل على أهمية ضرب المثل الحسي للإقناع في عملية التعليم، وهذا من فضل الله تعالى بضربه الأمثال في كتابه، لتقريب الحقائق والمفاهيم. 6- رجوع المَلك وشكواه عند الله تعالى يعلمنا بأن الله تعالى يرجع إليه الأمر كله في الأرض والسماء، فلا أحد يخرج من قبضة الله تعالى. 7- شكوى المَلك مظلمته لله تعالى يعلمنا بأن المظلوم بحاجة إلى أن يبث شكواه لله تعالى، حتى ينصفه في الدنيا، أو السكوت لأخذ الأجر الوافر في الآخرة، كما يفيدنا بأن المَلك يعلم ظاهر الإنسان ولا يعلم نيته، فعلم ما في القلوب مختص به الله تعالى. 8- يفيد الحديث قدرة الملائكة على التشكل بأشكال الإنس، وهذا كثير في أخبار القرآن والرسول r، مما يوقظ الحذر والانتباه لدى المسلم التقي بكيفية التعامل مع الناس. 9- قبول سيدنا موسى خبر الموت في المرة الثانية، تعلمنا الرجوع إلى الحق، وعدم الإصرار على غيره، وهذا الرجوع إلى الحق يصدر من الرسول من أولي العزم، فمن غيره أوجب. 10- مبدأ تعلم وتعليم السؤال المهم جداً في كل قضية: (ثم ماذا؟) وهذا السؤال يختصر كثيراً من الجدل الماحك، كما يوفر كثيراً من الزمن الضائع في البحث، وقد ألف أحد علماء الرياضيات في روسيا -وترجم إلى العربية – عنوانه (ثم ماذا؟) ذكر فيه أنه انتصر على جميع خصومه من العلماء في شتى ميادين المعرفة في الحوار بطرح السؤال: ثم ماذا؟ في الوقت المناسب، وذكر تلك الحوارات. فموسى عليه الصلاة والسلام يعلمنا هذا المبدأ ( قَالَ: أَيْ رَبِّ ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: ثُمَّ الْمَوْتُ، قَالَ: فَالْآنَ). فالنظر في عواقب الأمر بالسؤال (ثم ماذا؟) يصحح المسار الفكري والسلوكي دائماً. 11- يعلمنا موسى -عليه وعلى نبينا الصلاة والسلام- الدعاء وأدبه مع الله تعالى: (فَسَأَلَ اللَّهَ أَنْ يُدْنِيَهُ مِنْ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ). 12- يعلمنا طلب موسى -عليه وعلى نبينا الصلاة والسلام- طلب الموت والدفن في الأراضي المباركة الصالحة، والابتعاد عن مساكن الكفار وأراضي الفسقة، والقرب من الصالحين في الدنيا وحياة البرزخ (حياة القبر) وقد وردت آثار بذلك. 13- يعلمنا الرسول r عن طريق وحي الله تعالى له مكان قبر أخيه موسى -عليه وعلى نبينا الصلاة والسلام- أنه في (جَانِبِ الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ) من صحراء سَيناء، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (فَلَوْ كُنْتُ ثَمَّ، لَأَرَيْتُكُمْ قَبْرَهُ إِلَى جَانِبِ الطَّرِيقِ عِنْدَ الْكَثِيبِ الْأَحْمَرِ)، وبذلك ندرك أهمية التعرف على أماكن قبور المرسلين والأنبياء والصالحين، لأن ذكر ومعرفة ذلك القبر، مزيد إثبات لوجودهم، والتعرف على مآثرهم، فتعريف الجيل الحالي بمكان قبور من سبق من الرسل والأنبياء والعلماء والصالحين سنة نبوية. ويمكننا قول الحقيقة التاريخية بأنه لا يوجد قبر متوفى أكثر من ألف عام، معروف مئة بالمئة غير قبر سيدنا محمد r وصاحبيه أبي بكر وعمر رضي الله عنهما. 14- قوله r (فَلَوْ كُنْتُ ثَمَّ، لَأَرَيْتُكُمْ) فيه جواز قول (لو كنت) في مكان كذا لفعلت كذا وكذا من الصالحات، لأن فيه شحذ الهمم لفعل العمل الصالح، وخاصة إذا صدر ذلك التمني من عالم أو فاضل، فإن فيه حث الآخرين على فعل الخير. 15- روي الحديث مرفوعاً وموقوفاً، وهذا كثير من الصحابة رضوان الله عليهم، فإنهم كانوا يتورعون من قول قال رسول الله r، لذلك تجد كثيراً من الأحاديث الموقوفة لها حكم الرفع لأنها لا تروى بالعقل، وكذلك كان بعض الصحابة يروي الأحكام الشرعية ولا يقول قال رسول الله r خشية أن يكذب على رسول الله بحرف واحد، و هذا ما بدا لي بشأن الحديث النبوي، والتي هي محل إنكار من فضيلة الدكتور، وهذا الذي أبديته مساهمة متواضعة، وقد يأتي من يزيد، فالعلم بحر وفتح، والله أعلم وهو الهادي للصواب.

    BUKAN NEGARA ISLAM YANG MENJADI TUJUAN, KHILAFAH ADALAH BUKTI PENGAGUNGAN MANUSIA KEPADA ALLAH

    BAI'AT UMMAT ISLAM YG BERSEDIA TUNDUK DAN PATUH PADA AL JAMAA'AH KHILAFATUL MUSLIMIN

    << 48:11 Surat Al-Fath Ayat 10 (48:10) 48:9 >>  اِنَّ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْنَكَ اِنَّمَا يُبَايِعُوْنَ اللّٰهَ ۗيَدُ اللّٰهِ فَ...